Kebetulan sedang membahas tentang
panca indera, rasanya jadi tepat banget kalau di edisi tulisan kali ini gue
berbagi cerita pengalaman pribadi aja. Tepat seminggu yang lalu, akhir minggu
kedua di Januari, gue mengalami sakit di pencernaan yang cukup hebat. Ini bukan
pertama kalinya gue menderita sakit seperti ini. Rasanya kalau diingat-ingat lagi
sudah dari usia sekolah gue selalu bermasalah dengan pencernaan. Dan seperti
orang bebal, gue kerap kali mengulang kesalahan yang serupa.
Kelemahan gue yang paling utama adalah tidak bisa melihat makanan enak. Masalah
yang lainnya lagi adalah semua makanan selalu enak buat gue. Jadi bisa dibayangkan
betapa lemahnya pengendalian diri gue ketika melihat ada makanan di depan mata.
Apalagi kalau judulnya gratis! 😎😎 Jadi ingat jaman kuliah dulu. Gue punya prinsip,
kalau ada makanan yang gratis kenapa harus beli. Geng kuliah gue hafal banget
kebiasaan gue ini nih karena gue sering banget malak makanan mereka ataupun
minta dijajanin sama mereka. Baiknya mereka punya teman kaya gue. #eh kebalik
yak…
Kembali ke cerita sakit yang gue
rasain (sukurin lo!) eh rasakan. Akhir minggu itu gue banyak mengkonsumsi
gluten yang tanpa disadari memicu pencernaan gue. Mendadak perut gue sakit gak
ketulungan di dini hari. Seperti ada demo besar-besaran di dalam perut. Sontak
para pendemo itu minta keluar dari perut dalam rupa muntah dan diare. Dan di
hari Senin pagi itu gue sudah 4x muntah ditambah 1x diare tanpa bentuk selain
cairan kuning. Lemas tak berdaya rasanya dengan perut yang bergejolak kawula
muda – macam Prambors FM ya. 😂 Ditambah dengan bunyi geluduk kecil-kecil di
dalam perut, sama persis dengan cuaca di hari itu yang ditemani oleh geluduk
dan hujan.
Iya, gue ini termasuk yang tidak kuat dengan gluten. Padahal gue cinta mati sama mie! Pernah ada pengalaman tepar tak berdaya juga karena mie. Satu waktu gue mengkonsumsi mie sekitar 4-5 kali dalam seminggu dan tentu setelah itu perut meronta-ronta kesakitan. Sama seperti rasa sakit yang terakhir gue derita. Segitu gagalnya gue menahan nafsu melihat mie. Tapi sejak itu gue agak kapok. Seperti dalam pertemanan yang kurang sehat, mie ini membawa pengaruh buruk dalam hidup gue. Jadi gue terapkan peraturan untuk mie ini. Kami tetap berteman, tapi perlu jaga jarak. Cukup makan mie seminggu sekali aja. Supaya hasrat makan mie tetap terpenuhi dalam porsi sewajarnya, tidak barbar seperti sebelumnya. Dan berhasil dong! Yaaaayy.
Permasalahan mie sudah bisa
dikendalikan, meskipun harus melewati rasa sakit yang luar biasa dulu. Nah
untuk sakit yang gue alami seminggu yang lalu sebetulnya hasil dari pengalaman
yang serupa juga. Ternyata perut gue bukan hanya bermasalah dengan mie, tapi
beberapa gluten mulai bereaksi yang sama ketika dikonsumsi berdekatan waktunya. Sehingga
pengalaman sakit kemarin mengajak gue untuk belajar lagi untuk lebih
mengendalikan mulut.
Begitulah ketika mulut sudah
menjadi tuan untuk diri kita. Dan sejujurnya gue pun gak bisa menjanjikan gue
tidak lagi jatuh ke dalam lubang yang sama, karena perkara makanan ini memang
momok besar banget buat diri gue. Tapi setidaknya dengan prinsip CM untuk tetap berada di tengah-tengah penting banget gue terapkan dalam urusan perglutenan dan pencernaan ini. Supaya tidak ada lagi kasus-kasus demo besar di dalam perut hamba...😂😂
No comments:
Post a Comment