Beberapa waktu lalu, seorang kawan yang gandrung juga dengan Drama Korea (drakor) menyodorkan satu judul yang menurutnya bagus dan dijamin gue pasti suka. Awalnya gue kurang tertarik dengan anjuran si kawan ini yang mengajukan “Dear My Friends” sebagai drakor yang wajib gue tonton. Sampai akhirnya di obrolan kami yang kesekian kalinya, dia menanyakan , “Lo dah nonton blom drakor yang gue bilang waktu itu?!” Jreeeeng!
Sebetulnya apa sih yang menarik dari kawanan nenek-nenek
yang sudah berteman sejak usia sekolah ini sampai jadi drakor yang menurut si
kawan ini wajib gue tonton? Akhirnya gue pun penasaran dan gue sempatkan waktu
beberapa hari lalu untuk menontonnya.
Drakor satu ini berkisah tentang 5 nenek yang sudah
bersahabat sejak usia sekolah. Mereka adalah Hee Ja, Joong A, Nan Hee, Young
Won dan Choong Nam yang berumur kisaran 70 tahunan. Ini adalah kisah mereka
berlima yang berjalan mengarungi waktu yang sudah tidak muda lagi dengan segala
permasalahan hidupnya dan berharap kisah mereka ini dituliskan dalam satu buku
oleh anaknya Nan Hee yang bernama Park Wan. Dia memang seorang penulis dan
ibunya kepingin sekali kisah hidup teman-temannya ini bisa jadi memori untuk
mereka sebelum mereka meninggalkan dunia ini. Tentunya tidak mudah untuk si ibu
membujuk anaknya yang merasa akan bosan sekali harus mengintil kemana para
nenek ini berkegiatan. Lucunya, tanpa ia sadari ia sudah masuk ke dalam
permasalahan hidup mereka dan selalu terkait dalam setiap kisahnya mereka.
Cerita di dalam drakor ini memang berkisah tentang
persahabatan mereka berlima, tapi porsi lebih banyak berkisah tentang kehidupan
Nan Hee dan keluarga, Joong A dan keluarga serta Hee Ja dan keluarga. Sisanya
diikut sertakan tapi tidak begitu banyak porsinya. Seperti Young Won yang
adalah seorang aktris yang mengidap kanker payudara stadium awal. Ia adalah
teman yang baik yang selalu menolong kawan-kawannya ketika mereka
membutuhkannya, meskipun di awal ia diceritakan mengetahui hubungan gelap
antara suami Nan Hee dengan temannya tapi tidak memberitahukan Nan Hee sebagai
sahabatnya. Mereka bermusuhan lama tetapi akhirnya hubungan mereka membaik di cerita
ini.
Peran pembantu lainnya, Choong Nam adalah nenek yang
hidupnya melajang sampai tua dan sibuk menghidupi saudara, keponakan dan cucu
yang membutuhkan uangnya. Ia ceritanya seorang yang kaya dan periang, suka
sekali melucu nenek ini dengan suara yang serak-serak basah. “Di antara kalian
yang paling menderita sakit itu aku. Tahu kenapa? Karena aku yang paling
diberikan kesehatan yang baik dan umur yang panjang.” Lucunya lagi, si nenek satu ini masih sekolah
dong. Dia belum lulus SMA dan hobinya nyontek PR temennya karena ia terlalu
sibuk mengurusi teman-teman tuanya. Ampun deh, kocak banget!
Nan Hee adalah seorang ibu tunggal yang diselingkuhi oleh
suaminya 30 tahun lalu. Sejak itu ia tidak pernah menikah lagi dan memilih
hidup berdua dengan anaknya, Park Wan, dari hasil usaha restoran
kecil-kecilannya. Nan Hee juga masih memiliki keluarga lengkap. Ada ibu yang
sudah berumur hampir 90 tahun dan seorang ayah yang usianya tentu gak berbeda
jauh dari Ibu. Ini lucu deh, si Ayah ini di usia tuanya selalu mengintil kemana
ibunya berjalan, berbalik dengan ketika mereka masih muda dimana si Ibu yang
dulunya selalu mengikuti Ayah kemanapun karena si Ayah hobi selingkuh. Justru
di usia tuanya, si Ayah jadi sibuk mengikuti kemanapun Ibu berjalan, matanya
pun tidak pernah lepas dari si Ibu sambil terus membawa tabung oksigen yang
terhubung dengan hidungnya dan juga gantungan huruf-huruf Hangul untuk
dipelajari si Ayah. Ayahnya dikisahkan tidak bisa membaca sampai usia senja itu
tapi masih punya semangat untuk belajar. Jadi suka ada adegan kocak-kocak berantem standar
ala kakek nenek gitu.
Nan Hee juga memiliki seorang adik yang umurnya jauh sekali
dengannya, malah bisa dibilang hampir seumur anaknya yang sudah memasuki umur
40 tahun. Adiknya ini memiliki satu kaki yang lumpuh dan harus menggunakan
tongkat untuk membantunya berjalan. Nan Hee ini merasa memiliki tanggung jawab
berat, ia merasa harus menghidupi keluarganya. Padahal sebetulnya keluarga
mereka mempunyai lahan perkebunan yang luas. Eh iya, yang bikin tercengang, si
Ibu yang berusia 90 tahunan itu kalau mau berpergian kemana-mana naik ATV dong.
Keren banget yak!! :D
Hubungan Nan Hee dan anaknya, Park Wan, sering banget
berantem sebetulnya. Mereka hidup terpisah dan saling mengunjungi satu sama
lainnya. Biasanya sih lebih banyak Nan Hee yang suka mengunjungi anaknya sambil
membawakan stok-stok makanan untuk anaknya. Si Ibu yang sudah tahu kode
password nomor pintu si anak suka main seenaknya aja datang tanpa berkabar dulu
ke Park Wan. Sedangkan Park Wan merasa bĂȘte karena merasa tidak memiliki
privasi, apalagi ia takut ketahuan ibunya kalau ia merokok. Ia takut ibunya
melihat bungkus-bungkus rokok di tong sampah rumahnya. Beberapa kali ia harus
mengganti kode password rumahnya dan ini malah bikin si Ibu jadi bĂȘte juga,
ujung-ujungnya berantem. Ya gitu deh ya hubungan ibu dan anak perempuannya.
Kalau dekat bau ,menjauh justru wangi. Ketika sudah cukup lama menjauh, begitu ketemu
justru berantem. Adegan-adegan berantem ibu dan anak ini agak mirip-mirip
dengan kisah gue juga dengan nyokap. Hahahah.
Park Wan sendiri adalah seorang penulis yang bekerja di
kantor milik mantan pacar pertamanya yang masih cinta sama Park Wan tapi si
cowok itu sebetulnya sudah berkeluarga. Ada sempat salah paham si Ibu karena
merasa anaknya ini sudah merusak rumah tangga orang. Wah habis deh Park Wan
digebukin ibunya. Ibunya tidak mau kalau anaknya berakhir menjadi pelakor
seperti yang terjadi dengan kisah hidup ibunya yang diselingkuhi. Paham banget
ini rasanya jadi si ibu.
Park Wan memiliki seorang mantan pacar yang gantengnya
amit-amit, duh, gue demen banget sama (satu-satunya yang ganteng dan muda di
sini) cowo ini. Sayangnya si mantan pacar ini, Yeon Ha, lumpuh kedua kakinya
dan terpaksa harus memakai kursi roda. Yeon Ha tinggal di Slovenia, tempat
mereka pernah menjalin kasih dan terpaksa Park Wan meninggalkan Yeon Ha karena
lumpuh. Ini agak egois ya dilihatnya. Kenapa Park Wan dengan tega meninggalkan
Yeon Ha setelah lumpuh?
Ajaran Ibu itu begitu kuat dan mengakar hebat di benak anak
ya. Nan Hee selalu bilang ke Park Wan untuk tidak menikah dengan seorang pria
lumpuh seperti pamannya Park Wan karena menyusahkan. Jadi begitu Yeon Ha
lumpuh, tanpa pikir panjang Park Wan pun meninggalkan Yeon Ha dan kembali ke Korea.
Hubungan cinta ini jadinya ribet sendiri. Mereka berdua masih saling sayang,
tapi karena ajaran ibu untuk tidak menikahi seorang pria lumpuh terus
terngiang-ngiang di Park Wan alhasil membuat mereka berdua jadi (kadang)saling
menyiksa satu sama lain dengan kata-kata. Nyesek sih ini!
Karakter nenek kedua adalah Hee Ja. Ia adalah nenek yang
melankolis dan memiliki tanda-tanda demensia di awal cerita. Suaminya meninggal
di dalam lemari baju dalam keadaan tertidur, rumornyaa karena pintunya ditahan
dengan sendok oleh Hee Ja sehingga suaminya tidak bisa keluar dari lemari baju
dan mati lemas kurang oksigen. Jadilah ia hidup menjanda dan tidak ada anaknya
yang mau menampungnya. Ia pun hidup sendirian di rumahnya yang cukup besar.
Hanya satu anaknya yang mau mengurusnya, Bong Yi, tapi ini pun tidak tinggal
serumah dengan Hee Ja.
Ada satu waktu ketika Hee Ja mau mengganti lampu bohlam yang
mati. Pelan-pelan ia naik ke atas kursi, membuka lampu bohlam yang mati lalu
turun dari kursi. Ia mengambil lampu bohlam yang baru dan pasang sarung tangan
supaya tidak kesetrum waktu memasang bohlam yang baru. Waktu nonton ini gue
tahan nafas takut terjadi sesuatu dalam adegannya, dan ternyata doski berhasil
menggantinya sampai kembali turun ke lantai dong. Eh, pas jalan mundur sedikit
tiba-tiba kakinya terkilir dan tanpa disangka lampu bohlam yang ia pasang juga pecah.
Haiya, bisaan aja ini adegannya dibikin kaget pemirsah.
Karena tangan dan kakinya berdarah, Hee Ja mencoba menelpon
anaknya, Bong Yi, untuk datang ke rumah membantunya. Bong Yi marah karena ia
lagi sibuk di bengkel dan dari semalam belum tidur, ia pun minta ibunya
menelpon ambulans saja. Mungkin karena ada rasa iba atau sayang dengan ibunya,
meski dia menolak di awal tapi tiba-tiba dia sudah datang ke rumah ibunya dan
menolong ibunya yang tidak berdaya di lantai dengan darah dimana-mana. Setelah beres,
Bong Yi tidur di lantai dan disusul oleh ibunya yang ikut tiduran di lantai
sambil dipeluk Bong Yi. Bong Yi pun bilang, “Dulu sewaktu aku kecil, Ibu suka
memelukku sampai aku tertidur di sini.” Whoaaaah, gue mewek dong. (pas nulis
ini pun mata gue ngembeng :P)
Dalam kisahnya ini, ada seorang kakek yang merupakan cinta
pertamanya Hee Ja yang kembali hadir. Ia seorang pengacara dan masih segar
bugar banget karena hidupnya sehat. Si Kakek ini, Seong Jae, suka mengikuti Hee
Ja kemana-mana. Awalnya dari gereja, setiap Hee Ja ke gereja pasti ada si Kakek
ini. Lalu lama-lama mulai PDKT lagi sampai sempet ngajakin jalan-jalan pakai
strategi nginep dan kamarnya hanya bisa satu yang ditempati. Bisaan banget
emang nih kakek. Lucunya si Kakek ini
dicerita sini adalah playboy. Ampun dijeeee, udah tuwir tapi masih suka tebar
pesona ke dua nenek, Hee Ja dan Choong Nam. Ini banyak adegan lucu juga di
percintaan segitiga mereka. Bikin ngakak. Yang lucunya tentunya si nenek Choong
Nam dengan suara serak-serak basahnya dan ekspresi muka yang datar aja.
Berpindah ke karakter nenek ketiga di cerita ini, Joong A.
Nenek satu ini menikah dengan seorang suami yang ampun pelitnya gak ketulungan.
Nonton TV dengan lampu menyala aja diomelin karena dianggap pemborosan. Belum
lagi suaminya ini, Seok Gyun, hobinya menyuruh-nyuruh layaknya bos dengan
bawahannya dan semua serba dilayani. Sampai satu ketika Joong A gak tahan lagi
dan milih bercerai dengan suaminya. Cerai tanpa surat, alias kabur aja gitu dan
tinggal di satu rumah kecil. Suaminya tadinya merasa masih di atas angin, masih
berpikir kalau istrinya tidak akan mungkin meninggalkan dia sendirian. Suaminya
masih suka marah-marah dan menelpon istrinya untuk pulang ataupun minta anak
dan teman-teman Joong A datang untuk masak dan beberes rumah. Teman-temannya
mau ya bantuin, kalau gue sih ogah! Hahaha.
Akhirnya, si kakek ini tersadar akan sikapnya. Dia
pelan-pelan belajar untuk masak nasi, masak untuk dirinya, cuci piring sampai
cuci baju sendiri. Di kulkasnya ada kertas yang tulisannya “Menjadi Suami yang
Baik”, yang sengaja diletakkan di situ oleh Choong Nam. Nenek satu ini idola
gue banget deh. :D Akhirnya si kakek sifatnya dan sikapnya berubah, jadi lebih
mandiri dan jadi lebih perhatian ke istrinya seperti kertas yang ditempel itu, meskipun
kadang masih ada juga kelakuan ajaibnya. Ya namanya udah menua, tentu gak segampang
membalikkan telapak tangan ya untuk berubah.
Kisah dari Joong A lainnya adalah ketika ia mengetahui anaknya
yang pertama menjadi korban KDRT suaminya yang merupakan seorang profesor di
universitas terkenal. Joong A merasa nyesek melihat anaknya yang mukanya
biru-biru akibat digebukin dan tangan yang diperban karena patah. Padahal bisa
dibilang Joong A ini rutin mengunjungi rumah anaknya dan selalu melihat si anak
ini tidur di kasur sambil membelakangi Joong A, sampai-sampai Joong A sebel dan
bilang dia anak pemalas karena keenakan sebagai istri hanya tiduran terus.
Padahal, si anak lagi menutupi muka dan badannya yang lebam-lebam karena kelakukan
suaminya. Ia takut dengan ancaman suaminya kalau sampai ibunya tahu.
Gue sedih banget dengan adegan ini. Gue seperti larut dengan
perasaan ibu yang akhirnya tahu kalau anaknya digebukin orang sampai patah
tulang. Menyayat hati banget. Syukurnya si anak ini tidak menaruh dendam dengan
ibunya, Joong A, yang kadang suka kasar secara verbal mengomeli si anak yang
dianggap manja ataupun tidak mengangkat telepon ketika si anak minta bantuan
ibunya. Huhuhu. Untungnya si anak tersadar untuk kabur dari rumahnya dan pergi
jauh sampai ke Amerika untuk kehidupan lebih baik.
Diantara kelima kawan ini, Joong A dan Hee Ja adalah kawan
paling akrab. Mereka saling sayang satu sama lain dan saling support. Pernah di
satu episode, karena Joong A sebel dengan suaminya, ia kabur tengah malam
dengan Hee Ja dengan mengendarai mobil suaminya. Dua nenek ini berpergian
bersama mengunjungi Ibu dari Joong A yang sudah berada di panti jompo yang jauh
dari perkotaan. Dalam perjalanan tanpa disangka, Joong A menabrak seseorang.
Hee Ja yang berada di kursi penumpang ikut merasa bersalah karena ia mengatakan
rem berada di sebelah kanan sehingga mobil bukannya berhenti malah melaju lebih
cepat. Keduanya ketakutan dan meminta Park Wan (salah satunya adegan ini yang
ia turut dibawa-bawa oleh dua nenek ini untuk menolong mereka) untuk menjemput
mereka karena Joong A merasa tidak mampu menyetir pulang. Dua nenek ini
ketakutan setengah mati berhari-hari. Lalu ada satu momen dimana mereka
akhirnya tersadar bahwa mereka harus menyerahkan diri ke polisi untuk perbuatan
mereka. Ya ampun, di sini gue melihat betapa sahabat tuh bisa sampai segitunya
saling sayang dan saling bergandengan tangan untuk mengakui perbuatan mereka.
Syukurnya bukan orang yang mereka tabrak malam itu, melainkan rusa yang
tiba-tiba lewat. Ini aja udah bikin polisi shock begitu dua nenek ini ngaku
nabrak orang. Hihihi.
Tentu adegan puncaknya lebih banyak mengoyak hati dan air
mata. Hee Ja diceritakan mengalami demensia akut. Ia mendadak hilang setelah ia
pulang dari gereja. Sebelumnya ia sering keluar pagi-pagi buta, sekitar jam 2
pagi, untuk berjalan ke gereja dan berdoa di sana sambil menangis, lalu pulang
ke rumah dan tidur. Begitu pagi, ia sama sekali tidak tersadar apa yang dia
lakukan setiap pagi-pagi buta itu. Dan ketika demensianya semakin parah, ia
sudah berjalan jauh menuju rumah pertama dengan suaminya yang terletak di satu
desa yang jauh. Ia berjalan berhari-hari
tanpa makan, tanpa alas kaki dan dengan bantal di belakang seperti sedang
menggendong anak. Ternyata diingatannya saat itu, ia sedang membawa anak sulungnya
yang sudah meninggal akibat sakit parah.
Semua sahabatnya mencarinya, bahkan si pengacara pun meminta
kenalan polisi yang bisa membantunya lewat CCTV di jalan. Sampai akhirnya
mereka berhasil menemukan Hee Ja yang berjalan di bawah rindangnya pepohonan
menuju rumah pertamanya dengan sang suaminya dulu. Begitu ditemukan, reaksinya
adalah marah dengan Joong A karena tidak mau membantunya ke rumah sakit sampai
anaknya meninggal di gendongan Hee Ja. Sampai-sampai Hee Ja menolak melihat
wajah Joong A berhari-hari, tapi Joong A dengan sabarnya menunggu sampai
akhirnya Hee Ja tersadar sendiri alias kembali ke pikiran sadarnya saat ini dan
malu dengan perbuatannya. Tetap dong dimaafkan oleh Joong A, si sahabat
karibnya. Waah, ini syedih gak ketulungan nontonnya.
Di tempat yang berbeda, Nan Hee yang sebetulnya mau
mengantar ibunya berobat ke rumah sakit justru mendapati kalau ia sudah sampai
di stadium akhir kanker hati. Park Wan yang akhirnya mengetahui hal ini
langsung menemani hari-hari ibunya. Meskipun kadang ibu anak ini bertengkar,
tetap saja ikatan batin itu kuat ya. Rasa sayang diantaranya pun tidak akan
bisa bohong, meskipun Park Wan dan Nan Hee bukan orang yang terbuka satu sama
lainnya. Jelas terlihat dari gesture, mereka saling menyayangi. Ibunya tentu
takut setengah mati, begitupun dengan Park Wan. Ah, ini pun udah sampai mewek
berkali-kali yang ditanggapi dengan gelengan kepala dari si Boy. :D
Sungguh drakor yang menurut gue layak untuk ditonton dan
dijadikan refleksi hidup. Saat ini gue berterima kasih sekali dengan kawan gue
yang satu itu yang memaksa gue untuk menonton ini. Susah untuk disebutkan
satu-satu moral apa yang terkandung di dalam tontonan ini, pastinya semua
realita kehidupan jelas digambarkan dalam drakor satu ini. Tua itu pasti,
tinggal bagaimana kita berbaik hati menerima kenyataan hidup yang akan
disajikan oleh Tuhan Maha Pengasih untuk kita di masa tua nanti.
No comments:
Post a Comment