2022 - Lievell

Wednesday, August 17, 2022

8:40 AM

Kemah Ruang Tengah

Kemah Ruang Tengah

 


Akhir pekan lalu kami bertiga pergi berkemah bersama dengan teman-teman Ruang Tengah.

 

Disclaimer dulu ya…

Sebetulnya rencana berkemah ini sudah lama dirancang oleh grup diskusi mingguan kami di komunitas sebagai kegiatan kebersamaan. Tapi dalam proses merencanakan ini ada suatu hal yang membuat batin kami terguncang cukup hebat. 😉 Kami dihadapkan oleh dua pilihan sehingga membuat grup kecil ini harus memilih antara bertahan di komunitas atau keluar. Sehingga banyak dari kami memutuskan keluar dan sepakat untuk membuat wadah baru yang cukup fleksibel dengan aturan. Wadah ini kami namakan Ruang Tengah, sebagai tempat kami dapat berbagi, belajar serta berkegiatan bersama.

 

Dan dapat dipastikan grup ini dibentuk bukan sebagai grup pemberontak ataupun menjadi saingan dengan organisasi tempat kami bernaung dulu. Kami hanya lah sekumpulan ibu-ibu yang ingin berkumpul di dalam grup yang lebih santai dan bebas. Sehingga ketika kami ingin belajar lebih banyak ataupun berbagi di luar lingkaran ini, kami tidak merasa terbebani dengan embel-embel identitas. Berhubung rencana ini sudah kadung diurus oleh panitia kecil yang terbentuk, dan teman-teman lain juga tidak kalah antusiasnya, ya wuis lah ya, acara berkemah ini tetap dijalankan saja sebagai kegiatan perdana Ruang Tengah. Sekian untuk disclaimernya, pemirsah.😊



Tercetusnya ide berkemah ini sebetulnya dari akhir bulan Juli lalu ketika kami sedang piknik. Kegiatan piknik ini mulai rutin kami jalankan sejak akhir Maret di minggu ke-empat, tapi kami merasa acara mengobrol di piknik selalu aja kurang lama. Maklum deh ya, namanya juga ibu-ibu selalu ada cerita yang perlu dibagi dan didengar. Lalu, tiba-tiba ada yang keceplosan, “Kita kemping aja, yuk!” Nah, kalau sudah ada yang usul kegiatan tapi tidak ada yang menanggapi kan jadinya mubazir ya. Gak pakai lama, langsung deh tunjuk si pencetus ide jadi ketua panitia dan beberapa teman untuk bantu-bantu. Pasti yang jadi ketua panitia nyesel banget ngusulin ide ini. *lirik manis ke ketua panitia ahhh….😘 Memang enak gitu ya kalau punya jabatan, tinggal tunjuk aja 😋😋

 

Awalnya ada 15 keluarga dan 1 teman yang akan bergabung ketika ide ini dilemparkan ke grup. Tapi di tanggal 13-14 Agustus itu hanya tersisa 12 keluarga yang akan ngeriung bersama. Meski begitu tetap saja ini acara yang dinanti-nantikan oleh kami semua. Di hari keberangkatan, kami sepakat bertemu di titik kumpul lebih dulu sebelum akhirnya kami konvoi naik bersama ke lokasi, Hutan Hujan, Sentul.

 

Berhubung lokasinya agak curam ke bawah dan mobil juga tidak bisa lewat, kami diharuskan untuk berjalan sekitar 500 meter dari tempat parkir. Ada yang lucu di sini, begitu kami sampai di lokasi parkiran dan siap-siap untuk berjalan bersama, kami saling memantau barang bawaan teman-teman. Ini pun menjadi bahan bercandaan kami. Ada yang malu karena merasa heboh bawa bed cover, ada pula yang pede jaya bawa kardus mi instan seakan mau pulang kampung (keluarga gue nih!) dan ada juga yang santai aja dengan bawaan seminim mungkin. Namanya juga beda keluarga ya, pasti gaya dan kebutuhannya juga beda.

 

Setelah kami sudah cukup nyaman – sudah pilih-pilih tenda, beberes sebentar di dalam tenda dan mengurus perintilan ini itu – kegiatan kami mulai. Anak-anak kami minta untuk duduk di tikar – tikar yang sama yang biasa kami pakai juga untuk piknik bulanan. 😁 Di sini kami memang memberikan beberapa peraturan di awal yang harus dijalankan selama berkegiatan bersama. Berhubung tempat kemah ini luas, kami mewajibkan anak-anak untuk selalu lapor ke masing-masing orang tua jika mereka mau pergi ke mana pun, bahkan ke toilet sekalipun. Orang tua perlu tahu kemana mereka pergi. Kami juga meminta anak-anak untuk tidak buang sampah sembarangan. Jika melihat ada teman yang membuang sampah, harap ditegur. Atau melihat sampah, tolong diambil dan dibuang ke tempat sampah. Selanjutnya adalah tidak memetik tanaman, kecuali yang sudah jatuh ke tanah. Tentu ini untuk mengajarkan mereka untuk menghargai ciptaan Tuhan juga ya. Meskipun waktu menjelaskan peraturan bersama ini pakai urut dada dan pijat-pijat kening, karena sedikit-sedikit ada aja komen dari mereka, tapi nyatanya mereka menjalankan juga kesepakatan bersama ini loh. Cakeeeppp!! 👍👍

 

Selesai dengan urusan peraturan bersama yang dilanjut dengan makan siang, kami ajak anak-anak dan orang tua untuk berkegiatan lomba ala-ala 17 Agustusan. Dimulai dengan lomba bawa kelereng dengan sendok. Anak-anak dibagi menjadi 3 grup; balita, usia 6-10 tahun dan remaja. Bapak-bapak dan ibu-ibu pun juga diminta turun buat hura-hura bergembira juga. Selain lomba kelereng, ada juga lomba memasukkan pensil ke dalam botol, lomba pukul air dan yang terakhir lomba makan kerupuk. Hampir semua lomba dimeriahkan oleh anak-anak balita. Mereka lucu deh, semangat ’45 banget begitu diajak ikutan lomba. Serunya lagi, biarpun tidak ada menang atau kalah di perlombaan ini, tapi tidak ada satu pun anak-anak yang komplen karena tidak juara. Hadiahnya pun hanya sekedar snack ringan sederhana kecil-kecilan yang dimakan saat itu kelar. Begitu aja dah bahagia ya. 💕😍

 

Kehebohan lomba-lomba ala 17-an ini bikin anak-anak dan orang tua jadi cepat membaur. Suasana jadi lebih mencair dari sebelumnya. Sehingga untuk menuju kegiatan berikutnya, bermain di sungai, anak-anak juga sudah lebih luwes dari sebelumnya. Nah, sebelum kami jalan menuju ke sungai, kami minta anak-anak untuk berpasangan. Anak yang besar kami minta untuk bertanggung jawab menjaga anak yang lebih kecil. Menariknya, mereka menjadikan tugas berpasangan ini cukup serius. Selama perjalanan menuju ke sungai terlihat anak besar menjaga anak kecil sebaik mungkin. Ada yang digandeng, dirangkul, diajak ngobrol, ditungguin ketika jalannya melambat ataupun dibantu ketika bertemu jalan yang susah untuk ditempuh. Hangat sekali melihat sisi lain dari anak-anak ini deh.

 


Sampai lah kami di sungai, anak-anak sudah tidak sabar ingin main. Dan tugas menjaga anak-anak pun dikembalikan ke orang tua masing-masing. Bukan hanya anak-anak yang seru dan heboh sendiri bertemu dengan air sungai, orang tua juga gak kalah senang. Sungai memang punya daya tarik sendiri ya. Puas banget lah ini anak-anak main di air, dari yang kecil sampai yang gede. Semua hepi!

 

Tapi berhubung mendung dah mulai bergelayut di atas kita, saatnya cepat-cepat harus segera kembali ke tenda. Seperti yang sudah diberitahukan oleh orang-orang setempat di sana, hampir setiap sore sekitar pukul 4 pasti akan turun hujan. Maka dari itu lokasinya dinamakan Hutan Hujan. Bisa begitu ya. Pasti mba Rara rajin mantau ke sini nih buat mastiin setiap jam 4 hujan. 😂😂

 

Syukurlah ketika hujan akhirnya turun kami sudah cukup nyaman di tenda masing-masing. Beruntungnya juga hujan turun cukup ringan. Gue dan Ali sih merasa senang banget bisa santai-santai di dalam tenda sambil melihat pemandangan di depan kami. Sawah hijau yang dibasahi hujan rintik, dengan pemandangan latar hutan pinus dan angin sejuk semilir menerpa kami. Kapan lagi coba menikmati suasanan hening dan syahdu kaya gitu. Meanwhile, anak lanang kami asyik kumpul sama teman abegehnya di tenda lain.

 

Hujan berhenti sekitar pukul 6 sore, tepat makan malam disajikan di resto. Kami menikmati makan malam kami di sana sambil menyatukan meja untuk lebih seru ngobrolnya. Udara tidak terlalu dingin, tapi cukup membuat kami mengenakan sweater atau jaket. Anak-anak juga seru sendiri. Sedangkan bapak-bapak ada yang memilih sendiri menikmati makan malamnya ataupun mengobrol berdua atau bertiga bersama.

 

Selepas makan malam, kami kembali ke tenda. Sambil menunggu api unggun dinyalakan oleh pengurus di sana, kami lanjut mengobrol. Sedangkan anak-anak sudah tidak sabar ingin segera panggang marshamallow. Heboh banget ketika mereka bisa mewujudkan keinginan mereka. Padahal kalau lihat api unggunnya sih meresahkan banget. Tapi untung ada salah satu dari ibu-ibu bisa debus #eh. Kesannya sih marshmallow-nya dipanggang, kenyataannya hanya disodorin bentar demi kepuasaan pemirsah. Judulnya yang penting anak senang! 😁😁

 

Selesai dengan kehebohan anak-anak dan marshmallow, acara mengobrol pun berganti menjadi nyanyi-nyanyi dengan gitar. Sayangnya pemain gitarnya ini gak bisa mewujudkan lagu favorit gue nih, Kangen-nya Dewa dan Kita-nya Sheila on 7. Padahal seru tuh lagunya. Tapi digantikan dengan lagu Sempurna-nya Andra n The Backbone. Wuiih, mantap laaah ini, meski suara ya apa adanya aja lah.

 

Malam semakin larut, satu persatu teman-teman sudah masuk ke tenda. Meninggalkan beberapa orang yang masih pengen mengobrol bersama. Tentu dong Pop Mie gak boleh ketinggalan, soalnya udara makin dingin. Memang ya, setiap kemping itu wajib banget makan mie instan. 😁 Dan sekitar pukul 12 malam kami memutuskan untuk masuk tenda masing-masing dan tewas.

 

Keesokan harinya…


Buat gue yang susah tidur di tempat baru, malam itu gue cukup bisa tidur meski sempat kebangun beberapa kali. Dan berhubung pagi-pagi juga sudah ada yang bangun, gue pun jadi ikut terbangun – masih tidur-tidur ayam sih. Beberapa sudah ada yang bikin kopi, mie instan dan panggang roti. Pada rajin-rajin banget sih ya. Sedangkan gue sehabis ambil satu roti yang sudah dipanggang teman-teman, lebih memilih untuk duduk menyendiri aja sambil nyeruput kopi buatan bapak Ali, menikmati pemandangan di depan gue. Ah… bengong itu emang enak.

 

Selesai makan pagi, kami memutuskan untuk nature walk. Tapi sebelum mulai berjalan, kami meminta anak-anak untuk olahraga sebentar. Kembali anak-anak diminta untuk berpasangan yang sama seperti kemarin. Perjalanan pun dimulai. Kami memasuki hutan pinus, yang ternyata di dalamnya cukup licin dan berlumpur karena hujan kemarin. Entah berapa lama kami berjalan, tapi perjalanannya itu cukup jauh dan makan waktu. Hebatnya, selama itu anak-anak menikmatinya. Hampir tidak ada yang merengek capek atau kelelahan. Selain itu, sepanjang perjalanan ini beberapa orang tua sering melemparkan jokes lucu yang bikin ngakak berjamaah.

 

Sampai juga kami di Gua Garunggang. Cukup menarik tempatnya karena banyak bebatuan, yang menurut penduduk setempat seperti Grand Canyon versi mini. Alami, tidak dibentuk atau dipahat. Berhubung sudah berjalan entah berapa lama tadi, kami memutuskan untuk istirahat sejenak. Beberapa anak remaja dan bapak-bapak memutuskan untuk turun ke gua-nya. Karena penasaran, Si Boy juga ikutan turun. Guanya itu menurun ke bawah, licin dan terjal.

 

Sepertinya waktu sudah semakin siang dan kami perlu kembali ke tenda. Ternyata perjalanan yang harus ditempuh tidak ada jalan lain selain kembali ke jalan yang kami tempuh tadi. Sontak beberapa dari kami langsung merasa lemas tak berdaya. 😂 Tapi kita masih di Indonesia kan ya, tentu selalu ada penyelamat di kala susah seperti ini. Andalan kita semua, Mamang Ojek! 👏


Menggoda sekali kehadiran mereka di sana, meski biaya yang harus dibayar juga gak kira-kira – 50 ribu. Tapi namanya juga ibu-ibu, gak nawar gak afdol kan ya. Ditawar jadi 40 ribu dan Mamang Ojek pun setuju. Dan gue menjadi salah satu yang memilih jalan pintas ini bersama ibu-ibu lain yang sudah melambaikan bendera putih ke kamera.

 

Ini dia kenapa harga ojek begitu mahal di situ. Dengan rute yang aduhai luar biasa macam roller coaster gitu, si Mamang harus punya skill yang jago banget. Baru mulai duduk aja di kursi penumpang, si Mamang sudah mengeluarkan keahliannya untuk bisa membawa kami lewati turunan terjal yang licin. Mana gue pede jaya banget ajak salah satu anak teman yang umurnya 5 tahun – namanya Nana.

 

Di awal Nana sudah tampak gelagat ketakutan. Gue coba meyakinkan ini akan baik-baik saja, jadi gue bilang ke Nana untuk tenang saja, kita pasti bisa lewati ini. Anak ini pun manggut-manggut dan nurut ketika gue minta dia untuk peluk si Mamang. Tidak hanya peluk, tapi gue minta juga untuk menaruh kakinya di paha si Mamang. Dan Nana pun cukup tenang setelah gue afirmasikan seperti itu, bahkan bisa sambil bersenandung. 😂

 

Sementara gue sendiri… ya gitu lah…

Berkali-kali meyakinkan diri gue untuk percaya ke si Mamang. Asli, sungguh susah, sodara-sodaraaaa. Bayangkan jalanan yang ditempuh itu seringkali hanya berjarak beberapa senti dari jurang. Terjal dan licin, dengan roda motor yang sebentar-sebentar terpeleset berjalan di tanah bekas hujan. Motor yang dipakai juga kurang mumpuni, motor matic aja gitu, dengan penumpang yang gak imbang beratnya dengan yang nyetir.😂😂Mana si Mamang berkali-kali bilang, “Peluk aja saya, Bu. Peluk.” Halaaaah – maksudnya biar aman, tapi gue gak merasa begitu. *lap keringet* Sampai akhirnya dia kesel juga kali ya sama gue. Ngomel-ngomel dong ke gue, “Tenang, Bu. Ibu tenang dong. Kalau ibu gak tenang saya juga susah ini” karena gue bentar-bentar minta turun dari motor. 😂😂

 

Aseli sih ini horor banget. Salah perhitungan dikit aja, ban motor tahu-tahu meleset, kelar udah hidup gue dan Nana di tangan si Mamang. Entah berapa kali gue berdoa selama perjalanan demi keselamatan hidup gue dan Nana – anak orang iniiii. 😂😂 Begitu akhirnya sampai di depan tenda kaki gue langsung lemes. Tapi tetep gue bayar dengan harga awal. Perjuangannya memahami ibu-ibu panikan kaya gue ini PR yaa, Mang.

 

Apa kabar, Nana? Dia turun dengan senyum sumringah aja sambil menenteng botol Teh Pucuk di tangan. Kebahagiaan anak memang utama yaaaa, no matter what happen with the parents yang udah jungkir balik. 😂😂😂 Setidaknya selamat sampai bawah aja itu Puji Tuhan, syukur alhamdulilah. Benar-benar keputusan terburuk yang gue ambil dah ah. Apalagi sesaat setelah itu ada suara anak-anak yang terdengar dari kejauhan. “Apakah gue lagi berhalusinasikah ini?”

 

Tidaaaaak. Itu benar suara anak-anak yang memilih jalan untuk turun. Mereka bahagia, kita – para ibu yang memilih jalan pintas pakai ojek – masgyul! Tahu begini mending jalan kaki aja bareng mereka, yang ternyata mereka menemukan jalan pintas yang lebih cepat. Asyeeeem!!!

 

Begitulah acara berkemah kami kemarin. Penuh dengan cerita seru yang akan dikenang suatu hari nanti. Setelah berfoto bersama, kami bersama-sama berjalan kembali menuju ke lapangan parkir. Meski rasanya enggan ya untuk berpisah, tapi kami percaya akan ada momen-momen lagi di kemudian hari.

 

PS: Beberapa ada yang memilih naik ojek untuk membawa barang-barangnya ke lapangan parkir. Keluarga Nana salah satunya. Gak ada tuh rasa ketakutan dari Nana, malah dia duduk di depan Mang Ojek sambil tertawa bergembira saat motornya melewati gue yang terengah-engah di jalan menanjak. Cukup tante Ethep aja yang trauma ya, Na!!😂😂😂

Monday, May 9, 2022

8:25 PM

Tentang si anak umur 13 tahun..

Tentang si anak umur 13 tahun..


Ada suatu waktu anak ini datang ke kamar gue, lalu dia tiduran di sebelah gue dengan muka muram. Setelah gue tanya ada apa, eh tahu-tahu dia nangis. Lalu dia cerita ada rasa takut yang datang jika nanti sampai dewasa dia tidak juga mempunyai pekerjaan yang layak buat dirinya.


Hal-hal seperti ini menjadi bahan yang cakep sekali buat dibahas berdua bareng-bareng memang. Tanpa lama lagi gue langsung tanya dengan muka yang dibuat sedatar mungkin – padahal mah lihat anak udah gede begini nangis dan yang dibahas soal masa depan gini bikin nyes juga hati gue, namanya juga emak kali ya. Kurang lebih beginilah percakapan yang terjadi di antara kami berdua.


“Kenapa bisa datang pikiran kaya gitu?”


Lalu dia cerita tentang teman-teman yang ada di sekelilingnya. Sepertinya mereka sudah punya hal yang diminati dan menjadi fokus mereka saat ini. Bahkan sudah menghasilkan sesuatu dari situ, entah dalam bentuk prestasi ataupun berupa uang. Sedangkan dia sendiri seperti tidak punya apapun yang menjadi minatnya. Perasaan ini akhirnya muncul dan menjadi ketakutannya sendiri.


“Apakah semua teman-teman kamu seperti ini?”


Hampir semua menurutnya. Seketika gue minta dia untuk sebutkan nama-nama serta prestasi mereka yang ternyata hanya segelintir aja. Lalu gue coba sebutkan beberapa nama teman-teman lain yang tidak mempunyai prestasi apa-apa di umurnya, ternyata dia pun tidak ingat mereka. Yah, begitulah manusia ya. Sangat wajar kalau kita hanya melihat sesuatu yang hebat aja, tapi lupa untuk nengok ke sisi lain bahwa ada juga kok yang seperti kita.


“Jadi menurut kamu di usia kamu sekarang ini perlu mempunyai sesuatu yang diminati dan menjadi prestasi?”


Dia pun bingung. Sama sekali tidak ada bayangan di dalam pikirannya apa yang harus dilakukan di usianya yang sekarang. Sedangkan untuk melakukan yang rutin, mengasah kemampuan yang sama setiap hari, bukan sesuatu yang dia sukai, menurut pengakuannya ketika pertanyaan selanjutnya ditanyakan.


“Menurut kamu apakah mereka bisa menghasilkan sesuatu itu datangnya sekejab tanpa perlu latihan rutin setiap hari?”


Iya, gue tahu banget anak ini tidak terlalu suka melakukan hal yang sama berulang selama bertahun-tahun. Ada saat dimana dia bosan, ada saat dimana dia mau mencoba hal lain selain itu saja. Eksplorasi berbagai macam hal. Tentu ini gue sampaikan ke dia bahwa sangat gak apa-apa banget untuk melakukan ini. Dia punya umur yang masih panjang untuk mencoba ini itu sebelum akhirnya dia menemukan sesuatu yang dia sukai. Belum ketemu juga sampai usia tertentu, ya gak apa-apa juga, asal melakukannya dengan hati damai, penuh sukacita dan tentram tanpa paksaan ini itu. Bahkan gue bilang, tidak menikah pun tidak apa-apa asal menjalaninya dengan tenang dan tidak terintimidasi dengan apa atau siapa pun.


Mungkin saat ini yang terlihat dari kacamatanya adalah teman-teman yang berhasil dengan prestasi mereka. Tapi “Apakah kamu bisa membayangkan kalau yang sedang mereka jalanin sekarang ini sudah pasti menjadi pekerjaan mereka seterusnya?”


Gue pun lantas menceritakan sebuah kisah seorang teman yang anaknya sudah menjadi master dalam piano di usia yang cukup muda sekali. Tapi ada di satu titik dia melepaskan semuanya karena merasa bukan itu minatnya. Orang tuanya tentu kaget, tidak menyangka anak ini akan melepaskan skillnya begitu saja lalu berganti jalur ke bidang lainnya. Lagi-lagi, hidup ini tidak pernah ada yang bisa menjamin jalan kita selalu lurus tanpa godaan dan hambatan kan. Semua punya kerikilnya masing-masing yang perlu dijalani bukan.


Apakah setelah ngobrol ngalor ngidul ini membuatnya tercerahkan, entahlah. Bagaimanapun juga anak 13 tahun ini belum matang secara emosi dan pikirannya. Ada saat dimana kita perlu melontarkan berbagai pertanyaan untuk menggali pikirannya, ada pula saat dimana kita perlu bercerita tentang pengalaman orang lain. Ada juga waktu mamak perlu turun barang sedikit kasih nasehat ke anak abegeh ini. Gak perlu terlalu panjang x lebar x tinggi x diagonal lah, bisa mabok dia karena kebanyakan bicara mamaknya. 😆😆

 

Tuesday, May 3, 2022

7:27 AM

Keluarga Kemayoran

Keluarga Kemayoran

Bokap lahir di tengah keluarga besar, anak ke 6 dari 13 bersaudara. Kebayang betapa serunya kehidupan mereka dulu saat itu. Kakek gue – dipanggil Kungkung (Gong Gong) – asli dari dataran Cina yang hijrah ke Jakarta dan tinggal di daerah Kemayoran. Kesehariannya bekerja sebagai pembuat furnitur. Hampir semua perabot, mulai dari tempat tidur, lemari pakaian, lemari penyimpan barang, meja, kursi dan segala yang terbuat dari kayu dibuat oleh Kungkung gue ini. Saat itu kayu jati masih jadi bahan utama yang dipakainya. Sampai saat ini peninggalannya masih terpakai di rumahnya yang sekarang ditempati oleh 4 anaknya yang tidak menikah, seorang Om (Shushu yang terpeleseti dilafalkan menjadi Suksuk) dan 3 orang Tante (Gugu yang dilafalkan menjadi Kuku).


Sedangkan nenek gue – dipanggil Popo – ini asli Cina Benteng yang lahir sekitar tahun 1929 kalau gak salah, ini juga dari cerita Kuku gue. Popo ini bisa dibilang berumur panjang. Meskipun di akhir hidupnya pikirannya sudah pikun dan susah bicara. Kesehatannya semakin menurun dan sempat terserang sakit stroke sebelum meninggal. Beliau meninggal di umurnya yang ke 90 tahun, tahun 2019.


Sejujurnya gue gak bisa membayangkan bagaiamana cerita kehidupan bokap beserta ke-13 saudaranya sewaktu mereka kecil. Saat ini kakak tertuanya sudah berumur 74 tahun, dan yang termuda mungkin baru di awal 50an. Mereka hidup di rumah yang tidak terlalu besar saat itu. Bagian depan dibuat sebagai tempat kerja Kungkung gue – workshop kalau sekarang mah. Gue inget waktu itu gue diajak bokap nyokap ke sana masih kecil, rumahnya penuh dengan serutan kayu-kayu yang bertebaran di seluruh workshopnya itu. Tapi karena Kungkung meninggal cukup cepat, sekitar awal 90-an, gue hanya mengenal beliau sampai di usia awal SD aja. Lalu blas gak inget apa-apa lagi.


Sedangkan bagian belakangnya dibuat menjadi tempat tinggal mereka dengan hanya memiliki 1 kamar tidur utama dengan 2 tempat tidur bertingkat berukuran queen size. Sehingga 8 orang bisa masuk di dalam kamar utama ini. Lalu karena pasukannya semakin bertambah terus, Kungkung menambahkan rumahnya menjadi dua lantai yang beliau kreasikan sendiri dengan menggunakan lantai kayu. Di atas sini ada 3 kamar tidur yang cukup luas, tentu dengan tempat tidur bertingkat buatan Kungkung gue. Kalau sekarang 3 kamar tidur ini ditempati oleh masing-masing Kuku gue. Sedangkan kamar utama di bawah ditempati oleh Suksuk.


Popo sendiri selama hidupnya bersama dengan ke-13 anaknya ini sebetulnya merasa cukup terbantu karena mempunyai anak-anak perempuan yang gesit dalam urusan rumah tangga. Jadi Kuku-kuku gue yang tidak menikah inilah yang dulunya mengelola segala kebutuhan rumah tangga dan sekarang menjaga rumah peninggalan orang tuanya. Saat ini mereka pun sudah tidak lagi muda umurnya. Bahkan struktur badan mereka mulai terlihat mengecil dan semakin membungkuk karena masalah osteoporosis.


Kehidupan mereka tentu tidak luput dari yang namanya pertikaian antar saudara ya. Namanya juga sibling, pasti ada aja selisih pendapat. Dikit aja berantem, apalagi ini 13 anak. Lalu gue membayangkan dulu kalau anak-anak cowok berantem kaya gimana gitu ya. Rusuh banget kali ya. Hahahah 😂😂😂


Kalau dari cerita beberapa saudara kandungnya serta langsung dari mulut bokap sendiri, bokap ini anak paling badung diantara mereka. Paling galak pula sehingga semua adik-adiknya takut sama dia. Macam preman Kemayoran memang babeh gue di tengah keluarganya. 😂 Kuku gue, adik cewek bokap yang terkecil, pernah cerita ke gue. Waktu itu bokap gue lapar tengah malam, bisa loh dia suruh Kuku gue ini buat beliin dia nasi goreng tek tek. Maksa gitu lah mintanya, dan pakai ngancem mau pukul atau apa lah gitu. Jadi mau gak mau, karena Kuku gue takut sama bokap gue, terpaksa keluar rumah dan beliin yang dia mau. Haduh bokap gue ya! Gak heran gue turunan siapa ini. 😜😜


Ribut-ribut kecil sampai besar pernah dihadapi bareng-bareng. Meskipun begitu gue salut dengan kekompakan mereka. Ketika ada keluarga yang tidak dalam kondisi prima, langsung bekerja sama untuk membantu. Segitu kuatnya ikatan emosi mereka, sehingga bisa saling merasakan penderitaan saudara-saudaranya. Ini pun terjadi ketika bokap mengalami stroke di suatu malam, 10 Oktober 2000. Kalau tidak ada mereka, mungkin keluarga gue tidak ada kehidupan saat ini.


Kebayang kan, bokap yang tadinya sangat perkasa – ditakuti oleh saudara-saudaranya karena galak 😋 dan menjadi tulang punggung keluarganya sendiri, meski nyokap kerja juga sih – hari itu bokap bukanlah siapa-siapa. Sepanjang 14 tahun bokap menjalani hidup dengan setengah badan yang berfungsi. Sungguh ini menyulitkannya dan banyak sekali membuat egonya sebagai kepala rumah tangga tersentil. Kehidupan timpang sekali saat itu. Tapi saudara-saudara bokap membantu kehidupan kami sampai sisa hidup bokap gue. Betapa berhutang budi yang sangat besar sekali kepada mereka.


Kepulangan bokap ini membuat saudara kandungnya terpukul. Bokap adalah saudara ke-2 yang meninggal di antara mereka. Sebelumnya kakak nomor 2 yang memiliki cacat karena pernah mengalami panas tinggi di saat bayi sehingga melumpuhkan pita suaranya dan membuatnya tidak bisa bicara. Kakak ini juga sama-sama terkena stroke seperti bokap. Sewaktu bokap melihat kakaknya berada di dalam peti mati, bokap nangis sejadi-jadinya. Sebegitu sedihnya kehilangan saudara buat mereka. Begitupun ketika bokap berpulang. Mereka menemani dari awal sampai masuk ke liang kubur, sebagai bentuk cinta kasihnya kepada saudara kandung mereka. Bahkan Popo yang sudah mulai pikun pun tiba-tiba menangis, seperti mendadak ingat akan anaknya. Ah, betapa insting ibu itu kuat ya. 💗💗


Setelah bokap gak ada sempat ada rasa apakah kami ini masih diterima di keluarga. Nyatanya mereka merangkul kami untuk tetap menjadi bagian dari keluarga besar Kemayoran. Kebiasaan untuk kumpul di hari besar pun masih menjadi rutinitas kami. Rumah Kemayoran selalu menjadi titik kumpul untuk kami berkumpul sejak dulu, sampai sekarang. Dulu, hanya 13 anak dengan segudang seluk beluk kisah di dalamnya. Sekarang keluarga ini bertumbuh, menjalani kehidupan berkeluarga. Para sepupu yang tadinya masih ucrit-ucrit dan tampak lucu, setiap tahun semakin menjulang tingginya. Rumah Kemayoran pun semakin sempit dengan kehadiran mereka. Tapi momen kumpul bersama ini selalu menjadi hal yang dinanti sih oleh kami semua, karena kalau sudah ngumpul itu akan banyak ketawa ngakak gak jelas hanya karena jokes absurb atau kelakuan sepupu-sepupu itu. Mas Boy pun menyukai momen-momen ini. Dasar keluarga lawak emang! 😁😁


Sayangnya selama pandemi ini acara ngumpul jadi absen. Memang sih para Om dan Tante ini sudah tidak lagi muda, jadi ya memang keputusan ini sudah yang terbaik juga untuk dijalankan. Lantas gue inget aja dengan ketiga Kuku gue yang mungkin saja mereka kesepian. Beberapa kali gue suka datang, ya berhubung tempat tinggal gue gak terlalu jauh juga sih dari Kemayoran. Datang untuk ngajakin mereka ngobrol, tukar kabar, tukar cerita, segala keluh kesah mereka dengan penyakitnya.


Kadang gue sedikit bertanya tentang kisah masa lalu mereka, masa kecil mereka, cerita Kungkung dan Popo gue dulu. Senang sih mengetahui kisah ini dari mereka yang pernah menjalankannya. Mas Boy pun turut mendengarkan silsilah keluarga ini. Apalagi masih ada potret lukisan dari orang tua atau saudara dari pihak Popo gue yang pernah menjadi cerita ketika kami berkunjung. Sedangkan karena Kungkung gue merantau dari China sana, tidak ada satupun bukti foto yang bisa dilihat selain peninggalan furnitur yang masih kokoh digunakan oleh anak cucu dan cicitnya ini ketika datang berkunjung.


Satu hal yang paling gue senangi ketika datang ke sana adalah gue bisa merasakan masakan rumahan jadul, selain mengetahui cerita kisah hidup mereka ya yang sering gue tanya-tanya ya. Salah satu yang paling gue kangenin itu Ketupat Sayur Lebaran buatan Kuku-kuku gue ini. Setiap Lebaran, meskipun gak ada satupun anggotanya yang merayakan, pasti ketupat ini selalu nongol. Hanya hadir setahun sekali.


Kemarin gue datang bersama Ali dan Mas Boy. Kuku gue ini memang totalitas sekali deh. Mereka langsung sigap menyiapkan semuanya sampai kami bertiga hanya tinggal duduk dan makan saja. Jadi enak kan! Halaaah. 😁✌


Sambil makan sambil mereka cerita proses pembuatan Ketupat Sayur ini. Dari awal membuat ketupat yang beberapa tahun ini gagal terus, tapi kali ini berhasil. Lalu proses bumbu yang masih memakai teknik ulek ketimbang blender, sehingga rasa bumbunya kuat sekali. Sampai berapa banyak yang mereka masak untuk dibagi dengan semua keluarga saudara kandungnya. Di sini terasa banget ketulusan dan kehangatan keluarga Kemayoran. Meskipun sekarang tanpa adanya kehadiran bokap di tengah kami, tapi rasanya bokap selalu hadir setiap gue datang ke rumah masa kecilnya ini.


Semoga hal-hal sederhana yang gue lakukan, sekadar berkunjung, menyiapkan telinga untuk mendengar kisah mereka, menikmati masakan rumahan ala mereka, bisa menjadi kesenangan tersendiri untuk mereka yang sudah semakin menua ini. Semoga gue dan keluarga kecil gue ini bisa membalas segala kebaikan yang mereka sudah berikan sepanjang bokap hidup. Semoga Tuhan dan Alam Semesta memberikan kesempatan ini. Amin! 💗💗

Thursday, April 28, 2022

9:05 PM

Kejadian Centil di Bulan April

Kejadian Centil di Bulan April

Bulan April ini sesuatu banget


Dimulai dari rencana ke Bandung yang tertunda. Supposed to be kita pergi ke Bandung di akhir bulan Maret, bertepatan dengan ulang tahunnya Mas Boy. Tapi setelah hasil pertimbangan yang sudah dibahas bareng, akhirnya jalan-jalan ke Bandung ditunda setelah puasa aja. Pertimbangannya begini; kebetulan sekali keberangkatan kita ini pas banget dengan seminggu sebelum puasa dan akhir bulan. Perkiraannya Bandung bakalan rame dengan orang yang sudah gajian dan kepengen hepi-hepi sebelum mulai puasa. Jadi, fix deh diputuskan mundur ke minggu kedua puasa.


Senin, 4 April...

Hari itu gue ada trial anak les di daerah Jatinegara. Gue dianter Ali dan Mas Boy yang ternyata mau ikutan juga. Baru aja keluar belok kiri dari kawasan apartemen, keadaannya sudah macet. Itu sekitar jam 8 pagi. Karena ini adalah lokasi baru, Ali minta Mas Boy yang kebetulan duduk di sebelah untuk mencarikan rute ke sana. Dalam hitungan detik, buk! Bemper depan Mister POO ciuman dengan sebuah mobil di depannya. Saat itu gue mencoba santai, meskipun rada kesel juga Ali kurang hati-hati.


Singkat cerita, Ali dan yang punya mobil janjian untuk membereskan ini setelah urusan kerjaan gue selesai. Gue pun diantar ke Jatinegara dan bertemu dengan anak les terkecil yang pernah gue ajar, 19 bulan aja bok! 😁😁Sekelar gue dengan urusan anak les, Ali pergi bertemu dengan pemilik mobil ini, sambil berharap semua akan beres baik-baik aja.


Begitu pulang sorenya, Ali cerita kalau yang datang bukan suaminya yang tadi pagi ditemui melainkan istrinya yang cukup merepotkan. Mulai dari asuransi mobilnya yang sudah habis, pilihan bengkel yang dimau sampai minta dibayarkan biaya harian ketika mobil di bengkel. Wah. Cukup bikin pening juga ini. Tapi di balik kesulitan yang dibuat-buat oleh si ibu ini, kita cukup merasa beruntung juga sih. Ketika dia bilang kalau asuransi mobilnya habis, ada asuransi mobil kita yang bisa mengganti biaya perbaikan mobilnya itu. Namun sayangnya bengkel yang diminta si ibu ini tidak termasuk dalam list asuransi kita. Lagi-lagi masih diberi kemudahan oleh semesta, asuransi mobil kita bisa pakai sistem reimbursement.


Tapi untuk hal terakhir yang diminta oleh si ibu yang ber-ras sama dengan kita ini bikin spaneng. Sempat juga jadi bahan kekesalan gue ke babang. Tapi setelah gue sadari memang bapak-bapak gak pernah menang kalau lawan ibu-ibu. Jadi dengan kesadaran penuh, gue perlu turun melawan si ibu ini. Tentunya dengan persiapan peluru yang mapan dong sebelum perang. Gue konsultasi dulu dengan seorang teman yang paham banget soal hukum, bahkan darinya gue diajari bagaimana menghadapi si ibu ini. Oke, baiklah, gue siap maju perang.


Begitu besoknya gue harus berhadapan dengan si ibu ini, dengan standar muka gue ini gue maju. Mas Boy selalu bilang muka gue tuh songong kaya mau ngajakin berantem kalau ngadepin ibu-ibu rese begini, dan iya gue pasang settingan muka seperti itu, tapi tentunya gak pakai nada tinggi ya. Adu argumen biasa aja sih.  Tanpa disangka dengan membawa undang-undang lalu lintas yang gue singgung-singgung itu si ibu ini tidak mau lanjut minta dibayarin transportasi harian. Karena kalau sampai lanjut dan berujung ke polisi, gue juga yang mengkeret sih. 😋😋


Dan perkara mobil ini pun beres sebelum kita pergi ke Bandung. Tentu diakhiri dengan minta maaf ya ke si ibu ini, dan berusaha menjaga hubungan kembali baik. Sesaat gue merasa menang atas kendali diri gue. Ternyata gue bisa juga berargumen tanpa pakai emosi. Cieeeee……satu kemajuan dah ini…😉


Sabtu, 9 April – Senin, 11 April

Here we go, Bandung! Aseli dah lama gak jalan-jalan ke luar kota. Betapa bahagianya sih perjalanan ini, benar-benar menikmati setiap waktunya di Bandung.


Hal yang paling gue senang adalah kemampuan adaptasi gue dengan kasur di hotel. Gue nih termasuk orang yang paling susah tidur kalau bukan di kasur sendiri. Jadi rada rumit emang gue kalau nginep-nginep gini. Karena hotelnya adalah pilihan gue sendiri – gue rada maksa memang harus nginep di tempat ini – jadi gue mencoba berdamai dengan situasi yang memang gue pilih sendiri. Sempat ada setan pikiran yang mengganggu begitu lihat satu titik kecil bekas darah di selimut, tapi untungnya gue bisa mengalahkan itu. Kemenangan banget deh ini. Wohooo….


Di saat lagi enjoy banget di Bandung, tiba-tiba Mister POO mengalami rem blong. Memang sih Mister POO selama di Bandung ini agak kewalahan ketika diajak jalan naik turun yang rada curam. Bagus dia gak jantungan sih, tapi mesin sempet panas aja gitu. Jadi begitu rem mendadak ada masalah, kita diarahkan ke bengkel terdekat. Sempet rada cemas kita akan kena dikerjain oleh bengkel, tapi ternyata tidak. Mereka justru baik banget. Rem Mister POO dinyatakan tidak blong, hanya sedikit ada udara karena gak terbiasa perjalanan naik turun itu. Ibarat manusia mah paru-parunya rada engap dia. Kudu dibantu pernapasan aja dikit. Begitu sudah dibantu sedikit, Mister POO sudah kembali normal.


Lagi-lagi ya, pikiran ini sering banget bikin drama macem-macem padahal kejadian aja belum. Merasa beruntung masih dijaga oleh semesta dengan diberikan orang-orang baik yang sama sekali tidak mematok harga tinggi untuk masalah mobil kita ini. Cukup 50 ribu saja. Dan yang terutama tidak perlu berujung harus berurusan panjang karena rem ini. Puji Tuhan.


Paskah – Minggu, 17 April

Tumben banget ini ada niat mau ke gereja Paskah tahun ini. Meskipun aseli ribet banget urusan dengan pendaftaran untuk ikut misa, tapi akhirnya kita ikut misa juga di pagi Paskah ini. Hmm, menurut ibu ketua lingkungan gak ribet kok. Ketauan banget dah gue jarang ke gereja. Perkara daftar misa mudah aja jadi sulit. *tutup muka* 😋😋


Setelah misa rencananya mau makan bakmi di daerah Sunter. Kata Youtuber yang pernah kita tonton, bakmi di sini mirip banget sama bakmi GM – dari jenis mienya, pangsitnya dan nasi gorengnya. Penasaran dong kita, apalagi harganya rada miring dari yang aslinya. Udah semangat banget nih kita ke sana, eh begitu sampai ternyata bukanya jam 11 siang. Sedangkan waktu baru pukul 9 kurang. Grrr…


Bingung mau kemana akhirnya jalan-jalan muterin Sunter lalu ke Kemayoran, macam orang hilang arah aja lah. Lagi santai jalan eh mendadak AC mobil gak ada angin dinginnya. Ditambah kejadian seperti ada sesuatu yang kita tabrak tapi agak kenceng bunyinya sebelum kejadian AC panas itu. Melipir sebentar untuk ceki-ceki, betul aja ada yang jatuh entah apa itu. Untungnya tidak jatuh di jalanan tadi, tapi di satu lempengan di bawah mobil.


Akhirnya kita mulai mencari bengkel AC di daerah Sunter. Kebetulan ada yang buka. Masuk lah Mister POO ke bengkel tersebut. Diperiksa sebentar sambil memberikan barang temuan kami itu ke Mas Bengkel. Pokoknya ya kalau sudah urusan bengkel mobil apalagi AC mobil bawaannya udah dag dig dug duer. Pikiran udah kebajak duluan aja dengan rasa takut dibohongin gitu lah.


Lagi-lagi…pikiran terlalu banyak kebanyakan mikir. AC mobil kembali dingin setelah Mas Bengkel memasang kembali barang yang kami temukan itu ke bagian semestinya. Duh, gak kebayang kalau tadi hilang di jalan. Ternyata memang masih banyak orang baik di sekitar ya. 😊



Malamnya..

Setelah menikmati Bakmi GM ala-ala Sunter itu, mendadak Ali berkabar kalau perutnya sakit. Sempat gue minta untuk meditasi. Minum obat parasetamol. Tapi ternyata mukanya tambah pucat, sakitnya menjadi. Malam itu juga gue bawa doski ke UGD terdekat.


Mungkin ini yang menjadi momen paling luar biasa di April ini. Ali terpaksa harus rawat inap malam itu dan diperiksa ini itu. Khawatir jelas, tepatnya lebih ke biaya. Bersyukurnya tahun lalu gue sudah memproteksi kita bertiga dengan asuransi Allianz. Langsung gue telpon Christian.


Christian ini sahabat gue sejak kuliah. Pernah satu waktu gue dan dia dapat tawaran kerja jadi freelancer WO bareng, dan kita diminta datang untuk briefing gitu deh ya. Kebetulan gue minta nebeng motornya. Saat itu belum ada GMaps, dia tulis patokan-patokan jalan di kertas yang ditempel di dashboard motornya. Dia emang niat banget sih. Tapi ya itu karena kita gak tau jalan, padahal cuma ke Kelapa Gading doang. Dan itu pun tetep kesasar. Ya ampun cupunya dua anak Jakarta Barat ini yeee. 😂😂


Nah, seiring dengan waktu, Christian menekuni profesi jadi agen asuransi. Singkat cerita, gue selalu bilang ke Ali, ketika nanti kita punya uang lebih dan bisa punya asuransi, gue hanya mau agen asuransi gue itu Christian. Dan tahun lalu kita ada rejeki untuk punya asuransi buat bertiga.


Ali ini harus operasi, karena ada batu di kantung empedunya yang harus segera diangkat. Begitu kata dokter yang menangani. Tentu gue worried banget dengan biaya yang akan dihadapi. Galaunya gue, kalutnya gue, khawatirnya gue dihadapi tenang sama Christian. Aseli, jempol gue empat biji buat lo dah, Chris! Sabar banget sama resenya gue. 😋😋


Puji Tuhan, semua yang dijalanin selama di rumah sakit tercover sempurna, tanpa keluar uang sepeser pun – kecuali bayar Gocar, Gojek, makan gue aje. Dan perlu banget gue bilang berapa biaya yang dicover oleh asuransi, sebesar Rp 94.250.000,- aja. Iyaaaa, angka yang besarrrr buangeeett. Gue hampir pingsan lihat angkanya, tapi pengen bangun cepet-cepet begitu tahu semuanya dicover paripurna oleh asuransi. Selesai urusan pembayaran gue langsung telpon Christian dan girang banget. Merinding ya ampun!!!


Entah apa yang menjadi perjalanan kita ini di bulan April ini, tapi yang pasti luar biasa. Seperti luar biasanya teman-teman sayang sama gue. Yang cukup terharu adalah gue dikirimin makanan selama di rumah sakit, sepulangnya pun, sampai gue ulang tahun. Mas Boy pun tidak ketinggalan dapat berkat dari sayangnya teman-teman ini. Puji Tuhan kami tidak kekurangan. Bahkan berlebih.


Gue juga bersyukur sekali selama gue harus nemenin Ali di rumah sakit, Mas Boy tidak sekalipun mengeluh minta ditemenin di rumah. Dia mampu menempatkan dirinya untuk bisa mandiri sesuai dengan kemampuannya. Mungkin ini ya dinamakan ujian praktek kehidupan. Selama ini kan hanya latihan terus menerus dimana gue masih nemenin. Tapi kemarin selama 4 hari 3 malam dia harus menghadapi hari-harinya sendiri tanpa gue ataupun bapaknya. Salut, Boy!


Senin, 25 April 

Puncaknya di bulan April ini adalah…Ulang Tahun gue.


Di angka 3 terakhir tahun ini, gue bertekad untuk bikin SIM A yang dah 7 tahun mati. Kenapa selama itu? Jujurly gue males loh dengan ujian praktek yang berbelit-belit. Gue sih percaya gue pasti lulus. Tsaaah, sombong! Soalnya ujian hidupnya lebih susah, man. Coba aja kalau berani parkir di apartemen gue sini, kalau gak pake sutrisno dengan keringet segede biji jagung karena diklaksonin mobil padahal lo lagi berjuang parkir mobil dengan space sempit. Horor lah parkiran di sini. 😂😂


Dari semua yang gue alami selama ini, gue hanya bisa bersyukur dan bersyukur dengan segala berkat yang gue terima. Betapa Tuhan dan Alam Semesta ini baik sekali terhadap gue. Gue bisa merasakan kasih sayangNya lewat orang-orang terdekat yang datang dan memberi perhatian serta kasih sayang yang berlimpah untuk gue dan keluarga kecil gue. Terima kasih. Hanya itu yang bisa gue ucapkan dari lubuk hati yang paling dalam. 💓💓


Monday, April 4, 2022

2:44 PM

Ambisi

Ambisi

Sesaat rasa itu datang lagi ketika melihat anak-anak ini berlarian di lapangan. Bermacam-macam pertanyaan yang membandingkan antara klub ini dengan klub yang dulu berputar dalam pikiran. Tapi pada akhirnya menyerah juga dan menyadari tujuan kembali ke dunia olahraga yang satu ini.


Hampir 3 tahun lalu kami bergabung dalam satu klub basket yang bisa dibilang cukup ternama di daerah Jakarta Barat. Klub basket yang sempat menjadi wadah Fritz dalam menyalurkan energinya. Seminggu tiga kali dia latihan di klub ini, lalu kadang ditambah dengan pertandingan antar klub ataupun mengikuti kejuaraan wilayah. Saat itu hari-hari kami cukup sibuk dengan segala urusan perbasketan.


Sampai satu titik gue merasakan ada perasaan yang tidak wajar yang menyelimuti diri gue. AMBISI.

Ya, rasa ini kerap mendominasi pikiran gue. Ada rasa pingin Fritz jago dalam olahraga ini, menguasai teknik-teknik dalam basket seperti teman-temannya di klub itu. Ada juga rasa menyesal ketika melihat dalam pertandingan dia tidak melakukan yang terbaik, alias kalah dalam bertanding. Tidak jarang kecewa melihatnya tidak bisa selentur, sejago, sehebat dan sekeren teman-temannya di klub itu. 

Padahal sebetulnya anak ini salah satu termasuk yang sering dijadikan starter dalam setiap pertandingan, secara ukuran tubuhnya lebih tinggi daripada teman-temannya. Salah satu juga yang dianggap terbaik di usianya, sering menjadi andalan dalam pertandingan. Tapi tetap saja, rasa membandingkan anak sendiri dengan anak lain itu kerap bertengger di pikiran.

Kami pun harus pindah agak jauh dari tempat latihan basketnya. Rasanya keputusan keluar dengan alasan domisili pun menjadi tepat untuk menjernihkan pikiran gue. Fritz pun merasa tekanan yang gue berikan dan memilih untuk tidak berada dalam lingkaran basket lagi.

Tiba-tiba di bulan Februari anak ini nyeletuk untuk berkegiatan olahraga lagi. Pandemi membuatnya berhenti kegiatan renang, sehingga tidak ada kegiatan olahraga rutin yang dijalaninya. Lalu terbersit di benaknya untuk kembali lagi ke dunia basket. Setelah mencari, bergabunglah dia dalam satu klub basket di daerah Pulo Mas.

Klub basket dimana tidak ada latihan keras dengan teknik-teknik yang harus dikuasai seperti layaknya pemain basket sungguhan. Tidak ada pelatih galak yang memecut anak-anak untuk menggeber tenaganya sampai habis. Tidak ada pula pertandingan yang perlu dikejar-kejar setiap minggunya dengan dalih untuk memberi banyak pengalaman untuk anak-anak.

Klub basket ini hanya latihan dengan segelintir orang, bukan klub favorit tentunya. Anak-anak datang hanya untuk demi berkeringat. Santai, tidak ada teknik yang dikejar untuk dikuasai. Sehingga kadang rasa itu muncul kembali. :D

Mungkin disinilah ujiannya. Sanggupkah gue mengatasi si ambisi yang kemarin sudah berhasil ditaklukkan itu,eh sekarang dihadirkan kembali dalam lingkungan yang sama?