Refleksi 2020, Berkah atau Musibah? - Lievell

Monday, December 7, 2020

Refleksi 2020, Berkah atau Musibah?


Bermula dari harapan yang baik untuk hari esok. Berharap semua rencana akan berjalan lancar sepanjang tahun. Bermimpi yang terbaik akan datang. Berangan hal-hal baik dapat menaungi di setiap waktu di setiap harinya. Namun sayangnya, semesta menginginkan yang berbeda bagi dunia di tahun ini. Mendadak kita semua diminta untuk rehat sejenak dari kesibukan. Mendadak semua harapan yang sudah dirancang sedemikian rupa harus tertahan dan tertunda, entah sampai kapan batas waktunya, tidak ada yang mengerti. Tentu ini bukan hal yang mudah bagi kita semua, hanya pasrah pada Sang Kuasa yang mampu dipahami oleh nalar ini.


Begitulah setiap insan memahami tahun 2020 ya. Beberapa dari kita mungkin harus terperosok dan jatuh dalam lubang, tetapi ada juga yang masih sanggup bertahan menghadapi badai Corona yang menguasai satu bumi ini. Bagaimana dengan kalian menanggapi tahun 2020 ini? Apakah Corona mendatangkan berkah atau malah menjadi musibah bagi kalian?


Bagiku pribadi, tahun 2020 ini cukup mencengangkan sih. Dimulai dengan kami harus bertahan di rumah Oma karena Kelapa Gading dilanda banjir di hari pertama tahun baru. Lalu berlanjut dengan kedatangan tamu banjir sampai 3 kali lagi setelah tahun baru itu. Memang sih, tidak berefek banyak untuk kami karena kami tinggal di area apartemen. Tapi wilayah Kelapa Gading jadi satu-satunya yang hujan dikit banjir-hujan dikit banjir dibanding dengan wilayah Jakarta lainnya. Gimana gak was-was coba ya ini. Setiap hujan mampir bentar namun deras curahnya, udah jiper aja kebanjiran. Hahaha


Berlanjut dengan bolak balik ke UGD RS Carolus sekitar pertengahan Januari ke Februari. Dari Mama (mertua) yang terjatuh di kamar mandi karena lemas dan kami harus mengantarnya ke UGD tengah malam itu juga, sampai Bang Ali yang mendadak panas tinggi ketika kami berkegiatan di Lapangan Banteng. Tentu saja ini menyebabkan suster dan dokter jaga di RS tersebut sedikit banyak kenal ya dengan diriku. Segitu tenarnya kah? Sebenarnya gak seartis itu juga sih gue. Eh, tapi kalau diingat-ingat, Kikan dari Band Cokelat aja pernah nuduh gue "Kayanya sering liat deh mukanya." Jadi, gue artis apa bukan, hayoooo :P


Lanjooot...


Yaaa, gue sedikit membuat drama dengan sensasi melotot sambil bernada tinggi ke salah satu suster akibat tidak adanya mobil ambulance yang membantu kami memindahkan Mama ke rumah sakit lain saat itu. Lah ya gimana gak pake esmoniiii eh esmosi sodaraaaa, mobil ambulance ada tiga berjejer rapi jali di depan UGD tapi begitu ditanya kenapa gak bisa antar Mama, jawabannya itu loh. "Supirnya gak ada, Bu." Darah langsung memuncak sampai ke otak rasanya saat itu, ngapain juga lo jejerin tuh ambulance ampe tiga biji disono kalau gak ada supirnya, Maliiih!! Gue pun ngomel dah, sambil gue tawarin diri, sini gue aja yang nyetirin tuh mobil ambulance dan disambut gelengan suster. Ya kali, Bu!!


Jadi begitu Bang Ali harus bertandang ke UGD RS tersebut lagi karena mendadak panas tinggi, suster yang gue ocehin itu pas bertugas. Doi kenalin kami dong lalu berbisik-bisik dengan koleganya yang lain sambil melirik-lirik ke gue. Eaaa, kesampaian juga gue jadi artis lokal sesaat deh saat itu. *gubraaak


Masuklah di pertengahan Maret. Pas banget ketika gue lagi mulai mendapat ide untuk membuat kegiatan Kumpul Bocah ala Allella Kids. Lagi seru-serunya merancang kegiatan untuk bulan berikutnya, eh Neng Corona pun menghampiri dan mendadak semua kegiatan luar ruangan harus dihentikan. Tentu saja ini bikin gue jadi resah dan gelisah, macam lagunya Chrisye.


Nah di saat pikiran bingung mau ngapain sambil nunggu si Coronce lewat, yang gak tau sampai kapan ini, ide muncul kembali. Sebetulnya ide ini sudah tercetus beberapa bulan sebelumnya sih, tapi belum berani eksekusi aja. Jadi, begitu ada kesempatan bakalan lama di rumah, gue beranikan diri untuk jalankan. Tentu ini sambil menggeret Bang Ali untuk ambil bagian lah ya. Kami mulai membuka PO masakan, di bawah bendera Allella Kitchen. Yaaa, lagi-lagi Allella. Udah brand khusus soalnya itu. Kapan-kapan diceritain deh kenapa Allella harus banget jadi nama usaha. Nanti yaaaa. 


Masakan pertama kami adalah Pangsit Kuah frozen. Kami hanya mencoba memasarkan dari pertemanan di WA saja dan antusiasnya gak disangka-sangka. Dengan prosedur PO, kami mengumpulkan pesanan, puji Tuhan, penjualan pertama kami cukup disambit eh disambut baik oleh teman-teman ini. Puji Tuhan lagi, sampai di bulan terakhir tahun 2020 ini, kami masih menjalankan usaha kecil-kecilan kami ini. Berawal tanpa logo, sekarang kami punya logo. Berawal hanya sekadar isi waktu saja, sekarang kami punya 9 masakan frozen dan 2 masakan matang. Berawal hanya dari teman ke teman saja, sekarang kami punya pelanggan tetap dan beberapa orang yang kenal dari sosmed pun menjadi langganan kami. Artinya, kami memang harus butuh serius di bidang ini. Ada PR yang perlu kami rancang untuk ke depannya.


Ternyata juga, Bang Ali ini sebetulnya yang punya bakat memasak. Doi ini turun langsung sendiri meracik bumbu dan sering mendapat pujian dari teman-teman yang membeli. Gak nyangka ya. Plus, doi pun turun langsung sendiri dalam membeli bumbu dan bahan-bahan lainnya ke pasar. Dipilih satu-satu dengan rajinnya itu bawang putih, bawang merah, percabean dari cabe keriting sampai cabe merah gede, sayur sampai daging. Segala pedagang pasar pun sampai hafal dan ikriiiib banget sama doi ketimbang sama eikeh. Apalagi kalau gue sesekali dateng ke pasar, langsung aja pedagang heboh liat artis dateng. Kaga diing, gue disindir halus aja gitu. "Wah, Ibu sampai turun gunung nih." Preeetttt benerrr dah. >,<


Bersamaan dengan Allella Kitchen merambah dunia sosmed, begitupun gue yang semakin rajin sekrol-sekrol sosmed. Akibatnya banyak pikiran-pikiran gak penting masuk. Salah satunya, gue jadi korban drakor. Huahahahaha. Sebenarnya ini aib sih yang seharusnya gak perlu gue ceritakan di sini. Masalahnya, ini sudah jadi keseharian rasanya. Hidup tanpa drakor seperti makan tanpa nasi. Eh, gue makan tanpa nasi masih bisa, hidup tanpa air. Duh, lebay gak sih tuh gue. :D


Beneran deh, ini gue nista banget menceritakan hidup gue terpapar dengan drakor. Gue emang lemah dengan nonton dan liat cowok romantis di cerita-cerita tertentu gitu loh. Apalagi judulnya serial yang harus lanjut terus semacam drakor. Gak drakor aja gue suka terlena, seperti nonton Grey's Anatomy yang jadi favorit gue bertahun-tahun ini, plus nonton NCIS, CSI dan semacamnya itu. Apalagi dengan drakor. Semua orang tahu juga lah ya, namanya juga drakor, lebay maksimal kan ya, pastilah adegan-adegannya itu semua dimaksimalin bikin cewe-cewe jadi klepek-klepek kaya orang keracunan. Iya, semacam keracunan drakor ini! Begitu juga dengan gue, yaowoooo, kalap gue nonton drakor. Belum lagi jadinya ngeliat Bang Ali udah gue sama ratakan seperti ngeliat artis Korea yang gue demen. Tentu musibah buat Bang Ali ya, soalnya gue jadi gak waras karena menyamakan dia dengan artis Korea yang gue idolain. Nah, ini beneran jadi gak bisa bedakan mana realita mana ilusi. :D

Ini sudah gue prediksikan sebetulnya ketika gue mengambil langkah mencoba nonton drakor sekali. Tapi di satu sisi, drakor ini juga jadi penyelamatan tersendiri dari pengalihan pikiran untuk terus-terusan membuka sosmed. Ini mungkin satu-satunya berkah sekaligus musibah buat gue. Lewat drakor ini juga akhirnya gue belajar untuk mengontrol diri. Tepat di saat gue mulai keracunan, datanglah penyelamat. Babang Ji Chang Wook dan Babang Gong Yoo hadir di mimpi gue. Bukaaaaan deeeeeeh. Slepet juga niiih! :P :P


Ada beberapa hal yang datang sekaligus ketika gue sadar gue perlu keluar dari ketergantungan gue dengan menonton drakor. Hidup itu memang butuh penyeimbang. Gak bisa selamanya hanya mau senang, tapi menyingkirkan yang susah. Semacam Law of Attraction, ketika kita mengharapkan sesuatu, maka pintu akan dibukakan ke situ. Dalam hal apapun itu, pasti ini yang akan terjadi. Begitu juga ketika drakor ini sudah sedikit banyak menggangu keseharian, saatnya untuk mengganti pola hidup dan pikiran. Di saat itu pula mulailah bermunculan ide dan tawaran baru yang tidak terduga sebelumnya.


Hal pertama adalah terajaklah gue dalam satu rutinitas baru dengan teman-teman dari CM Jakarta. Kami berkumpul dalam satu grup kecil berisikan 12 orang, yang mana setiap harinya kami harus membaca satu buku, berjudul Positive Discipline lalu menarasikannya. Kami sendirilah yang menetapkan waktu yang pas bagi kami kapan harus mengumpulkan tugas narasi, menjalankan dua rutinitas harian yang selalu harus dikerjakan dan juga pastinya mendiskusikannya setiap dua minggu sekali. Sedikit banyak hal ini membantu sekali sih. Gak hanya urusan dalam mendisiplinkan anak yang sering kami curhatkan, tapi juga dalam urusan apapun yang membuat kami jatuh berkali-kali dalam lubang yang sama. Seperti support grup gitu ya ini. 



Selain itu, rutinitas yang perlu dijalankan juga sedikit banyak membantu gue dalam mengatur keseharian sih. Gue jadi terbiasa untuk tidur lebih pagi, sebelumnya kan karena keracunan drakor bisa sampai jam setengah 2 masih melek nonton. Sekarang jam 10 aja udah teler, dan paginya harus bangun kurang dari jam 6. Ditambah lagi rutinitas baru gue adalah jalan pagi bersama dengan Bang Ali dan dilanjut dengan meditasi sendiri. Dari dua rutinitas ini malah jadi berujung banyak banget loh. Gue jadi bisa melihat betapa dalam 24 jam itu banyaaak sekali yang bisa gue lakukan. Tanpa gue sadari, gue sudah menyusun beberapa rutinitas yang gue harus lakukan setiap harinya. Hidup jadi lebih teratur. Tentunya ya semuanya itu juga harus dijalankan dalam porsi sedikit demi sedikit. Menjalankan rutinitas itu tidak bisa sekali tepuk lalu rutinitas itu terjalankan. Semua butuh proses, dan always start small jadi motto gue lah sekarang.


Bagaimana dengan menonton drakor? Masih tetap dijalankan, tapi tidak lagi jadi Bucin Drakor dong sekarang. Sudah bisa mengatur waktu dengan baik, semoga ini berlangsung terus yaaa.


Hal kedua adalah mendadak gue mendapat tawaran ngelesin online. Adalah seorang sahabat dari jaman kuliah yang selalu menjadi tempat cerita ketika dibutuhkan. Persahabatan kami ini unik, tidak setiap saat kami mengobrol. Kadang bisa setahun sekali ataupun lebih, tapi ketika masing-masing dari kami punya masalah, pasti kami selalu terhubung dan bisa dihubungi. Begitulah persahabatan ala kami ini, dan jujur gue suka banget dengan persahabatan kami. 


Pernah satu kali gue tanya tentang les online, lalu ditanggapi antusias olehnya kalau gue perlu mencobanya. Sampai gue rundingan ini itu tentang plus minusnya ngelesin online. Eh satu hari justru mendadak dia menelpon dan menawarkan anaknya untuk dibantu les online oleh gue. Wah, satu kesempatan bagus ini. Sekali coba, gue ketagihan. Begitu gue posting di IG gue, seorang sahabat dari sekolah pun minta untuk dibantu anaknya. Kalau sebelumnya anaknya minta dilesin matematika, kali ini minta dibantu anaknya untuk lebih berani bicara dengan Bahasa Inggris. Kesempatan sekaligus tantangan buat gue ini secara gue dah lama gak banyak menggunakan Bahasa Inggris dalam keseharian. 


Setelah sebulan berjalan, gue mendapat review dari sahabat sejak sekolah bahwa anaknya mendadak pede jaya mengajukan diri ketika diminta untuk bercerita dengan menggunakan Bahasa Inggris. Begitu aja sudah membuat gue bahagia gak ketulungan loh. Rasanya mau gue skrinsyut itu tulisan sahabat gue dan gue pejeng di IG, tapi jadinya syombong maksimal bener ya gue. Batal deh niat nyombongin dirinya. Gue takut kalau orang sombong nanti fantatnya gak lebar lagi...Hahahaha.


Di saat yang bersamaan, terlintas juga untuk menjalankan kembali Allella Kids secara online. Mungkin mesin gue ini diesel yang lama panas ya. Bukan tipe orang yang dapat mengambil kesempatan dalam kesempitan. Ada momen bisa online, kenapa gak gerak cepat bikin kegiatan atau aktivitas apa gitu. Malah jatuh dulu dalam lubang drakor yang dalam. Tapi sekalinya sudah tergerak dengan ide yang muncul, gue mulailah mencoba mencari sesuatu yang bisa dijadikan aktivitas dengan anak-anak.


Kali ini gue sempat disenggol oleh sahabat gue dari Jogja. Tiba-tiba saja dia kepingin anaknya untuk dikasih kegiatan oleh Allella Kids, bisakah gue sanggupi tanyanya. Lucu ya, seringkali gue mendapati hubungan gue dan dirinya ini sering berpapasan seperti ini. Gue lagi terlintas apa, kok bisa dia juga lagi terlintas ide yang sama. Sering!


Dan, setelah uji coba praktek kegiatan sekali, mantaplah untuk menjalankan kegiatan kembali dengan bendera Allella Kids. Kegiatan yang dibuat pun bukan kegiatan yang spektakuler luar biasa menggetarkan jiwa gitu loh, kegiatan super duper sederhana dengan bahan materi yang mudah didapat. Justru itulah kegiatan biasa ini mendatangkan kebahagiaan tersendiri ketika menjalankannya. Setiap selesai bertemu dengan anak-anak ini seperti ada energi besar yang menyelimuti gue dan gue seneng luar biasa bisa berinteraksi lagi dengan mereka. Mendengar celoteh mereka walaupun hanya lewat online, bagi gue sudah bahagia banget. Begitu deh kalau berhubungan dengan anak-anak. Membawa sukacita tersendiri buat gue.


Begitulah yang terjadi di sepanjang tahun 2020, yang mungkin sebagian orang masih berusaha menerima atas apa yang terjadi dengan kesehariannya. Begitupun gue yang juga berjuang dengan keseharian gue. Begitu banyak hal yang saat ini gue melihatnya menjadi mujizat buat gue, berkat di setiap hal yang gue gumulkan. Dan satu lagi, gue melihatnya, tahun 2020 ini adalah pelajaran besar bagi kita semua. Ini bukan musibah, tahun ini adalah berkah. Berkah yang melimpah yang membuat kita belajar dari si Coronce. Di penghujung tahun ini, sanggupkah kita mengucapkan terima kasih akan hadirnya Covid 19 bernama Corona ini?

No comments:

Post a Comment