Ourselves - Bahaya Bahaya Jiwa Manusia - Lievell

Wednesday, October 6, 2021

Ourselves - Bahaya Bahaya Jiwa Manusia

 

Negeri jiwa manusia memang indah, dan akan selalu indah. Tetapi, ada kalanya negeri ini sesekali dirudung mara bahaya. Namun, negeri ini mempunyai kemampuan untuk lolos dari bahaya yang mengancamnya. Apakah bahaya-bahaya yang selalu mengancam ketenteraman negeri jiwa manusia?

 

Bahaya Kemalasan

 

Hal yang paling umum terjadi adalah epidemi kemalasan. Layaknya suatu virus, kemalasan ini cepat sekali menyebar sampai ke seluruh negeri jiwa manusia. Seperti petani yang urung membajak dan menaruh benih, atau seperti buah-buahan yang jatuh dari pohonnya karena lupa dipetik, bahkan sampai membusuk. Seolah-olah kita ini malas untuk mengisi pikiran kita dengan sesuatu yang baik. Melupakan potensi atau talenta yang sudah Tuhan berikan untuk digali lebih dalam lagi, hanya karena kita diliputi rasa malas yang besar.

 

Selain itu, kemalasan ini juga diibaratkan seperti kapal-kapal yang menganggur di pelabuhan karena tidak ada orang yang menginginkan sesuatu pun dari luar negeri. Seolah ini menjelaskan kita ini terlalu malas untuk bergerak, terlalu malas melihat kemampuan kita dan menjadi berguna bagi orang lain. Sehingga orang lain pun enggan untuk melihat kemampuan kita karena dianggap tidak mampu.

 

Membiarkan diri terlalu lama terlena dengan bermalas-malasan dan berleha-leha, maka tidak heran ini akan membentuk satu kebiasaan dalam hidup. Anggap saja seperti asupan bagi tubuh. Seringkali kita mengabaikan tubuh yang perlu diberikan nutrisi, hanya diberikan makanan seadaanya. Berlindung di balik kesibukan ataupun nanti-nanti lagi. Lupa kalau umur semakin bertambah, lupa kalau sesuatu yang ditumpuk akan menjadi timbunan yang tinggi dan sewaktu-waktu dapat meledak. Ya, semuanya dimulai dari rasa malas yang menaungi kehidupan kita.

 

Bahaya Api

 

Api ini mempunyai potensi untuk bisa menjadi penerang dalam kegelapan, tetapi di sisi lain api bisa juga menyebabkan satu kebakaran besar yang meluas. Api ini diibaratkan seperti hasrat dalam diri manusia yang mampu menguasai jiwa. Namun seringkali kita mencobai hasrat diri ini. Seperti hasrat untuk mencari promo diskonan makanan dengan harga miring. Promo akan selalu ada jika mencarinya. Tapi bagaimana kita mampu mengendalikan diri untuk tidak terjebak berulang kali dalam lubang promo diskonan itu. Nah, di situlah PRnya! – ini gue, iyaa, ini gue!! :D

 

Maka pepatah, “Janganlah bermain-main dengan api” itu menjadi benar untuk diingat ya. Perlu hati-hati dalam menggunakan hasrat ini. Apakah kita yang mengendalikan atau kita yang dikendalikan oleh hasrat?


Bahaya Wabah, Banjir dan Kelaparan

 

Dalam hidup, seringkali kita bertemu dengan masalah yang tidak disangka-sangka. Seperti suatu negeri yang mendadak dilanda musibah. Tentu saja datangnya tiba-tiba dan dalam sekejab membuat satu negeri menjadi pontang-panting menghadapinya. Tidak jarang musibah ini memporak-porandakan negeri itu dan membuat pemerintahnya pusing tujuh keliling. Ya, seperti kita yang bertemu dengan suatu musibah tanpa diduga. Sudah sebisa mungkin kita berhati-hati dalam mengendarai mobil, tapi bisa saja kecelakaan itu terjadi. Memang bukan sesuatu yang kita mau, tapi itu sudah terjadi. Lantas, apa yang mampu kita lakukan?

 

Ujian dalam hidup itu kerap sekali menjadi satu pemikiran tersendiri. Memang ada hal-hal di luar kuasa kita sebagai umat manusia yang tidak mampu kita kelola dengan akal pikiran kita. Ini menjadi satu pengingat bagi kita untuk tidak menjadi sombong dan lebih rendah hati, pengingat untuk terus memperbaiki dan meng-upgrade diri. Bisa juga menjadi inspirasi untuk hidup. Dan bisa juga menjadi alat untuk kita bertransformasi menuju manusia yang lebih baik lagi.

 

“Kenapa harus aku yang mengalaminya, bukan orang lain?” – karena orang lain bukan lo, Tong. Tuhan mau kasih pelajaran hidup aja buat lo, biar lo gak jadi manusia super sendirian. Paham ora, son!

 

Bahaya Perselisihan

 

Perselisihan dalam hidup bukan hanya terjadi antara manusia dengan manusia lainnya. Namun seringkali terjadi perdebatan sengit dalam diri manusia itu sendiri. Tiga piranti yang bernama Nalar, Kehendak dan Pikiran inilah yang seringkali membuat persaingan menjadi tidak sehat di dalam diri. Masing-masing mempunyai kadar keras kepala yang tidak sedikit. Mau menang akan pendapatnya.

 

Sebut saja ketika Kehendak (si hasrat tinggi) ingin sekali dipuaskan dengan makan bakmi. Wah, siapa sih yang mampu menolak rasa enak dan lezatnya semangkuk bakmi ayam dengan isian yang melimpah ditemani pangsit rebus, bakso dan juga sayur-sayuran yang menggoda iman. Belum lagi makannya pakai sambal dan kulit pangsit goreng yang kriuk-kriuk itu. Nalar, si piranti netral, turut mendukung maksud si Kehendak. Mencoba membenarkan maksud Kehendak untuk membiarkan tubuh dimasuki oleh bakmi ayam. Pikiran juga tidak mau kalah berdebat, ia terus melancarkan logika. Lagi-lagi Nalar juga turut membenarkan, Nalar ini pribadi ganda kayanya. Gak punya pendirian dia. Pikiran pun bilang, makan bakmi itu hanya enak di mulut. Tapi ketika sudah masuk ke dalam pencernaan, perutmu akan bergejolak. Meronta-ronta akibat kandungan tepung dalam mie, perih karena cabai yang tidak diterima oleh pencernaan. Lantas, siapakah yang menang? – please jangan ditanyakan ke aku, kalian sudah bisa menebaknya…. :P

 

Bahaya Kegelapan

 

Kadang merasa hidup kita tertutup oleh kabut yang tebal dan tidak menemukan sinar untuk memandu kita keluar dari kegelapan. Depresi. Mungkin itu kata yang tepat menggambarkan ketika kita merasa tidak mampu keluar dari permasalahan hidup yang sedang melanda kita. Seolah seperti tidak ada lagi harapan untuk kita hidup lebih lama lagi di dunia. Cahaya pun sirna.

 

Sejatinya dalam setiap cobaan hidup yang datang menghampiri, selalu ada hal yang mampu dilihat dari sisi baiknya. Meskipun kita harus berdarah-darah berjalan melewatinya, tapi harapan itu selalu ada. Cahaya akan muncul jika kita mencarinya. Jadi, jangan pernah merasa sungkan untuk meminta bantuan orang lain untuk mengulurkan tangan. Bisa saja bantuan itu memang datang dariNya dalam wujud manusia lain. Kita perlu percaya ini, karena hidup tidak selamanya gelap.

 

Ada tertulis, “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapatkan; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.” – Matius 7:7

 

Tidak ada hidup yang tidak bahagia di Negeri Jiwa Manusia. Kuncinya adalah keseimbangan. Bagaimana pun juga, hidup harus-wajib-mesti-kudu seimbang dalam segala aspek kehidupan.

No comments:

Post a Comment