Reply 1988, Nostalgia Masa Kecil - Lievell

Monday, July 27, 2020

Reply 1988, Nostalgia Masa Kecil

Sekelar menonton drama Korea berjudul Reply 1988 mendadak banyak perasaan campur aduk bergelut di hati. Drama yang berbalut komedi dengan alur tema keluarga dan persahabatan di era 80an akhir ini mampu sekali membuat gue terbawa perasaan yang mendalam dan yang paling dirasa adalah rasa kangen dengan kehidupan masa kecil gue. Benar-benar sukses membangkitkan nostalgia.

 

Alkisah cerita ini berawal dari 5 anak kecil yang tinggal bertetangga satu dengan yang lainnya dalam satu gang yang bernama Ssangmundong. Dikarenakan mereka sering bermain bersama, otomatis persahabatan pun terjalin diantara mereka berlima. Mulai dari kecil sampai akhirnya perjalanan drakor ini dimulai ketika mereka sudah masuk di usia 18 tahun atau setara kelas 2 SMA (sepertinya umur mereka boros yee, umur segitu belum kelar sekolah :D). Adalah Sung Deok-sun, Sung Sun-woo, Kim Jung-hwan, Ryu Dong-ryong dan Choi Taek nama-nama 5 sekawan yang tinggal bersama dengan keluarga mereka masing-masing di gang tersebut.

 

Mereka sering sekali berkumpul bersama di rumahnya Choi Taek atau biasa suka dipanggil dengan sebutan Taek-ki. Ia merupakan pendatang terakhir di gang itu dan ibunya sudah meninggal sejak ia kecil. Ia pemain Baduk yang sudah go international dan ia memutuskan tidak sekolah karena profesinya ini. Karena ia sering kali bertanding di luar negeri, momen kepulangan dia sekelar dari bertanding pasti ditunggu oleh teman-temannya. Dering telepon berantai di antara rumah mereka pasti berbunyi saling memberi kabar dan dalam sekejab mereka sudah berada di kamar Taek-ki. Kegiatan mereka selama kumpul ini, selain menanyakan menang atau kalah dalam pertandingannya, mereka biasanya nonton film sambil nyemil atau makan ramen kuah dalam satu panci yang dimakan rame-rame dan diakhiri dengan menginap bersama.

 

Momen-momen kocak banyak terjadi selama mereka kumpul bareng ini. Ada satu momen dimana Taek-ki kalah bertanding. Dimana semua orang berusaha menghiburnya dengan tidak menanyakan apapun tentang kekalahannya ataupun berusaha memberikan ini itu supaya dia tidak larut dalam kekalahannya. Eh begitu teman-temannya ini masuk ke dalam kamarnya dan mendapati Taek-ki sedang duduk termenung di depan papan Baduknya, gak ada kata manis ataupun menghibur, yang ada justru dibego-begoin (dikatain bego) kenapa harus sedih gara-gara kalah gitu doang. Namanya juga permainan pasti ada menang ada kalah, ya diterima aja. Lo mau teriak dan mengumpat sialan, bangsat, kampret juga gak papa kali biar hati lo lega, ya habis itu berjuang lagi. Kira-kira begitulah mereka ngomong, dan memang itu yang diperlukan sama Taek-ki. Begitu dia mengumpat, dia merasa lega dan justru malah bisa ketawa lepas. Apalagi mengumpatnya itu pake diajarin dulu dan dikata-katain dulu, kurang kasar, kurang kenceng, kurang..kurang. Sampai akhirnya dia lega setelah teriak-teriak kaya gitu. Nah, habis itu pasti ada aja kelakuan dari dua temen ajaibnya, yaitu si Deok-sun dan Dong-ryong, yang biasanya langsung mulai dengan joget-joget gak jelas ala 80an gitu, yang pasti sontak ini bikin ketiga temen-temennya ngakak gak berenti melihat mereka. Atau kebiasaan kentut sebelum tidur dari si Dong-ryong yang bikin emosi jiwa dan biasanya berakhir digebukin rame-rame. Bau, man!

 

Persahabatan ini yang mengingatkan gue dengan teman-teman di masa kecil gue. Cerita gue gak beda jauh dari kisah di Reply 1988 ini. Gue besar di satu komplek dan bersekolah dari SD sampai lulus SMA di sekolah komplek juga. Otomatis teman-teman gue selama 12 tahun ya 4L, Lo Lagi Lo Lagi, dengan pertambahan teman hanya sedikit sekali di setiap jenjang pendidikan. Karena inilah kami cukup mengenal satu sama lain. Kami saling tahu dimana rumah si itu, si ini, si ana, si anu berikut juga kenal dengan orang tuanya masing-masing. Ketika telepon sudah masuk di komplek kami, kami pun saling menghafal nomor telepon dalam sekali pencet untuk sekadar tanya PR, tanya lo ada di rumah apa gak, ataupun ngobrol di telepon yang bikin emak babeh gue suka teriak karena tagihan telepon bengkak. Tak jarang juga kami saling bermain berjam-jam di rumah teman, entah sekadar mengobrol, nonton film, sampai makan siang ataupun nyemil sore di sana. Sering juga kegiatan kami setiap sore naik sepeda bersama keliling komplek, pernah juga ada masa main roller blade bareng, berenang bersama di kolam renang komplek atau bahkan jalan pagi bersama di kala libur sekolah yang berujung dengan makan bakmi.

 

Bertambahnya umur, persahabatan kelima kawan dari Ssangmundong ini mulai menunjukkan saling suka satu sama lain. Ada kisah cinta segitiga diantara mereka berlima, dimana Deok-sun, si satu-satunya perempuan di geng mereka yang mempunyai kelakuan ajaib yang rasanya urat malunya udah putus dari kapan tau itu, merasa GR dengan Sun-woo. Deok-sun merasa Sun-woo naksir dia. Setiap kali Sun-woo mampir ke rumah, kelakuan si Deok-sun mirip cacing kepanasan. Pernah dia kabur masuk kamar, begitu keluar kamar dia sudah berdandan menor hanya karena Sun-woo mampir ke rumahnya untuk minjem apa gitu. Gilingan memang Deok-sun, bikin ngakak abis. Eh ternyata seringnya Sun-woo mampir itu hanya untuk melihat kakaknya Deok-sun, Kak Bo-ra lewat minjem ini itu dari Deok-sun. Hancur sudah hatinya Deok-sun, sampai mewek karena merasa ditolak dan kesel kenapa Sun-woo naksir kakaknya.

 

Di lain sisi, ternyata ada Jung-hwan dan Choi Taek yang diam-diam naksir Deok-sun yang tentunya Deok-sun ini sama sekali gak sadar dong. Jung-hwan si cowok cool yang irit bicara ini sebetulnya sudah beberapa kali kasih sinyal ke Deok-sun, semisal jagain Deok-sun ketika di bus lagi padat banget supaya Deok-sun gak terjungkal kanan kiri depan belakang, belum lagi Jung-hwan yang diam-diam nungguin Deok-sun sepulang sekolah sambil bawa payung karena sedang hujan, dan berbagai macam sweet small things PDKT ala-ala gitu. Menyenangkan sih lihat momen-momen PDKTnya si Jung-hwan ini. Hihihi.

 

Beda lagi dengan Choi Taek. Taek-ki ini bisa dibilang hanya pintar main Baduk aja, untuk hal lain bisa dibilang terbelakang banget. Makan pakai sumpit aja kesusahan, sampai-sampai Dong-ryong suka gemes liat Taek-ki gak bisa-bisa ambil daging atau mie dengan sumpit. Biasanya Deok-sun langsung ambil garpu atau sendok begitu melihat situasi ini. Tidak bisa ikat tali sepatu. Pernah sampai ditolong oleh Jung-hwan dan Taek-ki memilih tidak membuka-buka lagi tali sepatu yang dibantu Jung-hwan itu. Belum lagi pernah diomelin Deok-sun habis-habisan karena kepolosannya Taek-ki yang minjemin duit ke siapa aja yang minta.

 

Dasar emang cinta itu buta ya. Meskipun Taek-ki mempunyai IQ 139, tapi dia sering banget dikerjain oleh Deok-sun yang hanya memiliki IQ 99. Ini kocak deh. Ada satu momen dimana mereka ditinggalin di pantai oleh teman-temannya. Deok-sun meminta dompet Taek-ki dan dilihatnya Taek-ki membawa uang yang banyak, lalu Deok-sun bilang akan mentraktir Taek-ki dan Taek-ki iya-iya aja. Duit duitnya siapa cobaaa. Dodol emang. Selama nunggu ini, Deok-sun membeli snack ringan semacam Cheetos dan menawarkan Taek-ki. Ketika Taek-ki membuka mulutnya siap disuapin Deok-sun, bukan snack yang masuk mulut melainkan jari Deok-sun. Berkali-kali dikerjain kaya gini tapi gak pinter-pinter juga si Taek-ki, dia tetep mangap dan berakhir dengan jari Deok-sun yang masuk. Haizz, ini ngakak abis.

 

Mungkin karena care-nya Deok-sun ke Taek-ki yang bikin Taek-ki jadi suka dengan Deok-sun ya. Momen banget ketika Deok-sun harus nemenin Taek-ki bertanding ke Cina. Deok-sun terkaget-kaget ketika tahu kalau Taek-ki sebelum bertanding bisa sampai gak keluar dari kamar dan gak makan. Belum lagi dia cukup shock melihat Taek-ki ternyata merokok untuk menghilangkan stressnya sebelum bertanding. Melihat ini dan sudah dikasih tau oleh bokapnya Taek-ki, Deok-sun sudah menyiapkan segala keperluan Taek-ki selama bertanding. Biar Deok-sun dodol sedodol-nya ya, dia paham juga gimana mengurus Taek-ki. Dia bawa matras penghangat dari rumahnya – ini bikin Bo-ra emosi karena dia jadi kedinginan menggigil karena matrasnya penghangatnya dibawa si Deok-sun :D :D, dan ditaruh di bawah sprei tempat tidur Taek-ki di hotel karena pas musim dingin di Cina. Deok-sun juga menyiapkan pakaiannya Taek-ki untuk bertanding, dia taruh di mana Taek-ki bisa lihat – sampai hal kaya gini aja juga Taek-ki gak bisa, doeng banget ini orang emang ye. Sampai beliin makanan dan bikinin telur ceplok di dapur hotel buat Taek-ki makan. Kalau gak ada Deok-sun kelar udah hidupnya Taek-ki kali ya. Ampun deh.

 

Hal-hal semacam ini, cinta-cintaan monyet, juga terjadi di area komplek gue semasa gue SMP-SMA. Cerita si ini lagi PDKT ke si itu, lalu pacaran, putus dan PDKT dengan siapa lagi, udah menjadi cerita yang hilir mudik di telinga kami. Kadang merasa komplek gue tinggal ini mirip kisahnya Beverly Hills 90210, halah! Saking segitu banyaknya kisah romantis picisan ala-ala anak abegeh saat itu yang bertebaran di seantero komplek. Lucu kalau diingat. Komplek itu saksi bisu banget mengenang cerita cinta monyet kami semua.

 

Selain kisah persahabatan kelima kawan tadi, yang gak kalah seru adalah kisah masing-masing keluarga dan antar tetangga di gang Ssangmundong. Masing-masing mempunyai kisah tersendiri yang gak kalah kocak dan mengharu biru. Beberapa kali gue nangis mengingat kisah-kisah keluarga mereka mirip dengan kisah keluarga gue sendiri. Ya setiap keluarga pasti punya kisahnya masing-masing dan melalui drama ini setidaknya ada irisan yang sama dan terelasi dengan keluarga kita sendiri.

 

Seperti ketika Bo-ra mau belajar hukum dan harus masuk asrama. Ibu dan kedua adiknya mengantar Bo-ra dengan sedih di depan rumah, sedangkan Ayahnya memilih sok cuek dengan pergi kerja di hari itu seolah-olah ini hal biasa aja kok, gak perlu bersedih. Eh ternyata Ayahnya tidak berangkat kerja, malah nungguin Bo-ra lewat di pinggir jalan lalu memberhentikan mobil Bo-ra dan memberikan obat-obatan untuk di asrama nanti. Ah, sedihnya momen ini. Ayah yang sayang banget dengan anak sulungnya yang notabene serupa tapi tak sama wataknya ini. Ditambah lagi ketika Deok-sun diminta Ibunya mengantar kepiting untuk ransum kakaknya di asrama. Deok-sun sempat kesal karena harus berjalan jauh demi Bo-ra, tetapi begitu sampai disana ia melihat kamar asrama Bo-ra yang kecil banget. Seketika Deok-sun langsung memeluk Bo-ra dan menangis. Biar gimanapun siblings still siblings ya, meskipun kesel tapi kalau lihat saudaranya susah tetap saja sedih. Ah…

 

Dan tentunya di balik kisah-kisah mellow masing-masing keluarga, banyak juga hal-hal kocak yang bikin ngakak setiap nontonnya. Kelakuan para suami istri, ayah ibu dari kelima kawan itu, yang konyolnya ampun deh. Paling gokil sebetulnya keluarga Jung-hwan. Kebayang gak sih anaknya cool abis gitu, irit bicara, tapi emak bapaknya koplak abis. Ada-ada aja kelakuan mereka. Pernah sotoy bokapnya benerin setrikaan emaknya, sedikit-sedikit tali kabelnya dipotong sampai akhirnya kabelnya tinggal 30 cm doang. Emaknya udah emosi aja itu. Apalagi pas dipakai buat nyetrika, yang ada mejanya yang harus digeser sana sini supaya bisa ke-strika pakaiannya. Bikin tambah emosi si emak, kocak ini.

 

Begitu banyak nostalgia ketika menonton drama satu ini. Sukses banget membuat gue tertawa terbahak-bahak sampai guling-guling di kasur dan juga menangis sesegukan bersamaan. Ceritanya sangat ringan tapi nyata dalam kehidupan sehari-hari di tahun-tahun itu. Bagaimana persahabatan antar teman terjalin hanya dengan main bersama tanpa sibuk oleh gadget. Menghabiskan berjam-jam di rumah teman sambil dengerin lagu sambil tiduran di kasur atau lantai dan bercerita ini itu. Sampai tiba waktunya kami semua sibuk dengan urusan masing-masing dan satu persatu meninggalkan komplek untuk menjelajahi dunia masa depan. Memori tetap terkenang sepanjang masa, meskipun momen tersebut hanya menjadi kisah yang melekat di ingatan.

 

Kosambi Baru, biarlah tetap menjadi saksi bisu perjalanan hidup gue di tahun 90an.


No comments:

Post a Comment