Sepenggal Kilas Balik Perjalanan - Lievell

Sunday, November 14, 2021

Sepenggal Kilas Balik Perjalanan

Pertama kali ketemu dengan yayang kesayangan ini di pergantian tahun 2005, di salah satu restoran cepat saji di daerah Thamrin. Pagi-pagi buta pula sekitar pukul 4 pagi. Kami berdua bertemu setelah menghabiskan waktu hura-hura di malam tahun baru. Dia dengan teman-temannya. Gue dengan teman-teman gue di kampus. Kebetulan juga itu tahun terakhir gue jadi mahasiswi. Jadi rasanya seperti perlu gila-gilaan di kampus buat terakhir kalinya. Menikmati hidup bebas sebagai anak muda gitu deh. Cieeee...😁

 

Dia sih yang ngajakin ketemuan di restoran itu. Entah apa maksudnya. Tapi gue yakin alasan dia pasti begini, “Gak ada maksud apa-apa, cari resto yang buka aja jam segitu.” Bah. Lucunya begitu lihat dia masuk ke resto dan berjalan ke arah gue, mendadak seperti ada suara di batin gue yang bilang gini, “He is the one!” Agak kaget sih waktu itu, tapi suara batin gue memang suka muncul tiba-tiba membisikkan sesuatu gitu. Suka ada yang begini gak sih kaya gue? Karena sampai hari ini gue masih suka merasakan seperti itu tiba-tiba loh. Tapi untung aja waktu doski berjalan ke arah gue nggak muncul sinar-sinar cahaya dari belakangnya sambil adegannya dibikin slow motion ala-ala sinetron gitu. Secara itu jam 4 pagi, dimana semua orang lagi enak-enaknya ngiler di kasur tapi gue duduk manis menahan ngantuk nungguin si calon yayang gue ini datang. Jadi mikir, apa jangan-jangan itu gue lagi mimpi ya? 😴😴

 

Selang beberapa bulan dari pertemuan itu, kami pacaran. Perjalanan pun dimulai. Pacaran sama cowok yang satu ini emang unik. Jarang banget ngajakin berantem, justru gue yang sering tantrum kaya anak kecil. Hatinya memang panjang sabar ngadepin gue, kaya coki-coki. Eh tapi jangan salah, gini-gini gue juga kurang baik apa buat doski - gue ogah dong dibilang pacar tiri! 😛😛 Tiap kali mau pacaran pasti gue gak pernah dijemput, malah dijemputnya di halte busway. Karena dia harus kerja setengah hari sampai hari Sabtu dan selama seminggu hanya bisa ketemu di akhir pekan, jadilah gue yang baik hati dan tidak sombong ini setuju untuk bertemu di tengah-tengah. Apalagi rumah kami itu ujung ke ujung, antara Barat dan Timur Jakarta. Dan sudah dari dulu yang namanya Jakarta itu macetnya emang laknat banget tiap akhir pekan. Bisa-bisa dia jemput gue sudah kesorean trus ngedatenya gak bisa lama. Yang ada muka gue ditekuk kaya origami sepanjang ngedate gara-gara bete. Males kan! Jadi dengan alasan ini gue setuju untuk ketemu di tengah Jakarta aja, dan pilihannya jatuh di Halte Busway Pasar Baru – halte ini jadi kenangan banget sekarang. Niat banget kalau dipikir-pikir ya. Kalau bukan cinta mah... Eaaaaaa 😜😜

 

Coba tolong dibayangin deh. Setiap mau pacaran, gue selalu sudah dandan cantik dari rumah. Sebelum ke halte, gue harus naik ojek dulu dari depan rumah dan ini sekitar jam 12 siang. Ya, gue naik ojek di tengah siang bolong, teriknya ampun ya lord! Kalau gue itu jemuran, dijamin kering begitu sampai halte. Sampai di bawah halte gue turun dari ojek siap-siap jalan ke halte. Semua tahu kan halte busway seperti apa panjangnya, rasanya sudah jalan naik turun tapi gak sampai-sampai juga ke haltenya. Mana begitu sampai di halte manusia bukan lagi satu dua tiga yang bisa dihitung pakai jari pas nunggu bis. Berjibun! Ketika bisnya belum datang sih semua tampak baik-baik saja ya. Tapi begitu bisnya nongol, semua orang mendadak jadi akrab satu sama lain. Alias saling menempel, kaya ada medan magnetnya gitu. Masing-masing berusaha sekuat tenaga memasukkan tubuhnya ke dalam kotak kecil berjalan itu. Apalagi kalau bukan karena malas menunggu bis berikutnya yang tidak tahu kapan datangnya. Terpaksa gue juga ikutan dalam arus dorong-dorongan ini bersama dengan keringet mas-mas di samping, ibu-ibu gemuk yang nafsu ikutan menyesakkan badannya di depan gue sambil menggandeng anaknya yang masih kecil yang terhimpit badan orang dewasa, serta orang di belakang gue dengan tas punggung yang berubah jadi tas dada yang dipakai untuk mendukung aksi dorong mendorong ini. Lengkap! Dan rasa kemenangan itu muncul ketika gue sudah berada di dalam bis meninggalkan orang-orang yang ditolak oleh petugas. Pengen rasanya dadah-dadah kaya miss Indonesia gitu. Beneran! 😂😁

 

Eh, jangan bahagia dulu, Esmeralda! 💃 Tantangan berikutnya adalah siap-siap berdiri di sepanjang jalan. Masuknya aja sudah susah, jelas di dalam bis jangan berharap ada bangku kosong atau ada orang berbaik hati yang mau menukarkan bangkunya karena disenyumin sama gue. Mimpi! Jalanan Jakarta seperti yang gue bilang sebelumnya, laknat abis di Sabtu siang tuh. Jadi, berdiri selama 45 menit sampai 1 jam sudah pasti siap dilakoni sama gue sampai akhirnya tiba di Halte Pasar Baru. Begitu dijemput oleh yayang gue dapat dipastikan muka gue seperti habis nenggak air kobokan yang dikasih jeruk nipis. Kecut banget dengan badan bau matahari, bonus muka minyakan, ketek basah dan ramput lepek. Kacrut emang! Beneran, kalau bukan karena dipelet sih gue…..😤😤

 

Tanggal 17 November 2007 kami pilih menjadi tanggal pernikahan kami. 💗💗 Perjalanan rumah tangga pun dimulai. Ya, seperti layaknya pernikahan artis-artis yang sering digosipin bermasalah, kami yang mimpi jadi artis juga mengalaminya. Ngarep jadi artis banget sih, Mba! 😂😂 5 tahun pertama penuh dengan jatuh bangun macam lagunya bang Meggy Z gitu deh. Menyatukan dua pikiran jadi satu memang tidak mudah, pasti ujung-ujungnya ngambek karena gak diturutin – gue sih ini. 😝😝 Masalah datang silih berganti. Sinetron Tersanjung aja kalah episodenya nih sama sinetron rumah tangganya Babang Dilan dan Neng Milea. Belum jabatan tangan alias kenalan sama yang namanya apa sih tujuan hidup dan visi misi dalam berumah tangga. Siapa mereka?!

 

Masuk 5 tahun berikutnya juga tidak kalah seru. Kali ini bukan Tersanjung lagi patokannya, sudah masuk film box office ini. Judulnya ganti Fast n Furious. Seru lah pokoknya perjalanan rumah tangga di 5 tahun kedua ini. Masalah makin dalam. Mending dapat emas gitu ya pas galinya kedalaman, ini malah dapat masalah yang susah banget keluarnya. Seperti terjebak dalam pusaran labirin, muter-muter aja di situ. Nangis sudah sampai gak keluar air mata rasanya. Saat itu berasanya semuanya serba berat. Seperti berat badan akyu….*sedih 😭😝

 

Sampai di satu titik, gue merasa sudah tidak mampu lagi berpikir menemukan jalan keluar dari setiap masalah yang kami hadapi. Kenapa gue bilang ‘gue’? Karena gue selalu merasa berjalan sendiri dalam menghadapi setiap masalah. Lupa kalau dalam rumah tangga itu diperlukan dua orang dalam menjalaninya. Lupa kalau gue punya dia yang bisa saling mendukung dan saling bergandengan tangan menyelesaikan masalah satu persatu. Ke’aku’an ini yang mendatangkan banyak masalah ternyata. Gue pun mulai menyadari bahwa masalah tidak dapat ditanggung sendiri ketika sudah berada dalam satu ikatan rumah tangga.

 

Di titik itulah gue mulai merasa harus menghadapinya dengan kepasrahan. Menyerah tanpa ada lagi ekspektasi atau rencana apapun. Tuhan pun bekerja dengan caraNya. Ia mengirimkan bantuan lewat orang-orang yang entah bagaimana datang menolong. SkenarioNya sungguh ajaib. Didatangkan lah orang yang tiba-tiba memesan orderan di saat uang hanya ada 100 ribu. Hadirlah makanan di depan kami di saat kami sudah tidak ada uang dan tidak tahu mau makan apa saat itu. Terjadi berkali-kali dan ini mujizat sekali. Semua dicukupkan. Seperti ada tertulis dan itu benar terjadi.

“Mintalah, maka akan diberikan padamu. Carilah, maka kamu akan mendapatkan. Ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.” Matius 7:7

 

Hubungan kami berdua yang juga mengalami badai pun dieratkan kembali lewat tanganNya. Kami dipertemukan dengan komunitas-komunitas yang membuat kami berdua kembali belajar untuk mengeratkan tangan bersama dalam menghadapi masalah. Lewat komunitas rohani, kami belajar tentang arti berpasangan. Lewat teman-teman komunitas homeschool, kami belajar tentang tujuan hidup manusia. Lewat komunitas spiritual, kami belajar berdamai dengan keadaan dan pastinya melihat ke dalam diri. Pelan-pelan kami dipulihkan.

 

Saat ini kami masuk di perjalanan rumah tangga 5 tahun ketiga. Masalah tentu pasti akan selalu datang. Ibarat bermain game, setiap level mempunyai kesusahannya sendiri. Semakin tinggi tentu semakin susah. Musuh level satu lewat, datang lagi musuh level dua yang lebih susah dari sebelumnya. Bukan lagi siapa yang mengendalikan konsolnya untuk melewati level ini, tapi lebih melihat bagaimana menghadapi masalah ini bersama-sama. Dan karena sudah pernah di tahap itu, kami jadi paham mengatasinya. Melihat masalah sudah dengan perspektif yang berbeda. Mencari solusi, bukan memperkarakan lagi siapa yang menyebabkan masalah – bohong deh, kadang masih juga ribut, “Salah lo nih!” ditambah pake urat ngomongnya. Wkwkwkwkwkw. 😂😂😂😂 Ya, namanya juga masih berdaging ya, sodara-sodara. Paham teori belum tentu ketika ada masalah bisa langsung mengaplikasikannya. Kami masih terus berproses, dan ini pasti tidak akan berhenti sampai maut menjemput.

 

Mungkin itu juga kenapa kami berpasangan ya. Semuanya berseberangan. Gue kan anaknya gak asik ya, gak bisa cuek. Eh dikasihnya pasangan yang cuek banget. Dia yang santai banget menjalani hidup, ketemunya gue yang ngotot, pakai rencana segambreng ini itu. Tapi akhirnya ketularan juga, dia kadang jadi ngotot dan gue yang jadi santai banget. Semacam dia yang suka mendadak ngotot banget kalau lagi di jalan, disalip dikit tensinya naik. Kalau bisa dikunyah itu orang, udah dikunyah 32x kali tuh. Sedangkan gue yang males banget ngadepin orang-orang yang kelakuannya ajaib di jalan lebih milih untuk santai sambil dengerin radio aja. Padahal dulunya kami terbalik loh. Dia yang santai di jalan, gue yang ngotot abis. Bisa buka kaca trus maki-maki orang. 😝😝 Ya begitulah pernikahan. Saling menginspirasi. Gak hanya yang bagus, yang jeleknya juga. Dulu gue rajin mandi loh, eh sejak nikah semakin jadi males mandi kaya si bapak bos. Ketularan banget ini! Habis ini bakalan habis kena jitak gue sama doski semua dapur rumah tangga diumbar kemana-mana. 😜😜

 

Selain itu ya, menikah itu jadi punya teman terbaik yang teken kontrak seumur hidup. Jadi bisa cerita apa aja sama dia yang gue tahu dia gak bakal menyakiti gue ataupun nusuk gue dari belakang. Sahabat terbaik yang gue punya. Tempat gue bersandar kalau gue capek. Tempat gue curhat sampai pagi keluarin uneg-uneg gue. Mau ngomel kaya apapun pasti didengerin, meskipun abis itu ditinggal ngorok. Eh, tapi karena gue sering ngomel kalau gue cerita ditinggal ngorok, sekarang dia berusaha tetep melek meskipun nguap terus-terusan. Hihihi. Sekaligus tempat gue minta tolong, “Say tolong ambilin remote dong, aku malas berdiri.” “Say, tolong buangin sampah dong, itu sampah udah banyak.” “Say, tolong masakin makan siang ya, aku gak keburu.” Lama-lama jadi ngelunjak yee. 😋

 

Ya begitulah pernikahan. Ada masanya senang, seru, bahagia, tapi ada kalanya jatuh terseok-seok dan berusaha bangkit lagi. Apapun itu, gue bersyukur karena pasangan gue adalah dia. Bersamanya akan selalu banyak hal yang dijalani, tapi gue yakin gue akan bisa melewatinya. Selamat hari pernikahan, Babang Kris Biantoroku yang sekarang sedang menyamar menjadi Babang Ariel Peter Pan, dan sesekali jadi Babang Dilan. Tapi tidak akan pernah menjadi Mas Boy, karena sudah diambil gelarnya oleh anak satu-satunya kami. Ini sih emang emaknya aja ngefans trus kepengen anaknya seperti Mas Boy; punya teman segudang, baik budi dan tidak sombong, jagoan lagi juga pintar. Tsaaaah…..😍


Semoga dengan bertambahnya uban di rambutmu, urat-urat garis di muka serta perut yang mulai sedikit mengecil, kamu jadi semakin bijaksana menghadapi istrinya yang semakin bertambah tahun semakin bawel dengan banyak tuntutan. Bijaksana di sini artinya semakin diberikan panjaaaaaaang sabar ya. Belum ganti nama jadi Ali Sabar kan, Bang?! Hehehehee. 

Kiss and hug you tight, love you!! 😘😘



No comments:

Post a Comment