10.21 - Lievell

Wednesday, October 20, 2021

2:50 PM

Ourselves - Pemerintah Jiwa Manusia

Ourselves - Pemerintah Jiwa Manusia

 



Setiap dari kita merupakan Kerajaan Jiwa Manusia yang terlahir dengan kekayaan warisan yang besar. Banyak hal yang mampu kita gapai, sebut saja seperti kebaikan, kebesaran, kebijaksanaan, kepahlawanan dan pengetahuan. Namun sayangnya, banyak orang hidup tanpa menggalinya. Seolah tidak ada bayangan, betapa dalam dan besarnya kekayaan jiwa manusia itu. Lalu akhirnya hidup dengan merasa selalu kurang, tidak pernah cukup, kecewa terhadap banyak hal dan mempunyai pola pikir yang picik dan sempit. Sayang ya sebetulnya kalau akhirnya kita harus hidup seperti itu tanpa mengenali lebih jauh lagi siapa diri kita ini.

 

Lewat buku Ourselves ini, kita diajak mengetahui lebih jauh lagi tentang diri kita. Setelah kemarin sempat dibahas tentang bahaya-bahaya yang terjadi didalam Kerajaan Jiwa Manusia, sekarang dibaginya lah tubuh manusia seperti selayaknya suatu pemerintahan. Ibu Charlotte Mason ini beneran seru banget ya bisa-bisanya mengibaratkan tubuh menjadi seperti itu. Begini kira-kira:

 

  • Ajun Komisaris Tubuh = Hasrat atau Nafsu
  • Pejabat Urusan Pendapatan dan Penerimaan Negara = Keinginan
  • Pejabat Perbendaharaan Negara = Kasih Sayang
  • Sekretaris Luar Negeri = Intelektual; dengan rekannya Kepala Bidang Eksplorasi (Imajinasi) dan Kepala Bidang Seni (Rasa Estetika)
  • Jaksa Agung = Nalar
  • Ketua Mahkamah Agung = Nurani
  • Perdana Menteri = Kehendak

Tentunya diatas ini semua ada Raja

 

Nah, para pejabat ini dianggap duduk di setingkat Majelis gitu. Tugasnya ya mengatur urusan-urusan sesuai dengan tanggung jawabnya. Majelis ini pun terbagi lagi menjadi 4; Majelis Tubuh, Hati, Akal Budi dan Jiwa. Dan tentunya itu semua akan dijelaskan satu persatu nanti. Bakalan seru deh ini. Tungguin kelanjutannya yaaaa

Friday, October 8, 2021

8:05 PM

Philosophy Education - Akal Budi dan Filsafat Pendidikan

Philosophy Education - Akal Budi dan Filsafat Pendidikan


Manusia adalah makhluk spiritual. Bukan saja tubuhnya yang perlu diberikan nutrisi yang terbaik, akal budinya pun juga. Namun sayangnya, pendidikan yang dianut saat ini adalah pendidikan yang berpusat hanya pada kebugaran fisik. Ataupun pendidikan yang sekadar melatih manusia untuk mampu memiliki satu atau dua kemampuan untuk bertahan hidup. Kurikulum utilitarian ini seakan menjadi tolak awal kejatuhan moral bagi anak-anak didiknya.


Kita membutuhkan pendidikan yang mampu memelihara akal budi kita, tentunya selain dua hal di atas tadi – kebugaran fisik dan pelatihan kejuruan. Ya, kita memerlukan filsafat pendidikan. Suatu pendidikan yang mampu menyuburkan pikiran kita, mengembangkan kepribadian dan juga  pribadi yang berkualitas.

 

Beberapa hal yang menjadi tolak ukur supaya pendidikan filsafat itu menjadi efektif untuk diterapkan:

  •  Bukan tugas guru sebagai  pemikul tanggung jawab dalam pendidikan. Justru anak yang menggarap sendiri tugas bacaannya.
  • Guru hanya sedikit menjelaskan, tidak merangkumkan dan juga tidak memperluas apapun dalam pendidikan.
  • Anak diperkenalkan dengan prinsip sekali baca. Lalu, bacaan itu harus diuji dengan cara narasi ataupun menulis esai. Tentu tidak ada remidi dalam ujian.
  • Buku yang diberikan adalah buku yang terbaik. Buku yang tidak dipenggal atau dipersingkat, begitu juga bukan buku yang dibaca berdasarkan suka atau tidak suka. Biasanya buku bacaan ini akan dipakai selama 2-3 tahun dalam pendidikannya. Buku tebal yang berisi ratusan atau bahkan ribuan halaman.
  • Anak akan membaca banyak buku dalam mata pelajaran yang berbeda-beda, tapi anak tidak akan kebingungan kok.
  • Belajar demi kesenangan. Kesenangan yang datang bukan karena hasil dari guru yang mengunyahkan dengan cara yang dibuat semenarik mungkin ataupun dirangkumkan sampai anak tidak perlu usaha selain menelannya bulat-bulat. Tetapi murni dari buku yang menyenangkan dan menawan yang dbaca oleh anak.
  • Buku yang diberikan harus berkualitas sastrawi.
  • Secara mengejutkan, anak akan fokus dengan sukarela dan efektif ketika menggunakan sistem ini. Tidak perlu lagi nilai, hadiah, rangking, hukuman, pujian ataupun bujukan untuk menarik perhatian mereka dalam belajar.
  • Pelajaran seperti Matematika dan Tata Bahasa dibutuhkan disiplin yang tinggi. Nah, disinilah kemampuan guru diperlukan untuk membantu anak. Tentu kebiasaan memperhatikan dari anak juga masih tetap diperlukan ya.
  • Pelajaran tidak perlu diselingi dengan sesuatu yang remeh temeh untuk menarik perhatian anak.

 

Dengan gaya pendidikan seperti ini dapat dipastikan anak-anak dari kalangan kelas manapun mampu mendapat pendidikan yang terbaik. Namun tetap saja akan banyak yang yang tidak percaya dan berkata, “Masa sih belajar hanya dari baca buku saja?” Apalagi dunia saat ini sudah semakin maju dan berkembang. Teknologi sudah jauh kemana-mana. Rasanya sangat tidak relevan ya dengan situasi saat ini. Bisa jadi anak kita yang terdidik paling belakang. Hmm….mungkin kita bisa buktikan nanti di diskusi berikut, berikut dan berikutnya....ditungguin aja yaaaaa. :)

 

Wednesday, October 6, 2021

8:48 AM

Ourselves - Bahaya Bahaya Jiwa Manusia

Ourselves - Bahaya Bahaya Jiwa Manusia

 

Negeri jiwa manusia memang indah, dan akan selalu indah. Tetapi, ada kalanya negeri ini sesekali dirudung mara bahaya. Namun, negeri ini mempunyai kemampuan untuk lolos dari bahaya yang mengancamnya. Apakah bahaya-bahaya yang selalu mengancam ketenteraman negeri jiwa manusia?

 

Bahaya Kemalasan

 

Hal yang paling umum terjadi adalah epidemi kemalasan. Layaknya suatu virus, kemalasan ini cepat sekali menyebar sampai ke seluruh negeri jiwa manusia. Seperti petani yang urung membajak dan menaruh benih, atau seperti buah-buahan yang jatuh dari pohonnya karena lupa dipetik, bahkan sampai membusuk. Seolah-olah kita ini malas untuk mengisi pikiran kita dengan sesuatu yang baik. Melupakan potensi atau talenta yang sudah Tuhan berikan untuk digali lebih dalam lagi, hanya karena kita diliputi rasa malas yang besar.

 

Selain itu, kemalasan ini juga diibaratkan seperti kapal-kapal yang menganggur di pelabuhan karena tidak ada orang yang menginginkan sesuatu pun dari luar negeri. Seolah ini menjelaskan kita ini terlalu malas untuk bergerak, terlalu malas melihat kemampuan kita dan menjadi berguna bagi orang lain. Sehingga orang lain pun enggan untuk melihat kemampuan kita karena dianggap tidak mampu.

 

Membiarkan diri terlalu lama terlena dengan bermalas-malasan dan berleha-leha, maka tidak heran ini akan membentuk satu kebiasaan dalam hidup. Anggap saja seperti asupan bagi tubuh. Seringkali kita mengabaikan tubuh yang perlu diberikan nutrisi, hanya diberikan makanan seadaanya. Berlindung di balik kesibukan ataupun nanti-nanti lagi. Lupa kalau umur semakin bertambah, lupa kalau sesuatu yang ditumpuk akan menjadi timbunan yang tinggi dan sewaktu-waktu dapat meledak. Ya, semuanya dimulai dari rasa malas yang menaungi kehidupan kita.

 

Bahaya Api

 

Api ini mempunyai potensi untuk bisa menjadi penerang dalam kegelapan, tetapi di sisi lain api bisa juga menyebabkan satu kebakaran besar yang meluas. Api ini diibaratkan seperti hasrat dalam diri manusia yang mampu menguasai jiwa. Namun seringkali kita mencobai hasrat diri ini. Seperti hasrat untuk mencari promo diskonan makanan dengan harga miring. Promo akan selalu ada jika mencarinya. Tapi bagaimana kita mampu mengendalikan diri untuk tidak terjebak berulang kali dalam lubang promo diskonan itu. Nah, di situlah PRnya! – ini gue, iyaa, ini gue!! :D

 

Maka pepatah, “Janganlah bermain-main dengan api” itu menjadi benar untuk diingat ya. Perlu hati-hati dalam menggunakan hasrat ini. Apakah kita yang mengendalikan atau kita yang dikendalikan oleh hasrat?


Bahaya Wabah, Banjir dan Kelaparan

 

Dalam hidup, seringkali kita bertemu dengan masalah yang tidak disangka-sangka. Seperti suatu negeri yang mendadak dilanda musibah. Tentu saja datangnya tiba-tiba dan dalam sekejab membuat satu negeri menjadi pontang-panting menghadapinya. Tidak jarang musibah ini memporak-porandakan negeri itu dan membuat pemerintahnya pusing tujuh keliling. Ya, seperti kita yang bertemu dengan suatu musibah tanpa diduga. Sudah sebisa mungkin kita berhati-hati dalam mengendarai mobil, tapi bisa saja kecelakaan itu terjadi. Memang bukan sesuatu yang kita mau, tapi itu sudah terjadi. Lantas, apa yang mampu kita lakukan?

 

Ujian dalam hidup itu kerap sekali menjadi satu pemikiran tersendiri. Memang ada hal-hal di luar kuasa kita sebagai umat manusia yang tidak mampu kita kelola dengan akal pikiran kita. Ini menjadi satu pengingat bagi kita untuk tidak menjadi sombong dan lebih rendah hati, pengingat untuk terus memperbaiki dan meng-upgrade diri. Bisa juga menjadi inspirasi untuk hidup. Dan bisa juga menjadi alat untuk kita bertransformasi menuju manusia yang lebih baik lagi.

 

“Kenapa harus aku yang mengalaminya, bukan orang lain?” – karena orang lain bukan lo, Tong. Tuhan mau kasih pelajaran hidup aja buat lo, biar lo gak jadi manusia super sendirian. Paham ora, son!

 

Bahaya Perselisihan

 

Perselisihan dalam hidup bukan hanya terjadi antara manusia dengan manusia lainnya. Namun seringkali terjadi perdebatan sengit dalam diri manusia itu sendiri. Tiga piranti yang bernama Nalar, Kehendak dan Pikiran inilah yang seringkali membuat persaingan menjadi tidak sehat di dalam diri. Masing-masing mempunyai kadar keras kepala yang tidak sedikit. Mau menang akan pendapatnya.

 

Sebut saja ketika Kehendak (si hasrat tinggi) ingin sekali dipuaskan dengan makan bakmi. Wah, siapa sih yang mampu menolak rasa enak dan lezatnya semangkuk bakmi ayam dengan isian yang melimpah ditemani pangsit rebus, bakso dan juga sayur-sayuran yang menggoda iman. Belum lagi makannya pakai sambal dan kulit pangsit goreng yang kriuk-kriuk itu. Nalar, si piranti netral, turut mendukung maksud si Kehendak. Mencoba membenarkan maksud Kehendak untuk membiarkan tubuh dimasuki oleh bakmi ayam. Pikiran juga tidak mau kalah berdebat, ia terus melancarkan logika. Lagi-lagi Nalar juga turut membenarkan, Nalar ini pribadi ganda kayanya. Gak punya pendirian dia. Pikiran pun bilang, makan bakmi itu hanya enak di mulut. Tapi ketika sudah masuk ke dalam pencernaan, perutmu akan bergejolak. Meronta-ronta akibat kandungan tepung dalam mie, perih karena cabai yang tidak diterima oleh pencernaan. Lantas, siapakah yang menang? – please jangan ditanyakan ke aku, kalian sudah bisa menebaknya…. :P

 

Bahaya Kegelapan

 

Kadang merasa hidup kita tertutup oleh kabut yang tebal dan tidak menemukan sinar untuk memandu kita keluar dari kegelapan. Depresi. Mungkin itu kata yang tepat menggambarkan ketika kita merasa tidak mampu keluar dari permasalahan hidup yang sedang melanda kita. Seolah seperti tidak ada lagi harapan untuk kita hidup lebih lama lagi di dunia. Cahaya pun sirna.

 

Sejatinya dalam setiap cobaan hidup yang datang menghampiri, selalu ada hal yang mampu dilihat dari sisi baiknya. Meskipun kita harus berdarah-darah berjalan melewatinya, tapi harapan itu selalu ada. Cahaya akan muncul jika kita mencarinya. Jadi, jangan pernah merasa sungkan untuk meminta bantuan orang lain untuk mengulurkan tangan. Bisa saja bantuan itu memang datang dariNya dalam wujud manusia lain. Kita perlu percaya ini, karena hidup tidak selamanya gelap.

 

Ada tertulis, “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapatkan; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.” – Matius 7:7

 

Tidak ada hidup yang tidak bahagia di Negeri Jiwa Manusia. Kuncinya adalah keseimbangan. Bagaimana pun juga, hidup harus-wajib-mesti-kudu seimbang dalam segala aspek kehidupan.