Ketika tubuh manusia diibaratkan seperti suatu negeri di dalamnya. Negeri yang mempunyai tanah yang sangat subur. Ada yang sudah tergarap dengan baik sehingga kita dapat menikmati ladang dan perkebunan dengan hasil panennya yang bagus. Tetapi ada juga tanah yang masih ditumbuhi tanaman liar yang sama sekali belum tersentuh oleh siapa pun, sehingga membutuhkan orang lain untuk mengelolanya. Di dasar tanahnya pun juga masih banyak harta karun yang melimpah ruah, siap untuk ditambang dan dikelola dengan baik oleh sang pemilik tubuh.
Negeri ini sangat sibuk. Kotanya pun juga sangat ramai.
Banyak pabrik-pabrik yang menghasilkan banyak barang untuk kebutuhan
sehari-hari warganya. Maka tak heran jika aliran-aliran sungainya selalu dilewati
oleh kapal-kapal yang hilir mudik dari satu kota ke kota lainnya untuk berdagang.
Negeri ini juga sangat menyenangkan. Memiliki gedung-gedung
bagus dan indah. Seringkali lukisan-lukisan dari para pelukis terkenal
dipamerkan di galeri gedung ini. Kadang juga para musisi-musisi besar dan hebat
juga menggelar sajian musik indah di sana. Tentunya ini dapat dinikmati oleh
warga di seluruh negeri.
Meskipun negeri ini cukup sibuk dan ramai, tapi tidak
terlalu padat. Masih ada ruang untuk warganya menikmati taman untuk bertemu,
bersukaria, menari maupun menyanyi. Anak-anak pun mempunyai taman untuk
bermain, sehingga gelak tawa mereka dapat terdengar dimana-mana.
Negeri ini juga mempunyai perpustakaan yang berisi buku-buku
yang ditulis oleh para penulis hebat. Semua orang mempunyai akses penuh untuk
menikmati buku-buku tersebut. Seakan-akan para penulis itu datang menghampiri
dan duduk di sebelahnya saat orang-orang
itu membaca bukunya.
Di negeri ini terdapat juga gereja-gereja yang selalu
terbuka bagi orang-orang yang ingin datang sesukanya untuk berbicara kepada
Tuhan. Meskipun sebetulnya Dia sering berjalan dan memberi nasihat pada
orang-orang di seluruh negeri .
Satu hal yang utama, negeri ini mempunyai gunung-gunung yang
menawan untuk didaki. Orang-orang dapat menghirup udara di pegunungan itu.
Sambil mendaki, orang-orang juga dapat melihat serta mengumpulkan bunga-bunga
indah. Tentu ada rasa lelah dalam pendakian ini, tapi semuanya terbayar lunas.
Kita dapat melihat pemandangan indah ke seluruh negeri ketika kita sudah sampai
di puncaknya.
Ketika membaca perumpamaan seperti ini tentu dapat dirasakan
bahwa memang jiwa manusia itu sungguh indah ya. Seolah ibu CM ini ingin bicara
bahwa setiap manusia itu terlahir dengan potensi besar di dalam dirinya,
selayaknya suatu negeri dengan segala potensi di dalamnya. Tentu saja potensi itu
ada yang sudah dapat ditemukan dan dikelola sendiri oleh sang pemilik jiwa.
Tapi ada juga yang masih belum, mungkin,
karena menunggu kesempatan atau menunggu orang lain untuk membantu
menemukannya. Namun, apapun itu, memang kita perlu meyakini setiap potensi itu
perlu sekali untuk dicari dan dikelola sebaik-baiknya.
Begitu membicarakan tentang sungai dan kota yang sibuk dan
ramai, seolah CM ingin menjelaskan pikiran kita juga tidak kalah sibuknya
seperti itu. Seringkali pikiran ini melompat dengan cepat dari satu hal ke hal
lain. Belum selesai dengan satu pikiran, pikiran lain sudah menyusul.
Pikiran menjadi bertambah sibuk ketika perasaan (emosi) ikut
nimbrung di dalamnya. Misalkan saja ketika harus mengambil satu keputusan.
Betapa sibuknya logika dan perasaan berbicara di dalam pikiran. Ada saja dua
hal yang bertentangan untuk dijadikan pertimbangan dalam memilih di setiap
keputusan. Kebayang lah ya betapa logika dan emosi seolah sedang berdebat,
berdiskusi, teriak-teriakkan di dalam pikiran. Sehingga, kedua hal ini seperti
diibaratkan menjadi sungai dan kota-kota yang sering hilir mudik di negeri jiwa
manusia itu.
Hal kedua adalah tentang perpustakaan dan taman bermain.
Kedua hal yang sangat perlu untuk perkembangan akal budi seseorang. Ada kalanya
akal budi ini harus diberikan yang terbaik dari yang terbaik. Asupan ide dari
buku-buku bermutu yang ditulis oleh para penulis hebat. Seolah penulis-penulis
itu datang dan berbicara langsung kepada kita, dalam rupa buku tentunya.
Sehingga membuat akal budi terpantik dan terpatri, seperti halnya suatu
perpustakaan di jiwa manusia.
Namun hidup itu harus seimbang. Akal budi memang perlu
diasup dengan sesuatu yang baik, tapi ada kalanya hidup perlu dijalani sedikit
santai. Menikmati kesenangan-kesenangan semisal pergi ke bioskop untuk
menikmati film, mendengarkan musi dan juga jalan-jalan ke taman bertemu dengan
orang lain untuk berbagi cerita tidaklah salah juga kok.
Terakhir, ketika Ibu CM membicarakan tentang gereja dan
gunung. Ini seperti yang terjadi di kehidupan kita. Tidak ada kehidupan yang
lurus tanpa jalan berbatu dan kerikil tajam kan. Ada kalanya hidup kita terasa
berat dengan segala ujian kehidupan, selayaknya kita sedang mendaki ke puncak
gunung. Dalam perjalanan mendaki ini, sering kali kita merasa lelah, capek dan
menyerah. Tapi Dia tidak pernah lelah untuk mendukung kita. Ia ada dimana-mana.
Ia selalu siap sedia untuk diajak bicara, diskusi dan juga menjadi tempat
bersandar ketika jiwa terasa lelah. Dan, begitu kita sampai di puncak, terbayar
sudah segala jatuh bangunnya kita menghadapi segala ujian kehidupan tadi.
Seperti itulah jiwa manusia yang diibaratkan selayaknya
suatu negeri yang indah.