Ambisi - Lievell

Monday, April 4, 2022

Ambisi

Sesaat rasa itu datang lagi ketika melihat anak-anak ini berlarian di lapangan. Bermacam-macam pertanyaan yang membandingkan antara klub ini dengan klub yang dulu berputar dalam pikiran. Tapi pada akhirnya menyerah juga dan menyadari tujuan kembali ke dunia olahraga yang satu ini.


Hampir 3 tahun lalu kami bergabung dalam satu klub basket yang bisa dibilang cukup ternama di daerah Jakarta Barat. Klub basket yang sempat menjadi wadah Fritz dalam menyalurkan energinya. Seminggu tiga kali dia latihan di klub ini, lalu kadang ditambah dengan pertandingan antar klub ataupun mengikuti kejuaraan wilayah. Saat itu hari-hari kami cukup sibuk dengan segala urusan perbasketan.


Sampai satu titik gue merasakan ada perasaan yang tidak wajar yang menyelimuti diri gue. AMBISI.

Ya, rasa ini kerap mendominasi pikiran gue. Ada rasa pingin Fritz jago dalam olahraga ini, menguasai teknik-teknik dalam basket seperti teman-temannya di klub itu. Ada juga rasa menyesal ketika melihat dalam pertandingan dia tidak melakukan yang terbaik, alias kalah dalam bertanding. Tidak jarang kecewa melihatnya tidak bisa selentur, sejago, sehebat dan sekeren teman-temannya di klub itu. 

Padahal sebetulnya anak ini salah satu termasuk yang sering dijadikan starter dalam setiap pertandingan, secara ukuran tubuhnya lebih tinggi daripada teman-temannya. Salah satu juga yang dianggap terbaik di usianya, sering menjadi andalan dalam pertandingan. Tapi tetap saja, rasa membandingkan anak sendiri dengan anak lain itu kerap bertengger di pikiran.

Kami pun harus pindah agak jauh dari tempat latihan basketnya. Rasanya keputusan keluar dengan alasan domisili pun menjadi tepat untuk menjernihkan pikiran gue. Fritz pun merasa tekanan yang gue berikan dan memilih untuk tidak berada dalam lingkaran basket lagi.

Tiba-tiba di bulan Februari anak ini nyeletuk untuk berkegiatan olahraga lagi. Pandemi membuatnya berhenti kegiatan renang, sehingga tidak ada kegiatan olahraga rutin yang dijalaninya. Lalu terbersit di benaknya untuk kembali lagi ke dunia basket. Setelah mencari, bergabunglah dia dalam satu klub basket di daerah Pulo Mas.

Klub basket dimana tidak ada latihan keras dengan teknik-teknik yang harus dikuasai seperti layaknya pemain basket sungguhan. Tidak ada pelatih galak yang memecut anak-anak untuk menggeber tenaganya sampai habis. Tidak ada pula pertandingan yang perlu dikejar-kejar setiap minggunya dengan dalih untuk memberi banyak pengalaman untuk anak-anak.

Klub basket ini hanya latihan dengan segelintir orang, bukan klub favorit tentunya. Anak-anak datang hanya untuk demi berkeringat. Santai, tidak ada teknik yang dikejar untuk dikuasai. Sehingga kadang rasa itu muncul kembali. :D

Mungkin disinilah ujiannya. Sanggupkah gue mengatasi si ambisi yang kemarin sudah berhasil ditaklukkan itu,eh sekarang dihadirkan kembali dalam lingkungan yang sama?

No comments:

Post a Comment