Kurikulum yang Kaya - Lievell

Saturday, June 13, 2020

Kurikulum yang Kaya

Setiap manusia pastilah terlahir dengan kodrat alamiah, yaitu menjadi manusia yang bermanfaat bagi Tuhan, sesama dan juga bagi alam semestanya. Sayangnya seiring dengan waktu kodrat tersebut tergerus dan entah menguap kemana. Tugasnya di dunia yang seharusnya bermanfaat bagi sesama, tergantikan dengan sibuk memikirkan dirinya sendiri. Belum lagi tugasnya menjaga alam sekitar seperti yang diperintahkan Tuhan kepada kita, yang ada justru sebaliknya, merusaknya, yang lagi-lagi, demi kepentingan dirinya sendiri. Lantas yang tersisa hanyalah manusia yang seolah-olah bermanfaat bagi Tuhan, tetapi sebenarnya tidak teraplikasi nyata dalam kehidupan sehari-harinya. Kenapa manusia yang diciptakan Tuhan sebagai makhluk termulia yang memiliki akal dan budi bisa menjadi seperti itu?


Berkembangnya jaman membuat manusia seakan berlomba setiap waktunya untuk membuktikan menjadi yang terbaik. Sampailah kita di era teknlogi, dimana setiap orang bergantung penuh akan kebutuhan satu itu. Arus teknologi ini pun semakin kencang, membawa kita mengikuti arus atau bahkan membuat kita tenggelam semakin dalam. Belum lagi kesenangan yang tercipta ketika teknologi ini membuai kita dengan segala sesuatu yang menyenangkan. Tanpa disadari semuanya itu justru membuat daya fokus kita semakin dangkal, semakin sulit untuk diajak berpikir lebih mendalam.


Berkonsentrasi menjadi tugas berat bagi otak saat ini. Daya atensi kita pun semakin menurun seiring dengan distraksi yang kita terima dari dunia teknologi saat ini. Bagaimana gawai berperan sebegitu besarnya dalam kehidupan sehari-hari kita, dimana dengan mudahnya pula kita mendapati satu dunia hanya dalam satu sentuhan saja. Maka tidak heran saat ini semakin banyak orang dewasa yang terbuai dengan fokus kerumunan mentalitas orang banyak seperti berlomba menjadi yang terkenal, terhebat dan bahkan yang terkaya sekalipun lewat dunia sosial media yang sedang marak belakangan ini. Seolah-olah hanya itu tujuan terbesarnya dalam hidup.


Tentunya ini pun sedikit banyak berdampak pada anak-anak yang cenderung melihat pola ini dengan orang tuanya. Terpaparnya anak sejak dini dengan layar, bukan serta merta menjadi hal yang baik untuk anak. Belakangan ini semakin banyak sekali ditemukan kasus pada anak-anak usia dini yang kesulitan dalam berkomunikasi dikarenakan oleh gawai. Komunikasi satu arah yang ditampilkan melalui layar seolah menjadi teman dalam kehidupan si anak. Belum lagi dampak lain yang ditemukan, daya atensi yang rendah yang sudah tercipta dari sejak dini. Sungguh tidak dipungkiri banyak anak-anak ketika masuk usia sekolah sulit untuk berkonsentrasi lebih lama karena seringnya terpapar dengan layar di gawai.


Dalam satu workshop tentang Habit of Attention yang pernah aku ikuti, anak-anak usia dini, sampai usia 5-6 tahun, dilarang untuk diberikan gawai. Mereka harus dipaparkan sebanyak mungkin dengan alam, dibacakan buku-buku yang berkualitas dan bahkan dibiarkan mencari sendiri kegiatan dalam kesehariannya tanpa gawai. Semakin minim anak terpapar dengan gawai, semakin panjang daya atensi si anak. Ini dibuktikan dalam satu tayangan di workshop tersebut bagaimana seorang bayi berumur 1 tahun sibuk bermain dengan popok baru yang dipegang, dilempar, bahkan diperhatikannya dengan seksama selama 1 jam tanpa henti. Bagaimana daya atensi ini terkait erat dengan terpaparnya anak dengan gawai ya.


Daya atensi rendah ini selain tercipta karena paparan gawai, juga tidak diiringi dengan asupan jiwa. Seringkali kita lupa bahwa jiwa dan raga ini adalah satu kesatuan dan keduanya ini harus diisi dengan asupan-asupan yang baik. Layaknya raga yang dengan mudahnya diisi dengan sajian makanan yang beragam bagi tubuh, jiwa pun juga seharusnya mendapat asupan yang bergizi bagi daya berpikirnya sang otak. Kembali ke kodrat manusia di atas tadi, bagaimana kita sebagai manusia harus tumbuh dan bermanfaat bagi Tuhan, sesama, alam semesta, atau bahkan harus lebih tinggi daripada ketiga itu. Perlu sekali kita mendapat pengetahuan yang beragam, yang menyajikan bukan hanya 1 atau 2 materi saja demi menajamkan kemampuan (skill) untuk tujuan bertahan hidup semata. Pengetahuan harus diberikan secara menyeluruh dan utuh karena semuanya itu terkait satu dengan lainnya. Oleh karena itu sajian seperti kurikulum yang kaya sangat dibutuhkan oleh kita semua.


Begitu juga bagi anak-anak yang memulai hidupnya. Perlu sekali mereka mendapatkan kurikulum yang kaya, yang bukan hanya terfokus dengan minat dan bakatnya saja lalu lupa dengan kodrat alamiahnya sebagai manusia. Pendidikan janganlah dibedakan antara humaniora dan science, karena keduanya ini sejatinya harus berjalan selaras yang tidak dapat dipisahkan. Pendidikan juga jangan menjadi individualis yang hanya berpusat pada satu kepentingan saja, sehingga anak terdidik hanya menjadi ‘mesin’ uang di masa depannya dengan jiwa yang kosong. Mereka harus disajikan dengan berbagai hal yang tidak hanya menarik untuk dirinya sendiri saja. Bukan juga durasi belajar yang panjang yang dibutuhkan oleh anak-anak sehingga mereka cepat merasa bosan, bukan juga materi belajar yang hanya berisikan fakta dari buku materi yang garing untuk dipelajari, bukan juga buku yang hanya memuat materi bergambar saja sehingga anak tidak memiliki daya imajinasi yang tinggi, tetapi buku-buku yang hidup (living books) yang dapat memantik jiwa anak dalam mempelajari segala sesuatunya. Sajikanlah itu semua untuk mereka dan biarkanlah mereka menikmatinya.


 

Notes:

Gawai bukanlah musuh, bukan sesuatu yang harus dihindari. Anak tetap perlu diperkenalkan sesuai dengan porsinya. Jadikanlah gawai sebagai media imunitas sehingga tidak larut dalam sosialita. J


2 comments: