Piranti Bernama Nalar, Kehendak dan Nurani - Lievell

Friday, September 3, 2021

Piranti Bernama Nalar, Kehendak dan Nurani

 

 

Siapa yang mampu menolak diskonan? Rasanya hampir tidak ada ya.

 

Seperti gue yang belakangan ini tergiur dengan promo diskonan dari merchant online. Padahal bisa dibilang gue bukan penggemar pesan makanan secara online selama ini loh. Bisa dihitung dengan jari kayanya pesan makanan via online tuh. Pilihan selalu jatuh ke masak sendiri ataupun datang langsung ke restorannya. Bukan anak jajan online lah pokoknya. Jadi jangan pernah nanya resto apa atau makanan apa yang lagi hype saat ini sama gue ya. :D

 

Lalu, ada satu waktu dimana gue tergiur banget buat ikutan membeli makanan cepat saji lewat promo resto di online. Bayangkan satu ember ayam yang isinya 9 potong, yang harganya biasanya seratus ribuan ke atas, setelah lewat promo mendadak harganya bisa sekitar 50rban sampai 75rban. Besar kecilnya diskonan yang didapat itu tergantung seberapa besar iman dan amal ibadah lo sama aplikasi tersebut. Semakin sering lo belanja di sana, maka diskonan pun semakin besar. Nah, kalau dah begini siapa sih yang gak tergiur? Langsung deh gue cepet-cepet ikutan beli dan pejeng hasil diskonan gue di IG story. Jelas, ini mah dalam rangka pamer ceritanya! Hohohohoo…

 

Selesai sampai di situ? Tentu tidak.

 

Hari berikutnya, ada promo lainnya lagi. Serupa, dapat potongan diskon gila-gilaan sehingga harga makanan bisa jadi kurang dari separuh, dan ini sudah berikut ongkos kirimnya pula. Coba, siapa yang gak ngiler kalau dah begini?! Hampir setiap hari kerjaan gue mantengin dari satu aplikasi ke aplikasi lainnya demi kepuasaan batin melihat yang diskonan. Waktu habis cuma buat sekrol sana, sekrol sini. Iyes, kurang kerjaan banget emang gue. Dan gak jarang juga hasil sekrolan itu dituntaskan, alias beneran jadi belanja. Duh, jangan ditanya betapa bangga akan pencapaian diskon yang gue dapatkan setelah makanannya datang. :D :D

 

Tapiiii…..

 

Apa efeknya setelah ini? Tentu, selain kantong mulai terkuras karena jadi rajin transfer ke merchant-merchant itu, efek lainnya adalah bertambahnya berat badan dan eksim yang semakin gatal di kaki. Gimana nggak, makanan yang dijual kan pasti erat banget sama terigu, manis dan gurih. Jelas banget gue gak bisa makan terigu, eksim jadi gatal dan pengen digaruk terus. Manis, kalau udah manis orangnya ditambah makan manis, ya jadi lebih kan. Makanya berat gue gak turun-turun, malah jadi nambah karena manis gue kelebihan. Kalau gurih, duh, ini mah jangan ditanya lagi. Semua makanan yang dibeli di luar, apalagi fast food dan kekinian dah pasti gurihnya tiada duanya deh. Bikin kerongkongan gatel dan pengen minum terus.

 

Yah, begitulah yang terjadi ketika nalar secara impulsif membenarkan kelakuan kita. Tanpa menilik lagi, apakah yang gue lakukan benar atau tidak, tapi membenarkan bahwa diskonan ini nyata loh. Murah loh. Sayang kalau gak beli. Kapan lagi. Nyesel loh nanti. Dan segudang alasan untuk membenarkan argumen kalau gue memang harus belanja makanan dari resto yang promonya gila-gilaan itu. Lupa dengan efeknya, lupa dengan kantong bolongnya, lupa sama berat badan yang naik terus. Lupa semua-muanya.

 

Membahas soal nalar ini sangat terkait erat dengan apa yang gue bahas kemarin bersama dengan teman-teman diskusi buku Cinta Yang Berpikir. Selama 6 bulan terakhir, gue bersama dengan belasan ibu-ibu (dan seorang kawan yang dengan sadar menyemplungkan diri masuk ke dalam diskusi kami padahal menikah saja belum. Keren emang kawan gue ini!) membahas banyak hal yang berkaitan dengan filosofi pendidikan ala Charlotte Mason. Sampailah kami di bab terakhir dan pembahasannya pun semakin mendalam. Kami membahas tentang bagaimana Kehendak, Nalar dan Hati Nurani mempunyai peran yang sangat penting sekali dalam setiap kondisi dan situasi di kehidupan kita.

 

Ketiga piranti ini menjadi pusat dalam menuntun kita untuk berpikir dan bertindak. Nalar contohnya. Ia adalah piranti paling netral. Ia bekerja ketika akal pikiran kita menuntunnya ke suatu ide. Misalnya seperti promo tadi. Sifatnya sebetulnya netral bagi gue. Tapi ketika ada keinginan kuat untuk mengikuti nafsu, maka nalar seolah membenarkan banyak alasan sehingga gue pun jatuh dan terbuai dengan promo tersebut. “Gak apa-apa lah beli, kan sesekali.” “Kapan lagi, kan jarang belanja online.” “Si Boy pasti suka deh kalau gue beliin.” Lihat, segitu banyak alasan untuk membenarkan bahwa promo ini “ya harus dibeli!’ Nalar diarahkan untuk condong menyetujui alasan-alasan yang dikemukakan.

 

Ini sekadar contoh masalah promo. Sederhana memang, tapi semakin sering nalar diajak membenarkan segala alasan, maka akal pikiran kita lama kelamaan tidak dapat lagi berpikir mana yang benar, mana yang perlu, mana yang butuh, dan mana yang tidak. Garisnya menjadi tidak kentara atau bahkan menjadi hilang sama sekali. Sehingga tidak dapat lagi memutuskan hal-hal yang prinsipil, melainkan menjadi ikut dengan kerumunan. Ketika ada promo makanan A enak, semua akan berbondong-bondong membeli makanan tersebut. Ketika ada diskon tas bermerek atau skincare ternama, semua akan membeli karena takut tidak menjadi sama dengan yang lain.

 

Setelah itu, ada Kehendak yang menjadi teman dari nalar. Kehendak ini terbagi menjadi dua, yang aku ingini (I want) dan yang aku kehendaki (I will). Mungkin terkesan sama ketika membaca keduanya. Tapi sebetulnya ini berbeda. Ketika berbicara tentang ‘I want’ – yang aku ingini, secara tidak langsung inilah yang membenarkan semua alasan dari nalar ketika gue terbuai dengan promo tadi. Lantas, apa bedanya dengan ‘I will’ – yang aku kehendaki? Sebuah fakta bahwa ketika gue terbuai dengan promo tersebut banyak efek yang terjadi setelahnya – kantong bolong, eksim menjadi, berat badan naik. Gue abai dengan fakta ini karena masih mengikuti keinginan (I want) tadi itu tapi melupakan apa yang seharusnya gue kehendaki (I will) – berhenti membeli makanan promo online karena sudah tidak sesuai dengan prinsip (kantong bolong karena kebanyakan jajan) dan eksim menjadi-jadi (gatal-gatal itu gak enak banget tau!!) plus sebel banget melihat timbangan yang meroket.

 

Teman berikutnya adalah Hati Nurani. Semua orang sudah pasti tahu lah apa itu hati nurani. Tapi jika kita  bicara tentang promo online tadi, dimana kaitannya dengan hati nurani? Semakin sering belanja online untuk sesuatu yang bersifat ‘I want’ saja, maka otomatis gue mengeluarkan uang untuk sesuatu yang sebetulnya tidak baik untuk kesehatan jantung Bapak Ali dong ya. Dia semakin deg-deg serrrr karena uangnya terpakai demi kepuasaan batin istrinya yang doyan nyemil gak jelas ini. Ditambah lagi dimana rasa kasih sayang gue terhadap diri gue sendiri. Nyaman memangnya melihat kaki penuh luka akibat digaruk-garuk karena memenuhi hasrat untuk mendapat diskon besar?

 

Betapa ketiga piranti ini menjadi sangat penting dalam kehidupan kita, tidak dapat dipisahkan ataupun bekerja sendiri-sendiri. Ketika ada orang yang hanya mengandalkan keinginan yang kuat dan berdaya nalar tapi tidak punya hati nurani, maka orang ini akan menjadi koruptor, maling, copet, tukang boong, tukang tipu – karena segala cara disahkan aja buat orang ini. Lalu, ketika ada orang yang punya kehendak kuat dan berhati nurani, maka orang ini bakalan capek sendiri. Sering banget terkuras energinya karena tidak cukup pintar untuk menemukan solusi. Dan yang terakhir, ketika ada orang yang hanya punya nalar dan berhati nurani, akhirnya tumbuh jadi orang yang frustrasi karena gak cukup gigih untuk menyelesaikan masalah-masalah hidupnya.


Jadi kebayang ya hubungan Nalar, Kehendak dan Hati Nurani ini. Mereka bertiga itu sudah seperti semacam sohib – sohiiiib, angkatannya ketauan banget yeeee – dari sejak lahir, mungkin. Dan ketiganya ini perlu banget diasah di dalam diri kita maupun anak-anak kita. Untuk hal kecil semacam promo online aja gue bisa – aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi – gitu, apalagi anak-anak yang masih belum mengerti banyak di kehidupan mereka. Tentu ini jadi tugas kita sebagai orang tua ya untuk membantu mereka melatih ketiga piranti ini. Bukan hanya mereka, kita pun juga perlu dilatih. Supaya tidak ada lagi korban-korban promo diskonan makanan seperti gue. #eh



No comments:

Post a Comment