Senin, 16 Januari 2023
Dua minggu lalu, sekitar jam 3 sore, tiba-tiba badan gue gak
enak. Memang sejak pagi gue merasakan badan yang kurang fit. Gue tahu gue
kecapekan dari minggu lalu. Tepatnya pas akhir pekan kemarin, kami sekeluarga
menghabiskan hari Minggu seharian di luar. Belum cukup istirahat, hari Senin
sudah digenjot lagi dengan aktivitas seperti biasa.
Masih berpikir, “Ah paling nanti tidur pagian aja pulang
dari les-in, besok juga sembuh.” Tapi ternyata hari Senin itu tidak berpihak
sama gue. Entah kenapa jalanan di h-6 Imlek di daerah Jembatan Tiga dan daerah
pecinan di sekitarnya (sampai ke Mangga Dua sekalipun ya ini) luar biasa
macetnya.
Hari Selasa, kebetulan di hari ini tidak ada kegiatan keluar
jadi bisa istirahat agak total di rumah. Kondisi badan masih bolak balik demam
dan kepala agak berat di bagian belakang. Hari Rabu sebetulnya sudah mulai agak
membaik, siap untuk kerja. Tapi ternyata jalanan masih belum bersahabat, malah
semakin parah macetnya di daerah situ. Akhirnya hari Rabu itu sekitar jam 4
sore gue dah sampai di rumah. Mulai di hari ini lah gue merasa demamnya semakin
lebih sering di malam hari. Hari Kamis demam juga semakin sering bolak balik
naik turun. Kepala semakin terasa berat dari sebelumnya. Nafas juga semakin
panas. Ditambah lagi beberapa kali gue merasa mual. Kondisi badan semakin gak
karu-karuan.
Hari Jumat akhirnya gue putuskan untuk ajak Ali ke klinik
depan apartemen, tapi gue merasa kurang puas dengan hasilnya. Akhirnya gue
putuskan untuk dirawat aja di Rumah Sakit. Sampai di RS gue langsung diambil darah
untuk tahu gue sakit apa. Gue menduga gue ini sakit typhus, tapi ternyata
hasilnya negatif. Begitu juga dengan DBD, negatif. Dan dokter mendiagnosa saat
itu sakit gue: infeksi bakteri. Gue diberikan obat penurun panas, antibiotik
dan juga obat mual. Hari itu juga gue sudah normal kembali, meski kepala masih
menyisakan sakit.
Hari Sabtu, sehari sebelum Imlek. Gue merasa ada harapan untuk
bisa Imlek. Pagi itu gue sudah segar. Gue bahkan diperbolehkan mandi sendiri. Namun,
selesai mandi gue dapati ruam merah di sepanjang lengan kiri dan sedikit ruam-ruam
merah di bagian lengan dalam bagian atas tangan kanan, perut dan paha. Dokter
yang sebelumnya sudah datang, kembali datang tergopoh-gopoh sambil memeriksa
kondisi ruam-ruam merah gue. Saat itu juga dokter ambil kesimpulan gue alergi
obat dan menghentikan semua obat. Lalu mulai mengobservasi kondisi gue seharian
itu.
Tentu saja gue yang mulai membaik akhirnya drop lagi. Badan
mulai demam lagi, tapi tidak ada obat yang boleh masuk. Meski gue bilang gue
tidak ada pernah riwayat alergi obat dan ruam-ruam merah sudah menghilang,
tetap dokter memutuskan untuk berhentikan obat. Dokter minta cek darah lagi
untuk tahu hasil yang lebih spesifik hari itu.
Mau gak mau gue harus terima kondisi tahun ini tidak ada
Imlek buat keluarga kami. Jangan ditanya rasanya deh. Saat itu gue hanya ingin
tahu sebetulnya gue kenapa. Hasil lab yang terbaru mengatakan gue terkena DBD.
Jujur selama ini gue tahunya DBD itu hanya bisa terkena sekali seumur hidup.
Nyatanya, DBD itu bisa sampai 4x dengan virus yang berbeda dari DBD sebelumnya,
dan dengan gejala yang juga tidak kalah lebih hebat dari sebelumnya. Cakep!!
Hari Minggu, gue cek darah lagi tapi trombosit sudah naik.
Karena dokter beranggapan DBD sudah lewat juga, trombosit sudah naik (meski
belum batas normal), dokter mengijinkan gue pulang. Bukan main senengnya sih.
Meski gue sendiri juga gak yakin sama kondisi badan gue saat itu ya, gue pulang
masih kondisi belum fit banget memang.
Senin pagi, 23 Januari 2023, pukul 2 dini hari. Gue demam
lagi. Dan setelahnya gue kembali bolak balik demam naik turun. Ketika suhu gue
turun, gue banjir keringet. Tapi gak lama kemudian badan mulai deman lagi
sampai harus pakai kaos kaki, celana panjang, sweater, sarung tangan dan masuk
ke dalam selimut yang ditutup sampai seluruh tubuh. Begitu terus berulang kali.
Seperti kembali ke awal sakitnya. Belum lagi perut rasanya sebentar perih
sebentar hilang, seperti sakit maag.
Selasa malam gue minta kembali dibawa ke rumah sakit yang
sama, Gading Pluit. Banyak yang tanya, kenapa gak cari second opinion? Ini
pendapat gue pribadi, kalau ada yang tidak setuju silakan. Gue gak mencari
setuju dari orang lain. Dengan gue pergi ke dokter lain dan rumah sakit lain, mungkin
masalah gue bisa selesai. Dengan begitu juga akhirnya kita dengan gampang
mengecap kalau dokter itu gak bagus, gue aja gak sembuh sama dia. Rumah sakit
itu jelek, gue di sana gak sembuh. Ya karena kita kabur dan gak balik ke dokter
itu. Justru dokter itu perlu tahu masalahnya kalau pasiennya ini belum sembuh
dan butuh pertolongannya untuk disembuhkan. Dokter juga perlu belajar dari
sakit pasiennya toh.
Amazingly, dokter yang merawat gue sebelumnya datang tengah
malam itu juga setelah gue sudah ada di ruangan. Memang waktu di UGD, ada
pasien lain yang butuh beliau juga. Jadi kedatangannya sih gak spesifik untuk
gue doang ya, tapi gue hargai kedatangannya di jam 12 malam itu. Gue menganggap
itu satu bentuk tanggung jawab beliau terhadap pasiennya. Respect, Doc!
Rabu pagi di rumah sakit, sendiri. Kebetulan Bapak Ali ada
kerjaan yang harus banget dikerjakan, jadi malam itu dia putuskan untuk gak
nemenin gue di RS. Konsepnya gini, kalau sudah nemenin di RS sudah tidak bisa
keluar masuk. Bisa sih, asal tiap masuk ke ruangan dicolok antigen terus dan
bayar 100rebu. Mana kuat lah kantong hamba ya. Dan gue berhasil dong melewati
malam ke pagi tanpa Bapak Ali. Satu prestasi yang luar biasa buat makhluk manja
macam gue ini.
Rabu pagi ini juga gue diminta USG sama dokter. Hasilnya
bagus semuanya. Tidak ada batu di empedu, pankreas, limpa, liver, ginjal pun
juga baik-baik aja menurut pengamatan dokter USG. Namun begitu diperiksa bagian
rahim, ada 3 kista di ovarium yang menurutnya perlu ke obgyn. Ah, lemes deh
untuk yang satu ini. Tapi mari kita singkirkan sejenak untuk hal ini, fokus
dengan sakit yang ada dulu.
Dokter pun semakin bingung dengan kondisi gue. Memang dari
hasil cek darah, SGOT dan SGPT gue meningkat. SGOT: 42; SGPT: 55. Harusnya
kurang dari angka 31. Ini jadi concern dokter. Apalagi gue sempat muntah 3x pagi
itu. Dan dokter memutuskan untuk rawat bersama dengan dokter internis lainnya. Namanya
Dokter S. Kalau dari penjelasan Dokter S, apa yang terjadi sama gue saat itu
adalah bagian dari virus DBD yang menyerang ke liver. Memang angkanya tidak terlalu
tinggi, tapi tetap menjadi masalah di tubuh gue. Beliau memberikan satu suplemen
untuk liver, semoga dengan suplemen itu mampu membuat liver gue membaik dan
bisa dilawan dengan banyak makan. Karena menurut dokter untuk melawan virus ya
dengan makan.
Karena rasa semangat untuk sembuh, hari Kamis gue sudah lebih
segar. Demam sudah jauh berkurang, meski mual masih datang sesekali dan kepala
masih juga terasa berat. Suster pun menyarankan gue untuk mandi dan
bersih-bersih. Mendapat kesempatan ini, gue langsung mandi, keramas, sikat gigi
dan BAB. Setelah itu rasanya segar banget. Suster juga bilang sudah boleh
jalan-jalan di dalam ruangan kalau bosen tiduran aja di kasur. Ah, rasanya
semakin senang bisa mendapat privilese seperti ini.
Hari Jumat kondisi badan semakin membaik lagi. Pusing di kepala
sudah sedikit hilang dari kemarin, meski masih mengganggu. Demam sudah tidak
ada dari sejak Rabu malam. Badan pun sudah terasa seperti sudah balik normal.
Sebelumnya tuh rasanya susah banget dijelaskan, amburadul! Dan Dokter S pun
bilang kalau hasil cek darah hari itu SGOT dan SGPTnya menurun, gue sudah boleh
pulang. Hasilnya…..menurun!
Jumat malam jam 9, gue sudah di apartemen. Ada rasa was-was,
apakah gue akan kembali demam seperti waktu itu? Nyatanya, gue bisa tidur
nyenyak banget malam itu dan bangun tanpa ada rasa demam sama sekali. Ah….Puji
Tuhan, gue sudah baik. Pelan-pelan membaik. Saat ini yang paling terasa memang
sakit di kepala yang pelan banget hilangnya. Ditambah masih gampang lelah
ketika harus berdiri agak lama dikit. Masih belum terlalu kuat. Tapi ini pun
juga pelan-pelan menuju baik.
Semoga ini adalah rentetan pelajaran terakhir di tahun
Macan. Biarlah tahun Kelinci menjadi awal yang baik untuk gue. Banyak hal yang
harus diperbaiki dari kebiasaan-kebiasaan gue. Selama ini gue pikir cukup,
ternyata belum. Apalagi umur akan semakin bertambah, tentu melatih kebiasaan
baru juga semakin PR. Harus lebih disiplin dan konsisten lagi. Bukan lagi hanya
sekedar rencana, tapi sudah harus dijalankan. Tidak ada satupun orang yang suka
dengan sakit. Apalagi dua minggu sakit yang menguras emosi dan energi. Biarlah
ini menjadi pelajaran berharga bahwa menjaga imunitas itu memang harus dan
perlu.