Sakit di Hari Imlek - Lievell

Monday, January 30, 2023

Sakit di Hari Imlek

Siapa sih yang ingin terkapar tidak berdaya, hanya tiduran di atas kasur tanpa bisa melakukan apa-apa? Lemas. Lunglai. Hanya meringkuk di balik selimut. Berdiri tak sanggup, jalan pun sangat pelan jika tidak ingin terjatuh. Begitu juga dengan makan, mengunyah saja tidak mampu. Gue yakin tidak ada seorang pun yang mau. Tapi itu lah yang gue rasakan selama gue sakit selama 2 minggu terakhir ini.

 

Senin, 16 Januari 2023

Dua minggu lalu, sekitar jam 3 sore, tiba-tiba badan gue gak enak. Memang sejak pagi gue merasakan badan yang kurang fit. Gue tahu gue kecapekan dari minggu lalu. Tepatnya pas akhir pekan kemarin, kami sekeluarga menghabiskan hari Minggu seharian di luar. Belum cukup istirahat, hari Senin sudah digenjot lagi dengan aktivitas seperti biasa.

 

Masih berpikir, “Ah paling nanti tidur pagian aja pulang dari les-in, besok juga sembuh.” Tapi ternyata hari Senin itu tidak berpihak sama gue. Entah kenapa jalanan di h-6 Imlek di daerah Jembatan Tiga dan daerah pecinan di sekitarnya (sampai ke Mangga Dua sekalipun ya ini) luar biasa macetnya.

 

Keluar dari komplek rumah anak les hampir jam 8 malam. Biasanya macet sudah terurai jam segitu, ini belum. Pelan-pelan gue merambat bersama dengan mobil lainnya, yang tentu sudah tidak jelas arahnya. Semua ingin cepat-cepat keluar dari macet laknat ini. Biasanya hanya butuh kurang dari 20 menit, kali ini membutuhkan 1 jam untuk bisa sampai ke pintu tol. Itu pun sudah melewati jalur pintas, jalan belakang Mall Emporium Pluit. Kemacetan tidak berhenti di situ, sepanjang tol dari Pluit menuju ke Kelapa Gading pun merambat – lancar – merambat – lancar. Berulang berkali-kali. Turun dari tol juga begitu. Dan akhirnya sampai juga di gerbang apartemen, yang tentunya parkiran sudah penuh sampai ke depan gerbang. Bersyukurnya ada Bapak Ali yang sudah menunggu di depan gerbang dan ada seorang petugas yang kebetulan gue kenal. Gue minta satu lot parkiran untuk Mister POO dan dicarikan oleh si petugas tersebut, ada. Ah, ternyata masih ada keberuntungan gue malam itu. Mencari lot parkir di jam 9 malam sama saja seperti nyari jarum dalam jerami.

 

Menghadapi macet dengan badan sumeng itu beneran gak enak banget. Untung aja sebelum melakukan perjalanan gue sengaja menegak 1 butir Panadol untuk jaga-jaga. Tapi sepanjang perjalanan gue tetep merasa kedinginan, jadi gue membalut badan dengan syal cokelat tebal yang memang selalu gue taruh di mobil. Mobil juga berjalan tanpa AC, sesekali gue nyalakan kalau dirasa udah mulai engap. Perjuangan banget untuk sampai rumah hari itu. Setelah mandi air hangat, gue langsung masuk ke dalam selimut dan tidur.

 

Hari Selasa, kebetulan di hari ini tidak ada kegiatan keluar jadi bisa istirahat agak total di rumah. Kondisi badan masih bolak balik demam dan kepala agak berat di bagian belakang. Hari Rabu sebetulnya sudah mulai agak membaik, siap untuk kerja. Tapi ternyata jalanan masih belum bersahabat, malah semakin parah macetnya di daerah situ. Akhirnya hari Rabu itu sekitar jam 4 sore gue dah sampai di rumah. Mulai di hari ini lah gue merasa demamnya semakin lebih sering di malam hari. Hari Kamis demam juga semakin sering bolak balik naik turun. Kepala semakin terasa berat dari sebelumnya. Nafas juga semakin panas. Ditambah lagi beberapa kali gue merasa mual. Kondisi badan semakin gak karu-karuan.

 

Hari Jumat akhirnya gue putuskan untuk ajak Ali ke klinik depan apartemen, tapi gue merasa kurang puas dengan hasilnya. Akhirnya gue putuskan untuk dirawat aja di Rumah Sakit. Sampai di RS gue langsung diambil darah untuk tahu gue sakit apa. Gue menduga gue ini sakit typhus, tapi ternyata hasilnya negatif. Begitu juga dengan DBD, negatif. Dan dokter mendiagnosa saat itu sakit gue: infeksi bakteri. Gue diberikan obat penurun panas, antibiotik dan juga obat mual. Hari itu juga gue sudah normal kembali, meski kepala masih menyisakan sakit.

 

Hari Sabtu, sehari sebelum Imlek. Gue merasa ada harapan untuk bisa Imlek. Pagi itu gue sudah segar. Gue bahkan diperbolehkan mandi sendiri. Namun, selesai mandi gue dapati ruam merah di sepanjang lengan kiri dan sedikit ruam-ruam merah di bagian lengan dalam bagian atas tangan kanan, perut dan paha. Dokter yang sebelumnya sudah datang, kembali datang tergopoh-gopoh sambil memeriksa kondisi ruam-ruam merah gue. Saat itu juga dokter ambil kesimpulan gue alergi obat dan menghentikan semua obat. Lalu mulai mengobservasi kondisi gue seharian itu.

 

Tentu saja gue yang mulai membaik akhirnya drop lagi. Badan mulai demam lagi, tapi tidak ada obat yang boleh masuk. Meski gue bilang gue tidak ada pernah riwayat alergi obat dan ruam-ruam merah sudah menghilang, tetap dokter memutuskan untuk berhentikan obat. Dokter minta cek darah lagi untuk tahu hasil yang lebih spesifik hari itu.

 

Mau gak mau gue harus terima kondisi tahun ini tidak ada Imlek buat keluarga kami. Jangan ditanya rasanya deh. Saat itu gue hanya ingin tahu sebetulnya gue kenapa. Hasil lab yang terbaru mengatakan gue terkena DBD. Jujur selama ini gue tahunya DBD itu hanya bisa terkena sekali seumur hidup. Nyatanya, DBD itu bisa sampai 4x dengan virus yang berbeda dari DBD sebelumnya, dan dengan gejala yang juga tidak kalah lebih hebat dari sebelumnya. Cakep!!

 

Saat itu gue hanya bisa melongo. Dokter bilang kondisi gue juga sebenarnya agak membingungkan. Kemarin tidak terdeteksi karena hari Jumat itu gue masuk hari ke 5, makanya hasil darahnya DBD gue sudah negatif. Setelah diperiksa yang lebih mendalam, cek IgG dan IgM ternyata memang ada virus DBD di gue. Trombosit gue juga menurun di hasil cek lab kedua ini. Untuk IgG dan IgM bisa dicek sendiri di gugel ya. Hasil gue saat itu IgG: positif, IgM: negatif. Artinya virusnya sudah lewat dari rentang waktu 7-21 hari. Jadi sebetulnya DBD gue sudah lewat.

 

Hari Minggu, gue cek darah lagi tapi trombosit sudah naik. Karena dokter beranggapan DBD sudah lewat juga, trombosit sudah naik (meski belum batas normal), dokter mengijinkan gue pulang. Bukan main senengnya sih. Meski gue sendiri juga gak yakin sama kondisi badan gue saat itu ya, gue pulang masih kondisi belum fit banget memang.

 

Senin pagi, 23 Januari 2023, pukul 2 dini hari. Gue demam lagi. Dan setelahnya gue kembali bolak balik demam naik turun. Ketika suhu gue turun, gue banjir keringet. Tapi gak lama kemudian badan mulai deman lagi sampai harus pakai kaos kaki, celana panjang, sweater, sarung tangan dan masuk ke dalam selimut yang ditutup sampai seluruh tubuh. Begitu terus berulang kali. Seperti kembali ke awal sakitnya. Belum lagi perut rasanya sebentar perih sebentar hilang, seperti sakit maag.

 

Selasa malam gue minta kembali dibawa ke rumah sakit yang sama, Gading Pluit. Banyak yang tanya, kenapa gak cari second opinion? Ini pendapat gue pribadi, kalau ada yang tidak setuju silakan. Gue gak mencari setuju dari orang lain. Dengan gue pergi ke dokter lain dan rumah sakit lain, mungkin masalah gue bisa selesai. Dengan begitu juga akhirnya kita dengan gampang mengecap kalau dokter itu gak bagus, gue aja gak sembuh sama dia. Rumah sakit itu jelek, gue di sana gak sembuh. Ya karena kita kabur dan gak balik ke dokter itu. Justru dokter itu perlu tahu masalahnya kalau pasiennya ini belum sembuh dan butuh pertolongannya untuk disembuhkan. Dokter juga perlu belajar dari sakit pasiennya toh.

 

Amazingly, dokter yang merawat gue sebelumnya datang tengah malam itu juga setelah gue sudah ada di ruangan. Memang waktu di UGD, ada pasien lain yang butuh beliau juga. Jadi kedatangannya sih gak spesifik untuk gue doang ya, tapi gue hargai kedatangannya di jam 12 malam itu. Gue menganggap itu satu bentuk tanggung jawab beliau terhadap pasiennya. Respect, Doc!

 

Rabu pagi di rumah sakit, sendiri. Kebetulan Bapak Ali ada kerjaan yang harus banget dikerjakan, jadi malam itu dia putuskan untuk gak nemenin gue di RS. Konsepnya gini, kalau sudah nemenin di RS sudah tidak bisa keluar masuk. Bisa sih, asal tiap masuk ke ruangan dicolok antigen terus dan bayar 100rebu. Mana kuat lah kantong hamba ya. Dan gue berhasil dong melewati malam ke pagi tanpa Bapak Ali. Satu prestasi yang luar biasa buat makhluk manja macam gue ini.

 

Rabu pagi ini juga gue diminta USG sama dokter. Hasilnya bagus semuanya. Tidak ada batu di empedu, pankreas, limpa, liver, ginjal pun juga baik-baik aja menurut pengamatan dokter USG. Namun begitu diperiksa bagian rahim, ada 3 kista di ovarium yang menurutnya perlu ke obgyn. Ah, lemes deh untuk yang satu ini. Tapi mari kita singkirkan sejenak untuk hal ini, fokus dengan sakit yang ada dulu.

 

Dokter pun semakin bingung dengan kondisi gue. Memang dari hasil cek darah, SGOT dan SGPT gue meningkat. SGOT: 42; SGPT: 55. Harusnya kurang dari angka 31. Ini jadi concern dokter. Apalagi gue sempat muntah 3x pagi itu. Dan dokter memutuskan untuk rawat bersama dengan dokter internis lainnya. Namanya Dokter S. Kalau dari penjelasan Dokter S, apa yang terjadi sama gue saat itu adalah bagian dari virus DBD yang menyerang ke liver. Memang angkanya tidak terlalu tinggi, tapi tetap menjadi masalah di tubuh gue. Beliau memberikan satu suplemen untuk liver, semoga dengan suplemen itu mampu membuat liver gue membaik dan bisa dilawan dengan banyak makan. Karena menurut dokter untuk melawan virus ya dengan makan.

 

Hari Rabu menjadi hari di mana gue akhirnya lega dengan hasil diagnosa dokter. Gue jadi lebih semangat untuk makan. Sayangnya gue bukan Bapak Ali, yang mau sakit kaya apa makan tetap lahap. Saat itu gue hanya bisa masuk segala jenis minuman: jus-jusan dan air putih hangat dan makanannya pun hanya buah yang rasanya segar menurut mulut gue. Begitu diminta makan karbo dan lauk, rasanya susah banget untuk ngunyah dan terasa mual sesudahnya. Ternyata gue ada masa gak kepengen makan juga ya.

 

Karena rasa semangat untuk sembuh, hari Kamis gue sudah lebih segar. Demam sudah jauh berkurang, meski mual masih datang sesekali dan kepala masih juga terasa berat. Suster pun menyarankan gue untuk mandi dan bersih-bersih. Mendapat kesempatan ini, gue langsung mandi, keramas, sikat gigi dan BAB. Setelah itu rasanya segar banget. Suster juga bilang sudah boleh jalan-jalan di dalam ruangan kalau bosen tiduran aja di kasur. Ah, rasanya semakin senang bisa mendapat privilese seperti ini.

 

Hari Jumat kondisi badan semakin membaik lagi. Pusing di kepala sudah sedikit hilang dari kemarin, meski masih mengganggu. Demam sudah tidak ada dari sejak Rabu malam. Badan pun sudah terasa seperti sudah balik normal. Sebelumnya tuh rasanya susah banget dijelaskan, amburadul! Dan Dokter S pun bilang kalau hasil cek darah hari itu SGOT dan SGPTnya menurun, gue sudah boleh pulang. Hasilnya…..menurun!

 

Jumat malam jam 9, gue sudah di apartemen. Ada rasa was-was, apakah gue akan kembali demam seperti waktu itu? Nyatanya, gue bisa tidur nyenyak banget malam itu dan bangun tanpa ada rasa demam sama sekali. Ah….Puji Tuhan, gue sudah baik. Pelan-pelan membaik. Saat ini yang paling terasa memang sakit di kepala yang pelan banget hilangnya. Ditambah masih gampang lelah ketika harus berdiri agak lama dikit. Masih belum terlalu kuat. Tapi ini pun juga pelan-pelan menuju baik.

 


Semoga ini adalah rentetan pelajaran terakhir di tahun Macan. Biarlah tahun Kelinci menjadi awal yang baik untuk gue. Banyak hal yang harus diperbaiki dari kebiasaan-kebiasaan gue. Selama ini gue pikir cukup, ternyata belum. Apalagi umur akan semakin bertambah, tentu melatih kebiasaan baru juga semakin PR. Harus lebih disiplin dan konsisten lagi. Bukan lagi hanya sekedar rencana, tapi sudah harus dijalankan. Tidak ada satupun orang yang suka dengan sakit. Apalagi dua minggu sakit yang menguras emosi dan energi. Biarlah ini menjadi pelajaran berharga bahwa menjaga imunitas itu memang harus dan perlu.

No comments:

Post a Comment