08.22 - Lievell

Wednesday, August 17, 2022

8:40 AM

Kemah Ruang Tengah

Kemah Ruang Tengah

 


Akhir pekan lalu kami bertiga pergi berkemah bersama dengan teman-teman Ruang Tengah.

 

Disclaimer dulu ya…

Sebetulnya rencana berkemah ini sudah lama dirancang oleh grup diskusi mingguan kami di komunitas sebagai kegiatan kebersamaan. Tapi dalam proses merencanakan ini ada suatu hal yang membuat batin kami terguncang cukup hebat. 😉 Kami dihadapkan oleh dua pilihan sehingga membuat grup kecil ini harus memilih antara bertahan di komunitas atau keluar. Sehingga banyak dari kami memutuskan keluar dan sepakat untuk membuat wadah baru yang cukup fleksibel dengan aturan. Wadah ini kami namakan Ruang Tengah, sebagai tempat kami dapat berbagi, belajar serta berkegiatan bersama.

 

Dan dapat dipastikan grup ini dibentuk bukan sebagai grup pemberontak ataupun menjadi saingan dengan organisasi tempat kami bernaung dulu. Kami hanya lah sekumpulan ibu-ibu yang ingin berkumpul di dalam grup yang lebih santai dan bebas. Sehingga ketika kami ingin belajar lebih banyak ataupun berbagi di luar lingkaran ini, kami tidak merasa terbebani dengan embel-embel identitas. Berhubung rencana ini sudah kadung diurus oleh panitia kecil yang terbentuk, dan teman-teman lain juga tidak kalah antusiasnya, ya wuis lah ya, acara berkemah ini tetap dijalankan saja sebagai kegiatan perdana Ruang Tengah. Sekian untuk disclaimernya, pemirsah.😊



Tercetusnya ide berkemah ini sebetulnya dari akhir bulan Juli lalu ketika kami sedang piknik. Kegiatan piknik ini mulai rutin kami jalankan sejak akhir Maret di minggu ke-empat, tapi kami merasa acara mengobrol di piknik selalu aja kurang lama. Maklum deh ya, namanya juga ibu-ibu selalu ada cerita yang perlu dibagi dan didengar. Lalu, tiba-tiba ada yang keceplosan, “Kita kemping aja, yuk!” Nah, kalau sudah ada yang usul kegiatan tapi tidak ada yang menanggapi kan jadinya mubazir ya. Gak pakai lama, langsung deh tunjuk si pencetus ide jadi ketua panitia dan beberapa teman untuk bantu-bantu. Pasti yang jadi ketua panitia nyesel banget ngusulin ide ini. *lirik manis ke ketua panitia ahhh….😘 Memang enak gitu ya kalau punya jabatan, tinggal tunjuk aja 😋😋

 

Awalnya ada 15 keluarga dan 1 teman yang akan bergabung ketika ide ini dilemparkan ke grup. Tapi di tanggal 13-14 Agustus itu hanya tersisa 12 keluarga yang akan ngeriung bersama. Meski begitu tetap saja ini acara yang dinanti-nantikan oleh kami semua. Di hari keberangkatan, kami sepakat bertemu di titik kumpul lebih dulu sebelum akhirnya kami konvoi naik bersama ke lokasi, Hutan Hujan, Sentul.

 

Berhubung lokasinya agak curam ke bawah dan mobil juga tidak bisa lewat, kami diharuskan untuk berjalan sekitar 500 meter dari tempat parkir. Ada yang lucu di sini, begitu kami sampai di lokasi parkiran dan siap-siap untuk berjalan bersama, kami saling memantau barang bawaan teman-teman. Ini pun menjadi bahan bercandaan kami. Ada yang malu karena merasa heboh bawa bed cover, ada pula yang pede jaya bawa kardus mi instan seakan mau pulang kampung (keluarga gue nih!) dan ada juga yang santai aja dengan bawaan seminim mungkin. Namanya juga beda keluarga ya, pasti gaya dan kebutuhannya juga beda.

 

Setelah kami sudah cukup nyaman – sudah pilih-pilih tenda, beberes sebentar di dalam tenda dan mengurus perintilan ini itu – kegiatan kami mulai. Anak-anak kami minta untuk duduk di tikar – tikar yang sama yang biasa kami pakai juga untuk piknik bulanan. 😁 Di sini kami memang memberikan beberapa peraturan di awal yang harus dijalankan selama berkegiatan bersama. Berhubung tempat kemah ini luas, kami mewajibkan anak-anak untuk selalu lapor ke masing-masing orang tua jika mereka mau pergi ke mana pun, bahkan ke toilet sekalipun. Orang tua perlu tahu kemana mereka pergi. Kami juga meminta anak-anak untuk tidak buang sampah sembarangan. Jika melihat ada teman yang membuang sampah, harap ditegur. Atau melihat sampah, tolong diambil dan dibuang ke tempat sampah. Selanjutnya adalah tidak memetik tanaman, kecuali yang sudah jatuh ke tanah. Tentu ini untuk mengajarkan mereka untuk menghargai ciptaan Tuhan juga ya. Meskipun waktu menjelaskan peraturan bersama ini pakai urut dada dan pijat-pijat kening, karena sedikit-sedikit ada aja komen dari mereka, tapi nyatanya mereka menjalankan juga kesepakatan bersama ini loh. Cakeeeppp!! 👍👍

 

Selesai dengan urusan peraturan bersama yang dilanjut dengan makan siang, kami ajak anak-anak dan orang tua untuk berkegiatan lomba ala-ala 17 Agustusan. Dimulai dengan lomba bawa kelereng dengan sendok. Anak-anak dibagi menjadi 3 grup; balita, usia 6-10 tahun dan remaja. Bapak-bapak dan ibu-ibu pun juga diminta turun buat hura-hura bergembira juga. Selain lomba kelereng, ada juga lomba memasukkan pensil ke dalam botol, lomba pukul air dan yang terakhir lomba makan kerupuk. Hampir semua lomba dimeriahkan oleh anak-anak balita. Mereka lucu deh, semangat ’45 banget begitu diajak ikutan lomba. Serunya lagi, biarpun tidak ada menang atau kalah di perlombaan ini, tapi tidak ada satu pun anak-anak yang komplen karena tidak juara. Hadiahnya pun hanya sekedar snack ringan sederhana kecil-kecilan yang dimakan saat itu kelar. Begitu aja dah bahagia ya. 💕😍

 

Kehebohan lomba-lomba ala 17-an ini bikin anak-anak dan orang tua jadi cepat membaur. Suasana jadi lebih mencair dari sebelumnya. Sehingga untuk menuju kegiatan berikutnya, bermain di sungai, anak-anak juga sudah lebih luwes dari sebelumnya. Nah, sebelum kami jalan menuju ke sungai, kami minta anak-anak untuk berpasangan. Anak yang besar kami minta untuk bertanggung jawab menjaga anak yang lebih kecil. Menariknya, mereka menjadikan tugas berpasangan ini cukup serius. Selama perjalanan menuju ke sungai terlihat anak besar menjaga anak kecil sebaik mungkin. Ada yang digandeng, dirangkul, diajak ngobrol, ditungguin ketika jalannya melambat ataupun dibantu ketika bertemu jalan yang susah untuk ditempuh. Hangat sekali melihat sisi lain dari anak-anak ini deh.

 


Sampai lah kami di sungai, anak-anak sudah tidak sabar ingin main. Dan tugas menjaga anak-anak pun dikembalikan ke orang tua masing-masing. Bukan hanya anak-anak yang seru dan heboh sendiri bertemu dengan air sungai, orang tua juga gak kalah senang. Sungai memang punya daya tarik sendiri ya. Puas banget lah ini anak-anak main di air, dari yang kecil sampai yang gede. Semua hepi!

 

Tapi berhubung mendung dah mulai bergelayut di atas kita, saatnya cepat-cepat harus segera kembali ke tenda. Seperti yang sudah diberitahukan oleh orang-orang setempat di sana, hampir setiap sore sekitar pukul 4 pasti akan turun hujan. Maka dari itu lokasinya dinamakan Hutan Hujan. Bisa begitu ya. Pasti mba Rara rajin mantau ke sini nih buat mastiin setiap jam 4 hujan. 😂😂

 

Syukurlah ketika hujan akhirnya turun kami sudah cukup nyaman di tenda masing-masing. Beruntungnya juga hujan turun cukup ringan. Gue dan Ali sih merasa senang banget bisa santai-santai di dalam tenda sambil melihat pemandangan di depan kami. Sawah hijau yang dibasahi hujan rintik, dengan pemandangan latar hutan pinus dan angin sejuk semilir menerpa kami. Kapan lagi coba menikmati suasanan hening dan syahdu kaya gitu. Meanwhile, anak lanang kami asyik kumpul sama teman abegehnya di tenda lain.

 

Hujan berhenti sekitar pukul 6 sore, tepat makan malam disajikan di resto. Kami menikmati makan malam kami di sana sambil menyatukan meja untuk lebih seru ngobrolnya. Udara tidak terlalu dingin, tapi cukup membuat kami mengenakan sweater atau jaket. Anak-anak juga seru sendiri. Sedangkan bapak-bapak ada yang memilih sendiri menikmati makan malamnya ataupun mengobrol berdua atau bertiga bersama.

 

Selepas makan malam, kami kembali ke tenda. Sambil menunggu api unggun dinyalakan oleh pengurus di sana, kami lanjut mengobrol. Sedangkan anak-anak sudah tidak sabar ingin segera panggang marshamallow. Heboh banget ketika mereka bisa mewujudkan keinginan mereka. Padahal kalau lihat api unggunnya sih meresahkan banget. Tapi untung ada salah satu dari ibu-ibu bisa debus #eh. Kesannya sih marshmallow-nya dipanggang, kenyataannya hanya disodorin bentar demi kepuasaan pemirsah. Judulnya yang penting anak senang! 😁😁

 

Selesai dengan kehebohan anak-anak dan marshmallow, acara mengobrol pun berganti menjadi nyanyi-nyanyi dengan gitar. Sayangnya pemain gitarnya ini gak bisa mewujudkan lagu favorit gue nih, Kangen-nya Dewa dan Kita-nya Sheila on 7. Padahal seru tuh lagunya. Tapi digantikan dengan lagu Sempurna-nya Andra n The Backbone. Wuiih, mantap laaah ini, meski suara ya apa adanya aja lah.

 

Malam semakin larut, satu persatu teman-teman sudah masuk ke tenda. Meninggalkan beberapa orang yang masih pengen mengobrol bersama. Tentu dong Pop Mie gak boleh ketinggalan, soalnya udara makin dingin. Memang ya, setiap kemping itu wajib banget makan mie instan. 😁 Dan sekitar pukul 12 malam kami memutuskan untuk masuk tenda masing-masing dan tewas.

 

Keesokan harinya…


Buat gue yang susah tidur di tempat baru, malam itu gue cukup bisa tidur meski sempat kebangun beberapa kali. Dan berhubung pagi-pagi juga sudah ada yang bangun, gue pun jadi ikut terbangun – masih tidur-tidur ayam sih. Beberapa sudah ada yang bikin kopi, mie instan dan panggang roti. Pada rajin-rajin banget sih ya. Sedangkan gue sehabis ambil satu roti yang sudah dipanggang teman-teman, lebih memilih untuk duduk menyendiri aja sambil nyeruput kopi buatan bapak Ali, menikmati pemandangan di depan gue. Ah… bengong itu emang enak.

 

Selesai makan pagi, kami memutuskan untuk nature walk. Tapi sebelum mulai berjalan, kami meminta anak-anak untuk olahraga sebentar. Kembali anak-anak diminta untuk berpasangan yang sama seperti kemarin. Perjalanan pun dimulai. Kami memasuki hutan pinus, yang ternyata di dalamnya cukup licin dan berlumpur karena hujan kemarin. Entah berapa lama kami berjalan, tapi perjalanannya itu cukup jauh dan makan waktu. Hebatnya, selama itu anak-anak menikmatinya. Hampir tidak ada yang merengek capek atau kelelahan. Selain itu, sepanjang perjalanan ini beberapa orang tua sering melemparkan jokes lucu yang bikin ngakak berjamaah.

 

Sampai juga kami di Gua Garunggang. Cukup menarik tempatnya karena banyak bebatuan, yang menurut penduduk setempat seperti Grand Canyon versi mini. Alami, tidak dibentuk atau dipahat. Berhubung sudah berjalan entah berapa lama tadi, kami memutuskan untuk istirahat sejenak. Beberapa anak remaja dan bapak-bapak memutuskan untuk turun ke gua-nya. Karena penasaran, Si Boy juga ikutan turun. Guanya itu menurun ke bawah, licin dan terjal.

 

Sepertinya waktu sudah semakin siang dan kami perlu kembali ke tenda. Ternyata perjalanan yang harus ditempuh tidak ada jalan lain selain kembali ke jalan yang kami tempuh tadi. Sontak beberapa dari kami langsung merasa lemas tak berdaya. 😂 Tapi kita masih di Indonesia kan ya, tentu selalu ada penyelamat di kala susah seperti ini. Andalan kita semua, Mamang Ojek! 👏


Menggoda sekali kehadiran mereka di sana, meski biaya yang harus dibayar juga gak kira-kira – 50 ribu. Tapi namanya juga ibu-ibu, gak nawar gak afdol kan ya. Ditawar jadi 40 ribu dan Mamang Ojek pun setuju. Dan gue menjadi salah satu yang memilih jalan pintas ini bersama ibu-ibu lain yang sudah melambaikan bendera putih ke kamera.

 

Ini dia kenapa harga ojek begitu mahal di situ. Dengan rute yang aduhai luar biasa macam roller coaster gitu, si Mamang harus punya skill yang jago banget. Baru mulai duduk aja di kursi penumpang, si Mamang sudah mengeluarkan keahliannya untuk bisa membawa kami lewati turunan terjal yang licin. Mana gue pede jaya banget ajak salah satu anak teman yang umurnya 5 tahun – namanya Nana.

 

Di awal Nana sudah tampak gelagat ketakutan. Gue coba meyakinkan ini akan baik-baik saja, jadi gue bilang ke Nana untuk tenang saja, kita pasti bisa lewati ini. Anak ini pun manggut-manggut dan nurut ketika gue minta dia untuk peluk si Mamang. Tidak hanya peluk, tapi gue minta juga untuk menaruh kakinya di paha si Mamang. Dan Nana pun cukup tenang setelah gue afirmasikan seperti itu, bahkan bisa sambil bersenandung. 😂

 

Sementara gue sendiri… ya gitu lah…

Berkali-kali meyakinkan diri gue untuk percaya ke si Mamang. Asli, sungguh susah, sodara-sodaraaaa. Bayangkan jalanan yang ditempuh itu seringkali hanya berjarak beberapa senti dari jurang. Terjal dan licin, dengan roda motor yang sebentar-sebentar terpeleset berjalan di tanah bekas hujan. Motor yang dipakai juga kurang mumpuni, motor matic aja gitu, dengan penumpang yang gak imbang beratnya dengan yang nyetir.😂😂Mana si Mamang berkali-kali bilang, “Peluk aja saya, Bu. Peluk.” Halaaaah – maksudnya biar aman, tapi gue gak merasa begitu. *lap keringet* Sampai akhirnya dia kesel juga kali ya sama gue. Ngomel-ngomel dong ke gue, “Tenang, Bu. Ibu tenang dong. Kalau ibu gak tenang saya juga susah ini” karena gue bentar-bentar minta turun dari motor. 😂😂

 

Aseli sih ini horor banget. Salah perhitungan dikit aja, ban motor tahu-tahu meleset, kelar udah hidup gue dan Nana di tangan si Mamang. Entah berapa kali gue berdoa selama perjalanan demi keselamatan hidup gue dan Nana – anak orang iniiii. 😂😂 Begitu akhirnya sampai di depan tenda kaki gue langsung lemes. Tapi tetep gue bayar dengan harga awal. Perjuangannya memahami ibu-ibu panikan kaya gue ini PR yaa, Mang.

 

Apa kabar, Nana? Dia turun dengan senyum sumringah aja sambil menenteng botol Teh Pucuk di tangan. Kebahagiaan anak memang utama yaaaa, no matter what happen with the parents yang udah jungkir balik. 😂😂😂 Setidaknya selamat sampai bawah aja itu Puji Tuhan, syukur alhamdulilah. Benar-benar keputusan terburuk yang gue ambil dah ah. Apalagi sesaat setelah itu ada suara anak-anak yang terdengar dari kejauhan. “Apakah gue lagi berhalusinasikah ini?”

 

Tidaaaaak. Itu benar suara anak-anak yang memilih jalan untuk turun. Mereka bahagia, kita – para ibu yang memilih jalan pintas pakai ojek – masgyul! Tahu begini mending jalan kaki aja bareng mereka, yang ternyata mereka menemukan jalan pintas yang lebih cepat. Asyeeeem!!!

 

Begitulah acara berkemah kami kemarin. Penuh dengan cerita seru yang akan dikenang suatu hari nanti. Setelah berfoto bersama, kami bersama-sama berjalan kembali menuju ke lapangan parkir. Meski rasanya enggan ya untuk berpisah, tapi kami percaya akan ada momen-momen lagi di kemudian hari.

 

PS: Beberapa ada yang memilih naik ojek untuk membawa barang-barangnya ke lapangan parkir. Keluarga Nana salah satunya. Gak ada tuh rasa ketakutan dari Nana, malah dia duduk di depan Mang Ojek sambil tertawa bergembira saat motornya melewati gue yang terengah-engah di jalan menanjak. Cukup tante Ethep aja yang trauma ya, Na!!😂😂😂