September lalu, De Kaplongan mendapat kesempatan belajar Matematika bersama CikGu Siti Andriani.
Awalnya udah hepi banget karena anak-anak bakalan diajarin nih sama pakar Matematika. Ealaah, ternyata mimpi mau nongkrong syantik sambil ngemil ayam goreng pun pupus. Anak-anak malah bebas merdeka, emak-emaknya yang kedapetan disuruh belajar.
Tak apa lah...
Kan emang udah tugas emaknya (plus babehnya juga) yang bertanggung jawab buat ngajarin anak-anak ini.
Yuks mulai!
Kalau ditanya apa sih tujuan belajar Matematika?
Hmm, yakin deh udah males duluan sebelum mikir jawabannya. Matematika kan emang paling momok banget ya sepanjang karir sekolah dari jaman SD sampe lulus SMA. Kalau bisa mah ya numpang liwat aja gitu, gak usah sampe pinter banget.
Nah, justru ini nih yang akhirnya bikin pola pikir gue berubah tentang Matematika.
Dalam pertemuan pertama dari 3x pertemuan, kami banyak diajak untuk membuka mata tentang Matematika.
Kalau menurut Mba Andri ini yaa...
"Setiap orang lahir sebagai Math Person, karena kita dibekali akal untuk memproses segala sesuatu. Syaratnya hanya mau."
Math Person adalah orang yang bisa menghadapi sesuatu untuk di eksplorasi secara logis untuk menyelesaikan suatu masalah.
Matematika itu erat kaitannya dengan hubungan ke diri sendiri, dan perjalanan Matematika di masing-masing orang itu berbeda. Makdarit, orang tua diajak untuk bisa memahami anaknya masing-masing dan diajak untuk mengenal Matematika secara konsisten, ya setidaknya diberikan soal tidak lebih dari 10 menit setiap harinya.
Sebentar dan konsisten, itu kuncinya. Malah lebih baik lagi kalau tidak ada embel-embel judul "belajar Matematika" waktu ngajarin ke anaknya, jadi kaya ngobrol aja gitu.
Jadi tujuan belajar Matematika ini dibagi 4, dimulai dari yang mendasar sampai yang terdalam dan harusnya bisa mencakup semuanya ini.
1. Kalkulasi
Yup, hal paling mendasar ya untuk hitung2an. Belajar kenal angka dan simbol-simbol dalam Matematika.
2. Aplikasi
Dipakai dalam hitung dagangan jualan, meskipun ujung2nya ya pake kalkulator juga sih. Selain itu ya banyak diaplikasiin dalam hal lain seperti menghitung berat badan #eh berat suatu benda dan sebagainya.
3. Inspirasi
Menjadi inspirasi bagi beberapa para ilmuwan untuk mengembangkan rumus-rumus yang dah ada untuk penyambung mata rantai dalam bidang lain. Tapi sayangnya banyak berhenti sampai disini.
4. Spiritual.
Puncak logika tertinggi. Diharapkan dengan belajar Matematika bisa sampai ke tahap ini. Percaya gak percaya, apa yang ada di sekitar kita sangat berkaitan erat dengan Matematika. Alam, benda-benda dan bangunan bersejarah, dan banyak hal lainnya kalau diteliti lebih lanjut adalah Matematika. Seruu yaaa.
Pertemuan kedua dan ketiga, kami lebih banyak belajar tentang teknis.
Kalau menurut Mba Andri, belajar Matematika ini ada 2 syaratnya:
1. Prasyarat
Prasyarat yang dimaksud disini adalah tentang rantai Matematika. Jadi kalau ada kendala dalam belajar, artinya ada rantai yang belum kuat dan paham dari si anak.
Misalnya waktu mau belajar angka 5, anak sudah harus paham dulu 1 sampai 4. Baru si anak bisa untuk maju belajar angka 5. Tapi kalau belum paham betul, mundur dan mantapkan dulu rantainya.
Prasyarat ini harus dipenuhi, sehingga rantai Matematikanya kuat untuk maju ke tahap selanjutnya
Ide adalah kombinasi dari berbagai hal. Ide ini yang harus banyak dilatih. Caranya ya dengan banyak memberikan "masalah" ke anak. Dari situ, anak akan mencari tahu bagaimana caranya nyelesaiin masalahnya. Inilah yang disebut dengan pengalaman, dan tiap orang punya pengalaman yang gak sama.
Begitu juga ketika anak diberikan model soal A, biarin anak menentukan sendiri dengan cara apa soal itu diselesaikan. Tujuannya gak lain gak bukan untuk melatih logika setiap anak.
Proses berpikir anak tidak sama dengan orang tua. Bagi mereka simbol-simbol dalam Matematika adalah baru buat dunia mereka. Ini jadi tugas kita untuk menerangkan maknanya ke mereka.
Menjumlah, artinya bergerak maju dari satu posisi.
Menjumlah, artinya sesudah atau setelah.
Contoh:
"Aku punya 5 mainan, lalu si A kasih 1 mainan ke kamu. Jadi sekarang mainan kamu ada berapa?"
Penjelasannya, "setelah 5 berapa?"
Pada waktu menjelaskan, gunakan benda yang sama untuk konstruksi. Warna atau benda yang berbeda tidak bisa dijumlah karena dianggap sebagai komponen yang berbeda.
Contoh lagi:
2 apel dan 3 anggur.
Kedua benda ini tidak bisa dijumlah, karena bukan benda yang serupa meskipun sama-sama buah.
Tidak bisa disebutkan 5 anggur, karena pada kenyataannya tidak ada 5 anggur, meskipun 2 + 3 = 5.
Dalam menjumlah, berikan informasi yang tepat. Dari situ anak akan belajar kalau menjumlah harus dengan benda yang sama. Selalu aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Lagi, diingatkan kembali...
Anak belajar proses bukan hasil.
Konsisten itu perlu banget.
Ada baiknya anak diberikan soal sedikit, tapi setiap hari dan tidak lebih dari 10 menit.
Tujuannya supaya anak gak cepat bosan dan tetap punya keinginan belajar setiap harinya.
Memberi kepercayaan kepada anak itu penting supaya anak pun menikmati setiap soal yang diberikan.
Mulailah dengan penjumlahan 1.
Pastikan anak paham dulu, balik ke rantai Matematika tadi.
Setelah itu, maju ke penambahan 5 jari.
Contoh:
3 + 2
- Berangkat dari angka 3, bukan dihitung dari awal lagi. Kalau perlu gunakan konstruksi, memakai media untuk menghitung. Konsep menghitung disini adalah menambah dari kondisi tertentu.
"Setelah 3, lalu..."
- Visualkan angka. Hindari menggunakan cara angka besar di kepala, angka kecil di jari. Arahkan anak untuk tetap melihat ke angka saja, bukan fokus ke kepala. Tujuannya untuk melatih dan membiasakan anak untuk memproses dengan otak kiri. Yang pada akhirnya anak akan terbiasa untuk tidak memakai jari lagi dalam penambahan.
Ketika anak mengerjakan soal, jangan interupsi anak salah atau benar. Berikan penguatan kalau anak bisa sendiri. Ada juga soal-soal yang tidak perlu dijelaskan ketika anak sudah bisa sendiri menyelesaikan soalnya. Biarkan mereka memproses sendiri cara berpikirinya.
Kadang ada momen dimana anak 'blank' dalam menghitung. Yang biasanya bisa tiba-tiba berhenti dan tidak dapat menghitung dengan benar. Berhenti dan biarkan anak bermain dulu sebelum melanjutkan pekerjaannya lagi.
Orang tua lah yang paling tahu anaknya seperti apa. Lihat ritme anak, apakah ia sudah siap dengan materi yang baru atau tidak ketika dirasa anak sudah mulai bosan dengan materi yang itu-itu aja. Selain itu juga perlu dilihat, tipe seperti apa anaknya. Jadi bisa disesuaikan dengan cara apa anaknya belajar. Semua cara benar, semua metode baik. Tinggal disesuaikan dengan tipe anaknya saja.
Matematika ini adalah hal baru buat mereka, semua dianggap rumit bagi mereka. Jadi sebaiknya hindari menjudges anak. Bangun logika anak dengan berikan soal berbeda tahapan. Cukup ajarkan polanya. Usahakan jangan diterangi dulu cara pemecahannya, supaya terlihat kreativitas anaknya dalam menjawab soal-soal.
Ingat, apapun yang terdekat, bisa dijadikan bahan pembelajaran Matematika.
Jadi....
Belajar Matematika....
siapa takut!! ^_^