02.22 - Lievell

Friday, February 25, 2022

7:40 AM

Nyokap..

Nyokap..

 

Hubungan gue dengan nyokap tidak selalu bagus. Bahkan bisa dbilang kami tidak terlalu dekat. Begitu banyak memori kurang baik dengan nyokap yang melekat dalam pikiran gue, sehingga dikit banyak ini menyebabkan gue memberi jarak ke nyokap.


Sejak kecil, gue kenyang mendapat hukuman dari nyokap. Entah kenakalan apa yang gue buat di saat itu, tapi gue sering banget dijedotin ke tembok oleh nyokap gue. Pernah juga sebuah pisau mendarat di kepala gue pada saat dia sedang mengupas buah. Setelahnya gue ketakutan banget sih kalau kepala gue berdarah setelah nyokap melakukan itu. sungguh, seinget yang gue lakukan rasanya kenakalan gue tidak seberat itu sampai gue layak mendapat hukuman seperti itu. Tapi ya begitulah nyokap dengan emosinya.


Pengalaman masa kecil yang paling gue inget ada dua yang sangat melekat. Pertama ketika gue mengutang ke teman gue. Anak kecil bisa ngutang, entah dari mana nirunya ini. Jadi ceritanya gue pulang sekolah dengan teman gue, namanya Alex. Rumahnya dekat dengan rumah gue. Mampirlah kami ke minimarket. Namanya anak kecil senang banget lihat deretan cemilan kemasan yang penuh micin. Pilihannya tidak banyak saat itu. Tapi yang gue inget gue pingin beli cemilan itu dengan meminjam uang dari Alex, yang disepakati akan dicicil selama 3 minggu. Alex pun mengangguk, yang gue kira dia sudah setuju dengan kesepakatan ini. Gue pun beli Chitato seharga 700 perak dari uang Alex. Kenapa gue mencicil 3 minggu? Karena uang jajan gue 200 perak seminggu. Eh ini juga kurang ya sebetulnya buat bayar utangnya Alex. Tapi kenapa Alex iya-iya aja, pasti karena dia gak bisa hitung perkalian deh. 😂

Sore pun tiba, eh ada teman memanggil nama gue dari depan rumah. Ternyata Alex. Ada apa ini dia datang ke rumah. Benar saja lintasan pikiran gue saat itu, Alex datang ingin menagih utangnya. Dengan volume suara yang gue kecilin, gue bilang ke Alex kalau gue akan membayar utang gue sampai 3 minggu ke depan. Kan tadi udah sepakat, Lex. Gimana sih lo. Gak ngerti banget sistem utang apa ini orang. Dan mulai lah terdengar oleh nenek gue yang memang tinggal bareng dengan kami. Terkuaklah kebohongan gue saat itu juga.

Nyokap ini bekerja di kantor. Pergi pagi banget, pulang sore menjelang magrib. Begitu sampai di rumah sore itu, disambutlah dengan cerita kenakalan gue yang satu itu oleh nenek gue. Watak nyokap gue ini gampang sekali emosi. Begitu emosi langsung aja dia bereaksi sesuka pikiran liarnya untuk menghukum gue. Dan hukuman yang gue terima akibat mengutang dengan Alex adalah…

Nyokap belikan 10 bungkus Chiki – padahal gue belinya Chitato loh 😁 – untuk dimakan saat itu juga. Dibukain semuanya satu-satu dan harus masuk ke dalam mulut gue. Nangis-nangis lah gue minta ampun ke nyokap. Tentu gak digubris dong ini. Emosi nyokap gue semakin tersulut dengan tangisan minta ampun gue, dia ambil kamera dan minta gue untuk duduk di lantai dengan bungkusan Chiki bertebaran di sekliling gue. Dia mengabadikan momen itu. Mana saat itu outfit gue cakep banget lagi – kaos kutang dan celana kolor doang. Sambil mengucap nanti akan diperbanyak foto itu dan disebar ke sekolahan dan keluarga besar. Supaya tahu kalau gue ini tukang utang.

Cerita kedua yang gue inget waktu kecil. Kalau ini masalahnya apa, lagi-lagi gue gak inget. Tapi yang membekas diingatan gue adalah semua baju gue dimasukkan nyokap ke tas besar dan satu persatu tas itu dibawa bokap masuk ke dalam mobil. Gue nangis minta ampun karena gue takut dibawa ke rumah panti asuhan. Gue mau diusir dari rumah. Tidak ada orang dewasa yang menolong gue saat itu. Bahkan nenek dan bokap gue turut ikut perintah nyokap. Segitu niatnya sih nyokap mengusir gue, dan entah gimana juga gue akhirnya juga gue gak tahu.

Dua memori masa kecil yang paling gue ingat, meski gue gak inget sama sekali sih apa sebabnya tapi melekat sampai ke detilnya gue merasakan hukuman itu.


Nyokap itu cukup keras sama gue. Tapi tidak ke adik gue. Menurut gue, tapi tentu adik gue tidak setuju dengan pernyataan gue ini. Bagi adik gue, nyokap itu sering memuja gue di depan adik gue dan membandingkan dengannya. Keburukan nyokap lainnya lagi. Sering banget dia melakukan ini di depan kami berdua. Ketika sama gue, dia akan angkat bagus dan baiknya adik gue sampai gue merasa sebal banget dengan adik gue. Begitu juga sebaliknya, diam-diam nyokap membanggakan gue depan adik gue. Siapa juga yang gak kesal ya kalau dibandingkan begini terus-terusan?

Dalam kacamata gue, adik gue ini tumbuh dengan dimanja oleh bokap nyokap. Waktu sekolah, gue senang sebetulnya bersepeda pulang pergi ke sekolah. Tapi jadi agak kesal ketika mendapati adik gue diberi fasilitas naik antar jemput setiap pergi dan pulang sekolah sambil ditemani oleh nenek, padahal jarak sekolah tidak lebih dari 1 KM dari rumah. Ada rasa iri ketika melihat mobil antar jemput mereka melintasi gue yang sedang mengayuh sepeda ke sekolah. Mana tas selempang gue sering nyangkut di bawah dudukan sepeda lagi, bikin leher beberapa kali tercekik sebelah dan harus berhenti untuk membenarkan posisi tas.

Perlakuan berbeda ini sungguh membuat gue merasa yakin nyokap tidak sayang sama gue. Apalagi nyokap sering banget memeluk dan mencium adik gue di depan gue. Sedangkan nyokap hampir bisa dibilang tidak melakukan ini ke gue. Melihat keduanya berpelukan dengan nyokap mencium adik gue bertubi-tubi itu bikin gue iri. Gue juga pengen. Tapi yang ada gue dulu yang harus menghampiri nyokap baru nyokap akan memeluk gue, itupun gak pakai bonus ciuman. 😁

Masa remaja jauh lebih gila lagi. Gue yang nyaman main dengan anak cowo, mulai merasa tertarik dengan mereka. Ada dua anak cowo yang dekat dengan gue saat itu. Mereka datang dari luar komplek dan seringnya kalau datang sekitar jam 7 malam. Tentu bokap nyokap gak suka ini. Apalagi nakalnya gue dengan mereka itu sampai naik motor keluar komplek, padahal jelas mereka ini tidak punya SIM saat itu. Belum lagi gue sering berbohong ke nenek untuk bisa keluar dengan mereka siang-siang. Dan begitu ketahuan, wah jangan ditanya betapa berangnya nyokap. Sepulang dari kerja, begitu masuk ke dalam rumah dan mendapati laporan cerita dari nenek gue, sontak nyokap emosi. Ya siapa yang tidak emosi sih ya kalau dipikir-pikir. Pulang kerja sudah capek, yang didapat anak gadisnya berulah gak karuan. Tangan nyokap mah gak sekali dua kali mendarat manis di pipi gue setelah itu.

Karena tidak harmonisnya hubungan gue dengan nyokap ini membuat gue sering banget berulah. Tapi seringnya sih dengan teman dan guru di sekolah. Ribut dengan teman macam ketua gangster itu sering banget sih gue lakukan. Bahkan pernah ada pengakuan dari seorang teman kalau pacarnya saat itu hampir saja membunuh gue. Dia sudah menyiapkan pisau di balik jaketnya yang siap untuk menusuk gue. Dan banyak kenakalan-kenakalan gue lainnya yang kalau ditonton ulang sama gue saat ini juga bikin gue urut dada sih.

Menjelang dewasa hubungan gue dengan nyokap makin menjadi tidak dekat. Sering banget gue komplen dengan sikap nyokap yang sering membela adik gue. Setiap gue berantem dengan adik gue, selalu adik gue yang dibela. Masih kecil dia. Padahal badannya aja udah lebih gede dari gue. Tetap aja dia selalu dibilang masih kecil. Ya sampai tua juga umurnya dia gak akan pernah melewati gue lah, tetap lebih kecil dari gue. Tapi ya begitulah nyokap, sebegitu dibelainnya lah adik gue. Selalu ada alasan untuk membela adik gue. Dan ini menyebabkan gue juga jadi marah ke nyokap.


 

Sikap nyokap yang arogan, yang merasa mau dihormati dan tidak akan memulai pembicaraan dengan gue kalau tidak dimulai dari gue yang mengalah lebih dulu, bikin gue semakin menantangnya. Bisa banget gue marah ke nyokap dengan tidak bicara sama sekali dengannya. Dari yang mungkin ngambek ala anak abege, gak keluar kamar, sampai gue bisa gak bicara sama nyokap berminggu-minggu, berbulan-bulan sampai setahun. Rekor banget itu yang setahun, dan diulang di tahun berikutnya. Padahal kami berada dalam satu rumah yang sama. Masing-masing tidak saling bertegur sapa. Keluar kamar kalau nyokap tidak sedang di area depan, begitu juga sebaliknya. Meskipun nyokap hampir tidak begini ke adik gue, bahkan setelah adik gue diomelin nyokap. Adik gue ini tahu bagaimana menjilat nyokap gue sih, sedangkan gue anti dengan sikap kaya gitu.

Hanya sekali nyokap menurunkan arogansinya ketika gue mau menikah. Gue merasa tidak apa-apa banget kalau menikah tanpa perlu adanya kehadiran nyokap di pelaminan gue. Sedangkan mungkin nyokap merasa malu kalau sampai saat itu tiba dan dia tetap bergeming dengan arogannya tidak mau mengalah dengan gue. Suatu malam dia datang ke kamar gue dan minta maaf. Wah, gue merasa menang dengan sikapnya ini. Tentu gue memakai gayanya sewaktu nyokap minta maaf ke gue. Duduk santai di tempat tidur, dengan pandangan tidak melihat ke nyokap melainkan ke TV di depan gue, tentu dengan muka yang sedikit didongakan ke atas. Kesannya arogan sekali ya, padahal hati ini deg-degan setengah mampus. Channel TV beberapa saat sekali diganti sambil mendengar apa yang sedang diutarakan nyokap.

Itulah nyokap gue, yang menjawab emosinya yang tidak stabil dengan marah, teriak, lempar barang, menjedutkan anak ke tembok, menendang anaknya, menyiramnya dengan air seperti lagi mengusir kucing lagi berantem, menampar, menyubit, mengusir, mengutuk jadi orang tidak berhasil dan segala yang jelek-jelek untuk masa depan anaknya, you name it lah. Sampai-sampai gue tumbuh dengan banyak sakit hati dengan nyokap. Ya, dia menyematkan banyak luka di diri gue yang membentuk gue menjadi pribadi gue yang sekarang.

Tapi karena itu juga gue jadi belajar untuk mengenal diri gue sendiri. Mengenal dan menerima juga nyokap yang seperti itu. Gue yakin nyokap juga melalui masa lalunya dengan penuh luka. Luka yang melekat lama, sampai berkerak mungkin, di dalam dirinya. Sehingga sebetulnya menyembuhkan luka itu bagian dari perjalanan hidup, tapi mungkin nyokap tidak tahu bagaimana memeluk lukanya.


Hari ini ulang tahunnya ke 63 tahun. Sudah lama gue tidak menelponnya, kangen. Habis ini gue akan mengucapkan Selamat Ulang Tahun, dan menyematkan doa untuknya. Semoga Mami bisa bahagia selalu dalam menjalani masa tuanya. Diesertai sehat dan berkat yang menaunginya selalu. Meski gue dan keluarga kecil gue tidak lagi sering bisa berkunjung, tapi nyokap tetap selalu menjadi orang kesayangan gue. I love you, Mom!! 💗💗


PS: proses menyembuhkan luka ini masih belum selesai ya. Masih terus dan terus.....

Sunday, February 6, 2022

11:12 AM

Ourselves - Diri Kita

Ourselves - Diri Kita

 Seberapa penting sih sebetulnya kita perlu mengenal diri kita sendiri?


Sepertinya gue agak sedikit telat belajar mengenal diri gue sendiri. Dulu, ketika sekolah, tidak pernah sekalipun terlintas di pikiran gue untuk kenalan dengan diri gue. Gue terlalu sibuk untuk tidak terlihat berbeda dengan teman-teman. Sebisa mungkin hidup gue sama dengan mereka. Parameter gue selalu bergantung dari kacamata teman. Sama sekali tidak ada di pikiran untuk melihat lebih jauh siapa diri gue sebenarnya. Begitupun masa kuliah. Meskipun sudah masuk usia dewasa, tapi gue tidak serta merta menjadi matang secara pikiran. Penampilan luar selalu menjadi pusat perhatian gue. Bagaimana gue terlihat menjadi satu hal yang penting banget gue pikirkan. Mengenal diri sendiri dalam bayangan gue saat itu sama halnya terlihat menarik secara fisik.

 

Sampai akhirnya gue punya Fritz. Mungkin ini adalah momen dimana gue mulai belajar untuk tidak lagi melihat penampilan fisik yang menjadi perhatian utama gue. Ada satu kesadaran diri ketika seorang bayi hadir dalam hidup gue dan Ali. Gue merasa harus menjadi versi terbaik dari diri gue demi anak ini. Gue harus bisa menjadi panutan yang bagus buatnya. Nah, di waktu inilah pelan-pelan gue mulai belajar untuk mengenal diri gue. Agak telat sih secara umur, tapi gue percaya tidak pernah ada kata terlambat untuk belajar. Eaaa….😆

 

Perjalanan mengenal diri ini ternyata tidak mudah. Beberapa kali gue terbentur, terperosok, jumpalitan, guling-gulingan bahkan sampai koprol. Tapi lagi-lagi, gue percaya kita hadir di dunia ini sebetulnya punya tujuan. Bukan hanya dilahirkan, hidup, menikah, punya anak, lalu menua dan selesai. Dan proses mengenali siapa diri gue sebenarnya ini pun dimulai.

 

Tepatnya ketika gue memutuskan menjalankan Pendidikan Rumah alias homeschooling (HS) buat Fritz. Awalnya gue pikir ini akan jadi perjalanan mendidik anak saja. Bagaimana gue yang notabene seorang guru memilih untuk mengajar anaknya sendiri. That’s it. Tidak lebih, tidak kurang. Tapi ternyata gue berpikir pendek, sodara-sodara. HS lebih dari itu. HS membawa gue jauh mengenal hidup gue lebih jauh lagi. HS menuntun gue menuju perjalanan spiritual kehidupan gue. Tsaaah, dalam banget ini obrolannya. 😜

 

Berawal dari mencoba mencari tahu dan berkenalan dengan para penggiat homeschool di tahun 2012. Bergerilya mencari informasi lewat teman-teman yang sudah lebih dulu menjalaninya. Berteman satu demi satu dengan mereka, mengenali kebiasaan mereka ber-HS, sampai akhirnya berkumpul bersama dalam satu komunitas kecil bernama Ibu Jari. Di sini gue banyak terbuka secara pikiran dan mata gue melihat kehidupan. Lewat mereka, gue pertama kali belajar mengenal diri gue sendiri dan apa yang gue mau dalam hidup gue. Melihat anak, suami serta arti keluarga dari sisi berbeda.

 

Perjalanan berlanjut di tahun 2015. Persimpangan jalan antara memilih tetap berHS atau mulai sekolah formal. Di sini gue banyak berdiskusi dengan Ali dan juga Fritz, dan akhirnya kami sepakat tetap memilih HS sebagai jalur perjalanan pendidikan buat Fritz. Berkegiatan lah kami di Komunitas Oase di tahun ini. Di sini kami bertemu dengan banyak teman yang baru, meskipun ada juga yang sudah kami kenal di tahun-tahun sebelumnya. Sungguh menyenangkan perjalanan HS bersama komunitas ini. Bukan hanya Fritz yang bertemu dengan teman-teman baru, tapi kami sebagai keluarga pun berkenalan dengan keluarga HS lainnya.


Tanpa disadari, pertemanan keluarga ini akhirnya mengerucut di akhir tahun 2016. Beberapa keluarga memilih untuk berkegiatan bersama di Kaplongan. Sehingga kami sepakat memilih nama DeKaplongan sebagai nama grup kecil kami ini. Dalam perjalanannya kami banyak berproses bersama dalam mengenal diri kami masing-masing. Seringkali kami meluangkan waktu untuk berdiskusi tentang spiritual dalam kehidupan, tentu disamping belajar hal-hal lainnya yang masih terkait dengan HS. Menarik sekali sebetulnya mempelajari tentang hal spiritual ini, sehingga mengenal diri gue semakin jelas saja dari obrolan-obrolan yang sering kami lakukan di meja (makan) oval itu.

 

Apalagi dalam perjalanan mengenal diri ini gue banyak ngobrol bareng dengan Lia. Bukan Milea yang biasa dipanggil Lia sama Dilan ya. Lia, emaknya Mas Abi dan Nduk Anin, istrinya Bapak Aji Wijaya. Begitu banyak yang sering gue bahas bareng Lia, meskipun lebih banyak debatnya karena gak cocok pemikirannya sih. Tapi emang Lia itu sayang banget ya sama gue, sampai-sampai rela direcokin terus sama gue. I love you, Liaaaaa. 💗💗 Dan dari obrolan-obrolan yang sering kita lalui, gue semakin belajar lebih dalam lagi mengenal diri gue sendiri.

 

Jalan untuk mengenal diri pun semakin terbuka lebar. Awalnya mungkin hanya satu jalan utama, tapi semakin ke sini semakin banyak jalan-jalan yang dibukakan untuk mempelajari diri ini. 5 tahun terakhir ini gue memilih metode Charlotte Mason untuk pendidikan rumah Fritz. Dan lewat CM pula-lah gue semakin merasa proses mengenali diri menjadi lebih dalam lagi. Bukan lagi lewat bertanya dan curhat dengan teman, tapi lewat buku serta hasil dari diskusi dan refleksi dengan diri sendiri yang membuat gue semakin kenal siapa diri gue sebenarnya.

 

Kalau dari tadi gue terus bilang mengenal diri sendiri, lantas yang baca pasti bingung. Sebenarnya gue selama ini amnesia apa gimana sih sampai gak kenal sama diri gue sendiri? Padahal kan jelas ya mengenal diri sendiri itu mudah. Hmm. Coba deh jabarkan secara panjang lebar siapa diri kita, apa maunya dalam hidup kita, dan sudah berbuat apa saja dalam kehidupan ini? Percaya, itu tidak mudah. Ada hal-hal dimana yang selama ini mungkin kita tidak pernah tahu kedalaman pikiran, perasaan serta sifat dan sikap yang kita punya. Apalagi dengan hal-hal yang terjadi dalam kehidupan kita. Nah ini perlu disadari, dicari serta digali untuk membuat hidup kita semakin berarti.

 

Gue pun semakin percaya, ketika kita mencari, semesta pun akan menyediakannya. Begitu seperti halnya ketika gue merasa perlu belajar untuk kenal dengan diri gue sendiri, paham siapa gue dan bagaimana memperlakukan diri gue, serta jujur dengan pribadi gue, Tuhan pun memberikan jalannya lewat orang-orang yang dikirimNya. Entah bagaimana caranya, mereka hadir untuk memberikan gue banyak pelajaran dalam hidup. 💕